google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Construction of Tuban Refinery Starts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Wednesday, November 29, 2017

Construction of Tuban Refinery Starts



The construction of a new oil refinery in Tuban, East Java, is about to begin. The two companies, PT Pertamina and Rosneft Oil Company of Russia's oil and gas company, agreed to form a joint venture to build the 300,000 barrel refinery.

In this project, Pertamina is represented by its subsidiary, PT Kilang Pertamina Internasional. Rosneft is represented by its affiliate Petrol Complex PTE. This joint venture company was named PT Pertamina Rosneft Processing and Petrochemicals. A 55 percent stake in the joint venture is owned by Pertamina and 45 percent owned by Rosneft.

"This is an integrated oil processing project. In addition to producing Euro V standard oil fuel, the refinery will also produce petrochemical products, "said Pertamina International Refinery Director Achmad Fathoni, Tuesday (28/11), in Jakarta.

Projected, the type of fuel produced from the Tuban refinery is gasoline 80,000 barrels per day, 99,000 barrels of diesel per day, and avtur 26,000 barrels per day. The new petrochemical products produced are polypropylene 1.3 million tons per year, polyethylene 0.65 million tons per year, 0.5 million tons of styrene per year, and 1,3 million tons of paracilene per year.

"The value of the refinery project in Tuban 15 billion US dollars (approximately Rp 202.5 trillion). During the work will absorb the workforce to 40,000 people and 2,000 people when the refinery operates, "said Achmad.

In addition to the new refinery in Tuban, Pertamina is building a project called the refinery development masterplan program (RDMP). This project is in the form of developing and upgrading the capacity of existing refineries. Refineries included in the RDMP are Balongan refineries in West Java, Cilacap refineries in Central Java, Dumai refineries in Riau and Balikpapan refineries, East Kalimantan.

Pertamina Director of Pertamina Processing and Petrochemical Director Ardhy N Mokobombang, in the exposure of Pertamina's performance in the third quarter of 2017, said the planning of new refineries and RDMP projects should be done carefully. It does not want the implementation of this project pending or arising cost swelling.

"Funding lsu will be a big issue. However, as long as the project is done on a prudent basis, all of it will go on schedule, "Kara Ardhy said when asked about the funding condition of the RDMP project and a new refinery worth Rp 450 trillion.

In addition to Tuban, Pertamina also plans to build a new refinery with a capacity of 300,000 barrels per day in Bontang, East Kalimantan. However, it is believed the refinery development investment is cheaper as it stands on Pertamina's land.

The government is eager to reduce imports of crude oil and fuel oil by building new refineries and increasing the capacity of old refineries. To date, out of the 1.5 million barrels of oil per day consumed, half is imported.

In addition, Indonesia has long not built a refinery despite the need for more fuel from year to year. The last built refinery is Balongan. The refinery began operations in 1994.

To accelerate the construction of refineries, the government issued Presidential Regulation No. 146 of 2015 on the Implementation of Development and Development of Oil Refinery in the Interior. This regulation regulates the scheme of a refinery development, either by business entities or by joint business entities with the government.

IN INDONESIA


Pembangunan Kilang Tuban Dimulai


Pembangunan kilang minyak baru di Tuban, Jawa Timur, segera dimulai. Kedua perusahaan, yakni PT Pertamina dan Rosneft Oil Company perusahaan minyak dan gas asal Rusia, sepakat membentuk perusahaan patungan untuk membangun kilang berkapasitas 300.000 barrel tersebut.

Dalam proyek ini, Pertamina diwakili anak usahanya, PT Kilang Pertamina Internasional. Adapun Rosneft diwakili afiliasi usahanya yang bernama Petrol Complex PTE. Perusahaan patungan yang dibentuk ini  bernama PT Pertamina Rosneft Pengolahan dan Petrokimia. Sebesar 55 persen saham perusahaan patungan ini dimiliki Pertamina dan 45 persen milik Rosneft.

”Ini adalah proyek pengolahan minyak terintegrasi. Selain menghasilkan bahan bakar minyak berstandar Euro V, kilang juga akan menghasilkan produk petrokimia,” kata Direktur Kilang Pertamina Internasional Achmad Fathoni, Selasa (28/11), di Jakarta.

Diproyeksikan, jenis bahan bakar yang dihasilkan dari kilang Tuban adalah gasolin 80.000 barrel per hari, solar 99.000 barrel per hari, dan avtur 26.000 barrel per hari. Adapun produk baru petrokimia yang dihasilkan adalah polipropilen 1,3 juta ton per tahun, polietilen 0,65 juta ton per tahun, stirena 0,5 juta ton per tahun, dan paraksilen 1,3 juta ton per tahun.

”Nilai proyek pembangunan kilang di Tuban 15 miliar dollar AS (sekitar Rp 202,5 triliun). Selama pengerjaan akan menyerap tenaga kerja sampai 40.000 orang dan 2.000 orang saat kilang beroperasi,” ucap Achmad.

Selain kilang baru di Tuban, Pertamina membangun proyek yang dinamai program rencana induk pengembangan kilang (refinery development masterplan program/RDMP). Proyek ini berupa pengembangan dan peningkatan kapasitas kilang-kilang yang sudah ada. Kilang yang masuk dalam RDMP adalah kilang Balongan di Jawa Barat, kilang Cilacap di Jawa Tengah, kilang Dumai di Riau, dan kilang Balikpapan, Kalimantan Timur.

Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ardhy N Mokobombang, dalam paparan kinerja Pertamina triwulan III-2017, mengatakan, perencanaan pembangunan kilang baru dan proyek RDMP mesti dilakukan dengan hati-hati. Pihaknya tidak mau pelaksanaan proyek ini tertunda atau timbul pembengkakan biaya.

”lsu pendanaan akan menjadi isu besar. Namun, selama proyek dikerjakan dengan prinsip kehati-hatian, semua, akan berjalan sesuai jadwal,” kara Ardhy saat ditanya tentang kondisi pendanaan proyek RDMP dan kilang baru yang nilainya mencapai Rp 450 triliun tersebut.

Selain di Tuban, Pertamina juga berencana membangun kilang baru berkapasitas 300.000 barrel per hari di Bontang, Kalimantan Timur. Namun, diyakini investasi pembangunan kilang itu lebih murah karena berdiri di atas lahan Pertamina.

Pemerintah berambisi mengurangi impor minyak mentah dan bahan bakar minyak dengan pembangunan kilang baru dan peningkatan kapasitas kilang-kilang lama. Sampai hari ini, dari 1,5 juta barrel minyak per hari yang dikonsumsi, separuhnya didatangkan dari impor.

Selain itu, Indonesia memang sudah lama tidak membangun kilang kendati kebutuhan BBM semakin banyak dari tahun ke tahun. Kilang yang terakhir kali dibangun adalah Balongan. Kilang mulai beroperasi pada 1994.

Untuk mempercepat pembangunan kilang, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 146 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pembangunan dan Pengembangan Kilang Minyak di Dalam Negeri. Peraturan ini mengatur skema pembangunan kilang, baik oleh badan usaha maupun kerja sama badan usaha dengan pemerintah.

Kompas, Page-18, Wednesday, Nov 29, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel