Structuring of state property
The cooperation contract contractor hopes that the ESDM Ministry will revise the regulation on state property in the upstream oil and gas sector as it adds the length of the bureaucratic chain. The Government issued Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 51/2017 on the Guidance and Governance of State Property on Upstream Oil and Gas Business Activities on August 9, 2017.
Executive Director of Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong said that the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) will change some points in Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 51/2017. In fact, the rule was just published on August 9, 2017.
Under the regulation, the contractor of a Cooperation Contract (KKKS) obliged to keep the state property (BMN) in the integrated storage also pays the rent on the storage of certain goods. An integrated storage area is a government-designated place to store items other than unused land and buildings.
To use integrated storage, KKKS must pay a set amount of fees on mutual agreement. The KKKS must also incur costs to transport the goods and to the integrated storage area. The Government will then designate the location of the integrated storage area by considering the number of KKKS operating in a certain Territory.
When the regulation is in force, state property currently held in a storage facility already owned by the KKKS may be continued during the supervision of the state-owned goods management center (PPBMN).
"We hear information if the Ministry of Energy and Mineral Resources plans to make changes to the Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources," he said.
Currently the Indonesian Oil Association (IPA) is in discussions with the government. The reason, MArjolijn said the good rules should not extend the bureaucratic chain because of the increasing parties involved.
The regulation states that the KKKS must report to the Head of the State Property Management Center related to the needs planning, procurement, purchase realization and utilization. In addition, reporting should also be made to the list goods stored, as well as for maintenance, transfer of hands to destruction.
"The IPA will remain in discussions with the Government so that the regulation can make national oil and gas activities reach optimum efficiency levels instead of extending the bureaucratic chain due to the increasing number of stakeholders involved."
When confirmed, Head of Communications Bureau, Information Services and Cooperation Dadan Kusdiana said it has no plans to amend Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources No. 51/2017.
"No revision plan yet."
Previously, Upstream Oil and Gas Analyst Wood Mackenzie Johan Utama said that any regulation that adds bureaucracy also limits the movement of business actors will reduce the interest of business actors.
"Regulations that are considered to limit or add to the complexity of bureaucracy in a sector will further undermine investor interest."
He considered that the recently published regulation had a negative response and business actor. Against the negative response of business actors, the government revised regulations. On the positive side, Marjolijn said that the government would respond to the complaints of business actors.
IN INDONESIA
Regulasi Aset Hulu Migas Bikin Rumit Birokrasi
Kontraktor kontrak kerja sama berharap agar Kementerian ESDM merevisi aturan tentang penataan barang milik negara di sektor hulu minyak dan gas bumi karena justru menambah panjang rantai birokrasi. Pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 51/2017 tentang Pembinaan dan Tata Kelola Barang Milik Negara pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi pada 9 Agustus 2017.
Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan bahwa Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengubah beberapa poin dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 51/2017. Padahal, aturan itu baru saja diterbitkan pada 9 Agustus 2017.
Melalui aturan tersebut, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) Wajib menyimpan barang milik negara (BMN) di tempat penyimpanan terpadu juga membayar sewa atas penyimpanan barang tertentu. Tempat penyimpanan terpadu merupakan tempat yang ditunjuk pemerintah untuk menyimpan barang-barang selain tanah dan bangunan yang tidak digunakan.
Untuk menggunakan ternpat penyimpanan terpadu, KKKS harus membayar sejumlah biaya yang ditetapkan atas kesepakatan bersama. KKKS juga harus mengeluarkan biaya untuk mengangkut barang dan dan menuju tempat penyimpanan terpadu.
Pemerintah nantinya menunjuk lokasi tempat penyimpanan terpadu dengan mempertimbangkan jumlah KKKS yang beroperasi di Wilayah tertentu. Saat peraturan berlaku, barang milik negara yang saat ini disimpan di tempat penyimpanan yang telah dimiliki KKKS bisa diteruskan selama dalam pengawasan pusat pengelola barang milik negara (PPBMN).
“Kami mendengar informasi jika pihak Kementerian ESDM berencana melakukan perubahan pada Peraturan Menteri ESDM tersebut,” ujarnya.
Saat ini Asosiasi Minyak Indonesia (IPA) sedang berdiskusi dengan pemerintah. Pasalnya, Marjolijn menyebut aturan yang baik seharusnya tidak memperpanjang rantai birokrasi karena bertambahnya pihak-pihak yang terlibat.
Dalam aturan itu disebutkan bahwa KKKS wajib melapor kepada Kepala Pusat Pengelola Barang Milik Negara terkait dengan perencanaan kebutuhan, pengadaan, realisasi pembelian dan pemanfaatan. Selain itu, pelaporan juga harus dilakukan untuk daftar barang yang disimpan, juga untuk pemeliharaan, pemindah tanganan hingga pemusnahan.
“IPA akan tetap berdiskusi dengan Pemerintah agar peraturan tersebut dapat membuat kegiatan migas nasional mencapai tingkat efisiensi yang optimal bukan malahan memperpanjang rantai birokrasi akibat bertambahnya stakeholder yang terlibat.”
Saat dikonfirmasi, Kepala Biro Komunikasi, Iayanan lnformasi dan Kerja Sama Dadan Kusdiana mengatakan, pihaknya belum memiliki rencana untuk mengubah Peraturan Menteri ESDM Nomor 51/2017.
“Belum ada rencana revisi.”
Sebelumnya, Analis Hulu Minyak dan Gas Bumi Wood Mackenzie Johan Utama mengatakan bahwa regulasi apa pun yang menambah birokrasi juga membatasi gerak pelaku usaha akan mengurangi minat pelaku usaha.
“Regulasi yang dianggap membatasi atau menambah kerumitan birokrasi di suatu sektor akan semakin mengurangi minat investor.”
Dia menilai bahwa regulasi yang baru saja diterbitkan mendapat respons negatif dan pelaku usaha. Terhadap respons negatif pelaku usaha, pemerintah melakukan revisi peraturan. Sisi positifnya, Marjolijn menyebut pemerintah mau merespons keluhan pelaku usaha.
Bisnis Indonesia, Page-30, Friday, October 13, 2017
No comments:
Post a Comment