google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Finding the Right Gas Price - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Monday, November 20, 2017

Finding the Right Gas Price



Yesterday, Tuesday (14/11), the Commission for the Supervision of Business Competition decided PT Perusahaan Gas NegaraTbk. monopolistic practice by setting the excessive price for industrial gas in North Sumatra.

PGN is considered guilty of violating Article 17 of Law Number 5/1999 on Unfair Business Competition so that it is punished to pay a fine of Rp 9.9 billion. According to the judge, due to PGN's actions the business actors in North Sumatra can not compete with other products because they bear high expenditure costs.

On the other hand, PGN's Legal Counsel judges the verdict related to the alleged monopoly of the selling price of natural gas in the area of ​​Medan, North Sumatra, it is mistaken. For us, the events experienced by PGN in North Sumatra again opened up issues that have not been fully resolved in the current gas trading system.

The problems of infrastructure constraints such as gas pipes and limited gas storage and regasification facilities make the utilization of natural gas for domestic needs is not optimal.

Currently, part of natural gas production in the country is still exported abroad. On the other hand, some industrial users of gas, such as in North Sumatra, still get a relatively high price.

Indeed, the price of gas borne by the industry varies depending on the region, the agreement with the contractor, and the incentives provided by the government. Compare current gas prices in West Java US $ 9.2 per MMBtu, and East Java US $ 8.2 MMBtu.

In North Sumatra in particular, this gas issue is not new at this time just talked about. For industry players in North Sumatra, expensive gas prices make production costs inefficient.

In the province led by Governor Tengku Erry Nuradi, many investors are 'feeling uncomfortable' with the issue of high gas prices, some even have to lay off their labor. The impact is real, some industry players also moved to other areas that cost cheaper production. The impact of gas demand for North Sumatra industry is now down from 25 MMScfd to 10 MMScfd.

However, the issue has not been fully answered. Gas prices are still complained. Indeed, a number of solutions have been given several times, but the problem remains the same. Prices are still expensive.

We know, some time ago, the price of gas in North Sumatra was lowered from US $ 13.86 per MMBtu to US $ 12.22 per MMBtu. However, for business actors, the price is still far from the previous price of US $ 8.7 per MMBtu.

Even Presidential Regulation No. 40/2016 on Natural Gas Price Determination and Regulation of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 16/2016 on Pricing and Certain Gas User Practices does not affect the price of gas for industries in North Sumatra.

It is only natural that the North Sumatra and North Sumatra Provincial Gas User Association (Apigas) and the Provincial Government repeatedly sent letters of application for a decline in gas prices since last year.

We also know that the central government is not silent about the gas in North Sumatra. The ESDM Ministry has responded by releasing Ministerial Decree No. 434 K / 12 / MEM / 2017 on February 13, 2017 on Natural Gas Price for Industry in Medan and surrounding areas.

In the regulation, the price of upstream gas is suppressed, ie from PT Pertamina and its affiliates with Pertamina Hulu Energi NSO Block manufacturer, Pertamina EP and from Triangle Pase Inc. producers.

Similarly, the tariff for gas distribution through pipes is also lowered for the Arun-Belawan transmission segment and Milk-Wampu Base. Meanwhile, PGN's distribution cost was reduced to US $ 0.9 per m3 from US $ 1.35 per m3. This decision is in effect since February 1, 2017. However, again the price is still considered expensive. For business actors, they have felt a much cheaper price that can be used for North Sumatra's business actors to be competitive.

In addition, the special price facility of US $ 6 per MMBtu for state-owned steel industry players since January 1, 2017 should also be enjoyed by private actors. In North Sumatra there are five private steel industries with 8,000 workers.

Not to mention if we talk about gas distribution for the sake of electricity supply in Sei Mangkei special economic area. Once again the PGN case in North Sumatra, we hope to be a valuable lesson for this trading system to be re-evaluated by the government.

The complicated issue of the complex natural gas administration in Indonesia needs to be resolved so that abundant local gas supplies can be enjoyed by the user industry at affordable prices and continuous supply.

Of course, we hope that the right gas price in each region in the country can make the producers, distributors and user industries not harmed.

IN INDONESIA

Mencari Harga Gas yang Pas 


Kemarin, Selasa [14/11), Majelis Komisi Pengawas Persaingan Usaha memutuskan PT Perusahaan Gas NegaraTbk. melakukan praktik monopoli dengan menetapkan harga yang berlebihan untuk gas industri di Sumatra Utara.

PGN dianggap bersalah melanggar pasal 17 UU Nomor 5/1999 tentang Persaingan Usaha Tidak Sehat sehingga dihukum membayar denda Rp 9,9 miliar. Menurut hakim, akibat tindakan PGN tersebut para pelaku usaha di Sumatra Utara tidak dapat bersaing dengan produk lain karena menanggung biaya pengeluaran yang tinggi.

Di pihak lain, Kuasa Hukum PGN menilai putusan yang terkait dengan dugaan monopoli harga jual gas bumi di wilayah Medan, Sumatra Utara, itu adalah keliru. Bagi kita, kejadian yang dialami PGN di Sumatra Utara kembali membuka persoalan yang belum sepenuhnya terselesaikan di tata niaga gas saat ini. 

Persoalan keterbatasan infrastruktur seperti pipa gas dan fasilitas penyimpanan dan regasifikasi gas yang terbatas membuat pemanfaatan gas bumi untuk kebutuhan domestik tidak optimal.

Saat ini, sebagian produksi gas bumi di dalam negeri masih diekspor ke luar negeri. Di sisi lain, beberapa industri pengguna gas, seperti di Sumatra Utara, masih mendapatkan harga yang relatif tinggi.

Memang harga gas yang ditanggung oleh industri berbeda-beda tergantung dari wilayah, perjanjian dengan kontraktor, dan insentif yang diberikan oleh pemerintah. Bandingkan saat ini harga gas di Jawa Barat US$ 9,2 per MMBtu, dan Jawa Timur US$ 8,2 MMBtu.

Di Sumatra Utara khususnya, persoalan gas ini bukanlah hal yang baru saat ini saja dibicarakan. Bagi pelaku industri di Sumatra Utara, harga gas yang mahal membuat biaya produksi tidak efisien.

Di provinsi yang dipimpin Gubernur Tengku Erry Nuradi itu, banyak investor yang ‘merasa tidak nyaman’ dengan persoalan harga gas tinggi tersebut, bahkan ada yang harus merumahkan tenaga kerja mereka. Dampaknya pun nyata, beberapa pelaku industri pun pindah ke daerah lain yang biaya produksinya lebih murah. Dampaknya kebutuhan gas untuk industri Sumatra Utara pun kini turun dari 25 MMScfd menjadi 10 MMScfd.

Namun, persoalan belum sepenuhnya terjawab. Harga gas masih dikeluhkan. Memang, sejumlah solusi sudah beberapa kali diberikan, tetapi persoalan masih tetap sama. Harga masih mahal.

Kita tahu, beberapa waktu lalu, harga gas di Sumatra Utara diturunkan yakni dari US$ 13,86 per MMBtu menjadi US$ 12,22 per MMBtu. Namun, bagi pelaku usaha, harga itu masih jauh dari harga sebelumnya US$ 8,7 per MMBtu.

Bahkan Peraturan Presiden Nomor 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi dan Peraturan Menteri ESDM Nomor 16/2016 tentang Tata Cara Penetapan Harga dan Pengguna Gas Bumi Tertentu pun tidak berdampak apa-apa terhadap harga gas untuk industri di Sumatra Utara.

Wajar saja bila Asosiasi Pengguna Gas (Apigas) Sumatra Utara dan Pemerintah Provinsi Sumatra Utara berulang kali mengirimkan surat permohonan penurunan harga gas sejak tahun lalu.

Kita juga mengetahui pemerintah pusat tidak diam saja tentang gas di Sumatra Utara tersebut. Kementerian ESDM telah memberikan respons dengan merilis Keputusan Menteri Nomor 434 K/12/MEM/2017 pada 13 Februari 2017 tentang Harga Gas Bumi untuk Industri di Medan dan sekitarnya.

Dalam regulasi tersebut, harga gas hulu ditekan, yakni dari PT Pertamina dan afiliasinya dengan produsen Pertamina Hulu Energi Blok NSO, Pertamina EP dan dari produsen Triangle Pase Inc.

Begitu pula dengan tarif untuk penyaluran gas melalui pipa juga diturunkan untuk ruas transmisi Arun-Belawan dan Pangkalan Susu-Wampu. Sementara itu, biaya distribusi PGN diturunkan menjadi US$ 0,9 per m3 dari US$ 1,35 per m3. Keputusan ini berlaku mundur sejak 1 Februari 2017. 

      Namun, lagi-lagi harga itu masih dinilai mahal. Bagi pelaku usaha, mereka pernah merasakan harga yang jauh lebih murah yang dapat digunakan agar pelaku usaha industri Sumatra Utara bisa kompetitif.

Selain itu, fasilitas harga khusus US$ 6 per MMBtu bagi BUMN pelaku industri baja sejak 1 Januari 2017 juga seharusnya dapat dinikmati oleh pelaku swasta. Di Sumatra Utara ini saja ada lima industri baja milik swasta yang memiliki 8.000 tenaga kerja.

Belum lagi kalau kita berbicara distribusi gas untuk kepentingan pasokan listrik di kawasan ekonomi khusus Sei Mangkei. Sekali lagi kasus PGN di Sumatra Utara, kita berharap bisa menjadi pelajaran berharga agar tata niaga ini harus selalu dievaluasi kembali oleh pemerintah.

Persoalan tata niaga gas bumi yang rumit di Indonesia perlu segera diselesaikan sehingga pasokan gas lokal yang melimpah bisa dinikmati oleh industri pengguna dengan harga terjangkau dan pasokan yang kontinyu.

Tentunya, kita berharap harga gas yang pas di masing-masing wilayah di Tanah Air bisa membuat produsen, distributor dan industri pengguna tidak dirugikan. 

Bisnis Indonesia, Page-2, Wednesday, Nov 15, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel