The Supreme Audit Agency (BPK) found potential losses on state revenues worth USD 1.18 billion or equivalent to Rp 15.89 trillion from the oil and gas sector. It is contained in the Semester Examination Results Overview (IHPS) in the first half of this year.
The biggest cause of the loss is improper cost loading in reimbursement of oil and gas operations cost (cost recovery) value reaches USD 956 million or about Rp 12.9 trillion. In addition, there is also a delay in the settlement of tax obligations of 17 contractors of cooperation contracts (KKKS) until tax year 2015 worth USD 209.25 million.
It is then augmented with the potential loss of state revenues from the imposition of a fine or minimum tax interest for a tax year worth USD 11.45 million. On the other hand, BPK also found potential loss from Pertamina Gas (Pertagas) after the ineffectiveness of a number of projects.
Referring to IHPS in the first half of 2017, Pertagas's potential losses stem from the non-optimal business and gas transportation business of companies in a number of areas ranging from Jakarta, North Sumatra, South Sumatera and East Java period 2014 Until 1st / 2016.
In gas trading activities, Pertagas assumes a loss of revenues of USD 16.57 million and the incidence of bad debts worth USD 11.86 million due to depreciation of nominations, commercial schemes and operation of Pondok Tengah gas utilization which does not consider operating conditions. Also the transfer of gas allocation for Compressed Natural Gas (CNG) needs to PT Mutiara Energy, "said Chairman of BPK Moermahadi Soerja in IHPS I 2017.
In addition to the above losses, Moermahadi said Pertagas also has the potential to experience losses in the Belawan pipeline project that connects the Medan Industrial Estate (IKM). From the Rp 813 billion project, Pertagas is believed to bear the loss in the long term because until now the Belawan pipeline project has not been completed yet.
First, there is a commissioning job item that can not be implemented because until now there is no consumer who can receive gas and in this case is not the responsibility of the partner. Second, the completion of the contract amendment process is related to the added work less so that the final calculation can not be done related to the completion of the work.
Departing from that, the BPK ranks have recommended Pertagas management to evaluate and establish procedures for determining the maximum number of shipperstocks, nomination redirections, to the mechanism of delivering information on rate inforce under certain conditions.
Satya W Yudha
Not only that, Pertagas management is recommended to make efforts to collect bad debts against PT Mutiara Energy. Vice Chairman of the House of Representatives Commission VI Satya W Yudha asked the Special Unit for Upstream Oil and Gas Operations (Migas) to anticipate potential losses in the oil and gas sector, as well as Pertagas.
"We ask SKK Migas to overcome the potential loss to be followed up," he said.
IN INDONESIA
Potensi Kerugian Sektor Migas Capai Rp. 15,89 Triliun
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan potensi kerugian pada penerimaan negara senilai USD 1,18 miliar atau setara Rp 15,89 triliun dari sektor minyak dan gas bumi. Hal itu tertuang dalam lkhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) pada paruh pertama tahun ini.
Adapun penyebab kerugian terbesar ialah pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya dalam penggantian biaya operasional migas (cost recovery) nilainya mencapai USD 956 juta atau sekitar Rp 12,9 triliun. Selain itu, juga adanya keterlambatan penyelesaian kewajiban pajak dari 17 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) hingga tahun pajak 2015 senilai USD 209,25 juta.
Kemudian ditambah dengan potensi kehilangan penerimaan negara dari pengenaan denda atau bunga pajak minimal untuk tahun pajak senilai USD 11,45 juta. Di sisi lain, BPK juga menemukan adanya potensi kerugian dari Pertamina Gas (Pertagas) setelah tidak efektifnya sejumlah proyek.
Mengacu IHPS paruh pertama 2017, potensi kerugian Pertagas bersumber dari tidak optimalnya bisnis niaga dan transportasi gas perusahaan di sejumlah wilayah mulai dari Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jawa Timur periode 2014 Hingga semester 1/ 2016.
Pada kegiatan niaga gas, Pertagas menanggung kehilangan pendapatan senilai USD 16,57 juta dan timbulnya piutang macet senilai USD 11,86 juta akibat penyusutan nominasi, skema niaga, dan operasi pemanfaatan gas Pondok Tengah yang tidak mempertimbangkan kondisi operasi. Juga pengalihan alokasi gas untuk kebutuhan Compressed Natural Gas (CNG) kepada PT Mutiara Energy,” tulis Ketua BPK Moermahadi Soerja dalam IHPS I 2017.
Selain kerugian di atas, Moermahadi mengatakan, Pertagas juga berpotensi mengalami kerugian dalam pengerjaan proyek pipanisasi Belawan yang menghubungkan Kawasan lndustri Medan (IKM). Dari proyek senilai Rp 813 miliar itu, Pertagas diyakini akan menanggung kerugian dalam jangka waktu panjang karena hingga kini proyek pipanisasi Belawan juga belum selesai.
Pertama, terdapat item pekerjaan commissioning yang tidak bisa dilaksanakan karena sampai saat ini belum ada konsumen yang dapat menerima gas dan dalam hal ini bukan menjadi tanggung jawab rekanan. Kedua, belum selesainya proses amandemen kontrak terkait dengan pekerjaan tambah kurang sehingga belum bisa dilakukan kalkulasi akhir terkait dengan penyelesaian pekerjaan.
Berangkat dari hal itu, jajaran BPK telah merekomendasikan manajemen Pertagas melakukan evaluasi dan menetapkan prosedur mengenai penentuan jumlah maksimum shipperstock, pengalihan nominasi, hingga mekanisme penyampaian informasi atas rate inforce pada kondisi tertentu.
Tidak hanya itu, manajemen Pertagas direkomendasikan melakukan upaya penagihan terhadap piutang macet terhadap PT Mutiara Energy. Wakil Ketua Komisi VIl DPR Satya W Yudha meminta kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) mengantisipasi potensi adanya kerugian di sektor migas, begitu juga dengan Pertagas.
“Kami meminta SKK Migas menanggulangi adanya potensi kerugian untuk dapat ditindak lanjuti,” katanya.
Koran Sindo, Page-20, Thursday, October 5, 2017
No comments:
Post a Comment