Enhance the Profit Sharing Scheme
The government will perfect the gross split scheme in oil and gas sharing contracts. Vice President of Oil and Gas Operations Division, Elan Biantoro, explained that the policy has been applied to Pertamina Hulu Energi Offshore Cooperation Contractor North West Java (PHE ONWJ) whose contract period was extended in mid-January 2017.
"Until 2019, on seven other oil and gas blocks will be enacted gross split rule" he said after the Upper Industrial General Lecture Oil and Gas at STEM Akamigas Cepu, Blora, Central Java, Wednesday (20/9).
The oil and gas block is Tuban Block which is currently managed by JOB PPEJ and will end its contract period in February 2018. Furthermore, there is Sanga-Sanga Block in East Kalimantan which is currently managed by Pertamina and will be renewed in August 2018.
Then, there is also Makassar Strait Block. Then there is East Kalimantan Block managed by Chevron Indonesia and will end its contract period in October 2018. There is also Ogan Komering Block managed by JOB Pertamina Talisman, Jambi Merang Block managed by JOB PHE Jambi Merang and Salawati Block in Papua. According to Elan, PHE ONWJ is indeed a pilot proect. From there, various improvements are made in the profit-sharing system.
"As time goes by, that PHE ONWJ feels the count is unsuitable, so the discussion and finally set there must be some revisions in the rule," he explained. The revision, among other things, the addition of split and changes in the determination of the ministerial discretion scale.
He acknowledged, at the beginning of the gross split distribution mechanism, many KKKS feel unsuitable. However, after the revision, many are interested. This is evident from the number of KKKS forms that have been entered to date.
"In fact, last year there were very few or even none, they were interested because there was a split increase and the minister's discretionary requirement was expanded," he said, because the minister's prior discretion was only 5 percent, but now it can be more than that.
He said the policy for the gross split is issued because the state revenue in the last two years is so minimal. In fact, revenues are often smaller than the cost recovery or operating costs that the government pays.
"Although the government has reduced the operating costs to be paid, the income decline is much greater," he explained.
Regarding the amount of profit sharing stated in Ministerial Regulation No. 8/2017, for oil, the state gets 53 percent share and contractor 47 percent. Then for gas, the state part is 58 percent and contractors 42 percent.
"It's just a benchmark In the process of negotiation, the possibility of intervention and abuse of authority will occur and the impact takes decades in accordance with the contract period," said Elan.
To that end, the state needs to conduct strict supervision so that state revenues, both from taxes or the share of oil and gas, can be saved.
On the other hand, the Head of Representative Office of SKK Migas Java, Bali and Nusa Tenggara Ali Masyhar explained that the newly discovered gas utilization in Rembang Regency will be directed to local industry interests. It has received the preparation of development plan (POD) of PT Pertamina Hulu Energi Randugunting. In the proposal, the contractor expects to produce in 2018.
"Now POD is still in evaluation, its Deal after POD is approved," he said.
Currently the government of Rembang Regency is also preparing BUMDs to participate in maximizing the benefits of the discovery of the gas, but not yet predicted the involvement of the BUMD.
"Currently, 100 percent of the field is still managed by Pertamina," he said.
IN INDONESIA
Tujuh Blok Migas Akan Pakai Gross Split
Sempurnakan Skema Bagi Hasil
Pemerintah akan menyempurnakan skema gross split dalam kontrak bagi hasil migas. Vice President Bidang Operasi SKK Migas Elan Biantoro menjelaskan, kebijakan itu telah diterapkan pada Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ) yang masa kontraknya diperpanjang pada pertengahan Januari 2017.
”Hingga 2019, pada tujuh blok migas lain akan diberlakukan aturan gross split" kataanya setelah acara Kuliah Umum Industri Hulu Migas di STEM Akamigas Cepu, Blora, Jawa Tengah, Rabu (20/9).
Blok migas tersebut adalah Blok Tuban yang saat ini dikelola oleh JOB PPEJ dan akan berakhir masa kontraknya pada Februari 2018. Selanjutnya, ada Blok Sanga-Sanga di Kalimantan Timur yang saat ini dikelola oleh Pertamina dan akan diperpanjang masa kontraknya pada Agustus 2018.
Kemudian, juga terdapat Blok Makassar Strait. Lalu, ada pula Blok East Kalimantan yang dikelola oleh Chevron Indonesia dan akan berakhir masa kontraknya pada Oktober 2018. Juga ada Blok Ogan Komering yang dikelola JOB Pertamina Talisman, Blok Jambi Merang yang dikelola JOB PHE Jambi Merang, dan Blok Salawati di Papua. Menurut Elan, PHE ONWJ tersebut memang menjadi pilot proect. Dari situ, terus dilakukan berbagai penyempurnaan dalam sistem bagi hasil.
"Seiring berjalannya waktu, bahwa PHE ONWJ merasa hitungannya tidak cocok. Maka, dilakukan pembahasan dan akhirnya ditetapkan harus ada beberapa revisi dalam aturan itu" jelasnya. Revisi tersebut, antara lain, penambahan split dan perubahan ketetapan besaran diskresi menteri.
Dia mengakui, saat awal diberlakukan mekanisme pembagian gross split, banyak KKKS yang merasa tidak cocok. Tetapi, setelah ada revisi, banyak yang mulai tertarik. Hal tersebut terlihat dari banyaknya formulir KKKS yang masuk sampai saat ini.
"Padahal, tahun lalu sangat sedikit atau bahkan tidak ada. Mereka merasa tertarik karena ada penambahan split dan ketentuan diskresi menteri diperluas,” ungkapnya. Sebab, sebelumnya diskresi menteri yang diberikan hanya 5 persen. Tetapi, sekarang yang diberikan bisa lebih dari itu.
Dia menyatakan, kebijakan bagi hasil gross split dikeluarkan karena penerimaan negara dalam dua tahun terakhir begitu minim. Bahkan, penerimaannya sering lebih kecil ketimbang cost recovery atau biaya operasi yang harus dibayar pemerintah.
"Walaupun pemerintah telah menekan biaya operasi yang harus dibayar, penurunan pendapatan jauh lebih besar,” jelasnya.
Mengenai besaran bagi hasil yang tertulis dalam Peraturan Menteri No 8/2017, untuk minyak, negara mendapat bagian 53 persen dan kontraktor 47 persen. Lalu untuk gas, bagian negara adalah 58 persen dan kontraktor 42 persen.
"ltu hanyalah patokan. Dalam proses negosiasi, kemungkinan intervensi dan penyalahgunaan kewenangan akan terjadi dan dampaknya berlangsung puluhan tahun sesuai dengan jangka waktu kontrak," kata Elan.
Untuk itu, negara perlu melakukan pengawasan yang ketat agar penerimaan negara, baik dari pajak maupun bagi hasil migas, bisa diselamatkan.
Di sisi lain, Kepala Perwakilan SKK Migas Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara Ali Masyhar menjelaskan, pemanfaatan gas yang baru ditemukan di Kabupaten Rembang akan diarahkan untuk kepentingan industri lokal. Pihaknya telah menerima penyusunan rencana pengembangan (plan of development/ POD) PT Pertamina Hulu Energi Randugunting. Dalam proposalnya, kontraktor memperkirakan dapat berproduksi pada 2018.
"Sekarang POD masih dalam evaluasi. Deal-nya setelah POD disetujui,” ujarnya.
Saat ini pemerintah Kabupaten Rembang juga sedang mempersiapkan BUMD untuk turut terlihat dalam memaksimalkan manfaat penemuan gas tersebut, tetapi belum dapat diperkirakan proses keterlibatan BUMD itu.
"Saat ini lapangan 100 persen masih dikelola Pertamina" ucapnya.
Jawa Pos, Page-6, Thursday, Sept 21, 2017
No comments:
Post a Comment