Domestic Gas Gas Absorption is not Optimal yet
PT Perusahaan Gas Negara Tbk reduced its capex this year to 300 million US dollars, or about Rp 3.9 trillion at an exchange rate of Rp 13,300 per US dollar. Low gas absorption in the country is suspected to cause PGN to cut spending capital.
In the Annual General Meeting of Shareholders in May, PGN's capital expenditure was allocated 500 million US dollars or nearly Rp 7 trillion. Much of the capital expenditure is allocated for the construction of national gas pipeline infrastructure. So far, PGN has built 71278 kilometers of gas pipelines across Indonesia, equivalent to 80 percent of national gas pipelines.
In a PGN official statement on Wednesday (10/11), a 40 percent reduction in capital spending from the original plan was part of an efficiency effort in the face of an economic slowdown throughout 2017. However, PGN remains committed to developing infrastructure and improving the utilization of natural gas in the country.
"We will continue to develop existing national gas and market infrastructure networks, and enter new territories in the expansion and expansion of natural gas utilization," said PGN Commercial Director Danny Praditya.
Separately, Vice Chairman of Upstream and Petrochemical Industry Committee at the Indonesian Chamber of Commerce and Industry (Kadin) Achmad Widjaja said the reduction of PGN's capital expenditure is quite realistic amid the uncertainty of domestic gas policy. In addition, the downstream sector or the end-use area of natural gas is also still uncertain about the price of gas. The policy of reducing gas prices has not been fully realized.
"As a result, the use of gas is not optimal, especially in the industrial sector, because the price of gas is still expensive, So, there is reasonable reduction of capital expenditure (PGN)," said Achmad.
According to Achmad, the lack of optimization is not just happening on the utilization of gas for domestic industry. The power generation sector is also experiencing similar things. Gas has not yet become the main fuel of power generation. Gas is used when power consumption reaches its peak.
"In some areas there are still power plants that use diesel. In fact, using gas fuel should not be a problem. Perhaps because of the nature of diesel that is easily obtained or purchased, then it made the choice, "said Achmad.
The increase in PGN recorded that gas distribution in quarter I-2017 increased by 17 percent compared to the same period last year. The increase occurred for the utilization of gas in power and industrial sector. Throughout 2016, PGN has distributed 1.6 billion cubic feet of gas per day.
PGN is now expanding its natural gas network to Cikande Modern Industrial Estate, Serang, Banten. This industrial zone became one of the potential markets. In the region there are more than 200 companies, both local and international companies. These companies are engaged in food and beverage, chemical, heavy equipment, and building materials.
"Natural gas supply in the industrial area is our effort to realize the energy conversion program to natural gas. Utilization of natural gas that is efficient, environmentally friendly, and safe can increase the competitiveness of national industry, "said Danny.
Based on the records of the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM), the national gas production target this year is 1.150 million barrels of oil equivalent per day (BOEPD). The achievement during the first half of 2017 is 1.131 million BOEPD. The gas allocation for domestic is called 60.4 percent or higher compared to last year which is around 59 percent.
However, gas that can not be absorbed in the country also increases. The ESDM Ministry noted that there are 22 unused gas liquefied natural gas (LNG) cargoes in 2014. The number increased to 60 cargoes by 2015 and 66 cargoes were not absorbed by 2016.
The lack of gas infrastructure in the country is believed to be one of the causes of gas absorption is not optimal. Deputy Minister of EMR Arcandra Tahar said that the development of gas infrastructure in the country should be prioritized. The infrastructure is a regasification terminal as well as a floating regasification and storage unit (RFSU). It is estimated that the need for financing to build gas infrastructure in the country until 2030 reached 48 billion US dollars or equivalent to Rp 650 trillion.
IN INDONESIA
PGN Kurangi Belanja Modal
Penyerapan Gas Bumi Domestik Belum Optimal
PT Perusahaan Gas Negara Tbk mengurangi belanja modal tahun ini menjadi 300 juta dollar AS atau sekitar Rp 3,9 triliun dengan kurs Rp 13.300 per dollar AS. Rendahnya serapan gas di dalam negeri diduga menjadi penyebab PGN memangkas belanja modal.
Dalam Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan pada Mei lalu, belanja modal PGN dialokasikan 500 juta dollar AS atau hampir Rp 7 triliun. Sebagian besar dari belanja modal tersebut dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur jaringan pipa gas nasional. Sejauh ini, PGN telah membangun 71278 kilometer pipa gas di seluruh Indonesia atau setara dengan 80 persen sambungan pipa gas nasional.
Dalam keterangan resmi PGN, Rabu (11/10), pengurangan belanja modal sebesar 40 persen dari rencana semula itu merupakan bagian dari upaya efisiensi dalam menghadapi perlambatan ekonomi sepanjang 2017. Namun, PGN tetap berkomitmen mengembangkan infrastruktur dan meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri.
”Kami akan terus mengembangkan jaringan infrastruktur gas nasional dan pasar yang ada, serta masuk ke wilayah yang baru dalam rangka perluasan dan peningkatan pemanfaatan gas bumi,” kata Direktur Komersial PGN Danny Praditya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia pada Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Achmad Widjaja mengatakan, pengurangan belanja modal PGN itu cukup realistis di tengah ketidak pastian kebijakan gas bumi di dalam negeri. Selain itu, sektor hilir atau wilayah pengguna akhir gas bumi juga masih diliputi ketidak pastian soal harga gas. Kebijakan penurunan harga gas belum sepenuhnya terealisasi.
”Akibatnya, penggunaan gas tidak optimal, khususnya di sektor industri, karena harga gas yang masih mahal, Jadi, wajar saja ada pengurangan belanja modal (PGN),” kata Achmad.
Menurut Achmad, kurangnya optimalisasi bukan saja terjadi pada pemanfaatan gas untuk industri dalam negeri. Sektor pembangkit listrik juga mengalami hal serupa. Gas belum sepenuhnya menjadi bahan bakar utama pembangkit listrik. Gas dipakai saat pemakaian daya listrik mencapai puncaknya.
”Di beberapa wilayah masih ada pembangkit listrik yang menggunakan solar. Padahal, memakai bahan bakar gas semestinya tidak masalah. Mungkin karena sifat solar yang mudah diperoleh atau dibeli, maka itu dijadikan pilihan,” ujar Achmad.
Penyaluran meningkat PGN mencatat, penyaluran gas bumi pada triwulan I-2017 naik sebesar 17 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Kenaikan itu terjadi untuk pemanfaatan gas di sektor pembangkit listrik dan industri. Sepanjang 2016, PGN telah menyalurkan gas sebanyak 1,6 miliar standar kaki kubik per hari.
PGN kini sedang memperluas jaringan gas bumi ke Kawasan Industri Modern Cikande, Serang, Banten. Kawasan industri ini menjadi salah satu pasar potensial. Di kawasan itu terdapat lebih dari 200 perusahaan, baik perusahaan lokal maupun internasional. Perusahaan-perusahaan ini bergerak di bidang makanan dan minuman, kimia, alat berat, dan material bangunan.
”Pasokan gas bumi di kawasan industri adalah upaya kami merealisasikan program konversi energi ke gas bumi. Pemanfaatan gas bumi yang efisien, ramah lingkungan, dan aman dapat menaikkan daya saing industri nasional,” kata Danny.
Berdasarkan catatan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), target produksi gas bumi nasional tahun ini sebanyak 1,150 juta barrel setara minyak per hari (BOEPD). Adapun pencapaian sepanjang semester I-2017 adalah 1,131 juta BOEPD. Alokasi gas untuk domestik disebut sebesar 60,4 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang berkisar 59 persen.
Meski demikian, gas yang tidak bisa diserap di dalam negeri juga ikut meningkat. Kementerian ESDM mencatat ada 22 kargo gas alam cair (LNG) yang tidak terserap pada 2014. Jumlah itu meningkat menjadi 60 kargo pada 2015 dan 66 kargo tidak terserap pada 2016.
Minimnya infrastruktur gas di dalam negeri diyakini sebagai salah satu penyebab serapan gas tidak optimal. Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan bahwa pembangunan infrastruktur gas di dalam negeri harus diprioritaskan. Infrastruktur tersebut adalah terminal regasifikasi serta unit regasifikasi dan penyimpanan terapung (RFSU). Diperkirakan kebutuhan pembiayaan untuk membangun infrastruktur gas di dalam negeri sampai 2030 mencapai 48 miliar dollar AS atau setara Rp 650 triliun.
Kompas, Page-30, Tuesday, October 12, 2017
No comments:
Post a Comment