Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignatius Jonan wants a variety of policy innovations in the ESDM sector to be an opportunity for investors to do business in Indonesia.
"I know the world economy is not attractive, but this can be achieved where the economic outlook of Indonesia is better than global trends. This is an opportunity to invest after we have various (innovations) policy in the EMR sector, "said Jonan through a written statement on Sunday (5/11).
In front of US investors, Jonan explained some of the EMR sector policy innovations in the concept of #EnergiBer justice,
among others the utilization of renewable energy (EBT) at affordable prices, reform the business certainty of power purchase agreement (PPA) with Minister of Energy and Mineral Resources Regulation No. 49 of 2017, and change the rendering system on oil and gas working area (WK) with online system.
Not enough, the government through the Ministry of Energy and Mineral Resources also changed the Production Sharing Cost (PSC) Cost Recovery to PSC Gross Split, revised Government Regulation No. 79 of 2010 into PP No. 27 of 2017, oil and gas refinery development by private business entities, simplify permissions.
Through the various policy innovations, investors are interested in various investment opportunities that have been provided, such as the 35,000 MW program that is still open to the private sector of six gigawatts (GW).
"This is a six GW opportunity is still open to invest. Will soon be opened and we will learn first the details, "he said.
Especially for potential renewable energy investment of 209 GW spread over 12 locations. More interestingly, local local BPP at I2 is more than the national average CPP. In addition, the ESDM Ministry has also undertaken reforms in the licensing field.
A total of 63 licenses have been transferred to the One-Stop Integrated License of the Capital Investment Coordinating Board (BKPM) so that currently there are only 15 licenses available in the Ministry of Energy and Mineral Resources covering six permits in the oil and gas subsector, six mineral and coal licenses, and three licenses in EBTKE subsector.
The World Bank places Indonesia 72nd in 2018 in Ease of Doing Business (EODB) in Indonesia. The rankings have their own success after 2017 in the 91st position or up 19 ranks.
One of the main indicators of the assessment is the ease of getting electricity access which also increased drastically from rank 49 in 2017 to 38 in 2018 or, up 23 ratings since 2016 from 61st rank.
Previously, the Upstream Oil and Gas Upstream Business Unit (SKK Migas) said that state revenues from upstream oil and gas up to 30 September 2017 reached 79 percent of the target set for this year.
"The realization of state revenue in line with the 2017 APBNP target is 12.20 billion US dollars, currently 79 percent," said Head of SKK Migas Amien Sunaryadi some time ago.
He explained that ifrealization of control on cost recovery (oil production costs) in accordance with the target of APBN 2017 is 7.76 billion US dollars or 73 percent of the target, amounting to 10.71 billion US dollars.
Meanwhile, the achievement of oil lifting (crude-ready oil) in 2017 as of September 30, 2017 reached 98 percent of the target. "The target of oil lifting according to APBNP 2017 is 815 Mbopd and now our achievement is 98 from the target.
IN INDONESIA
Inovasi Kunci Investeasi Sektor Migas
Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menginginkan adanya beragam inovasi kebijakan di sektor ESDM mampu menjadi peluang bagi para investor berbisnis di Indonesia.
“Saya tahu ekonomi dunia sedang tidak menarik, tapi ini yang bisa capai di mana outlook ekonomi Indonesia lebih bagus dari tren global. Ini adalah peluang berinvestasi setelah kami memiliki berbagai (inovasi) kebijakan di sektor ESDM,” ujar Jonan melalui keterangan tertulisnya, Ahad (5/11).
Di hadapan para investor Amerika Serikat, Jonan memaparkan beberapa inovasi kebijakan sektor ESDM dalam konsep #EnergiBerkeadilan, antara lain pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) dengan harga terjangkau, mereformasi kepastian bisnis power purchase agreement (PPA) dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 49 Tahun 2017, Serta mengubah sistem render pada Wilayah kerja (WK) migas dengan sistem online.
Tidak cukup sampai itu, pemerintah melalui Kementerian ESDM juga mengganti Production Sharing Cost (PSC) Cost Recovery menjadi PSC Gross Split, merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 inenjadi PP Nomor 27 Tahun 2017, pengembangan kilang migas oleh badan usaha swasta, serta menyerdehanakan perizinan.
Melalui berbagai inovasi kebijakan tadi, para investor meminati berbagai peluang investasi yang sudah disediakan, seperti program 35.000 MW yang masih terbuka untuk swasta sebesar enam gigawatt (GW).
“Ini adalah peluang enam GW masih terbuka untuk berinvestasi. Akan segera dibuka dan akan kami pelajari dulu detailnya,” tuturnya.
Khusus untuk potensi investasi energi terbarukan sebesar 209 GW yang tersebar di 12 lokasi. Lebih menarik lagi, BPP lokal setempat pada I2 lokasi tersebut lebih beset dari rata-rata BPP nasional. Di samping itu, Kementerian ESDM juga telah melakukan reformasi di bidang perizinan.
Sebanyak 63 perizinan telah dialihkan ke Perizinan Terpadu Satu Pintu Badan Koordinasi Penanaman Modal (PTSP-BKPM) sehingga saat ini perizinan yang ada di Kementerian ESDM hanya ada 15. yang meliputi enam izin di subsektor migas, enam izin mineral dan batubara, dan tiga izin di subsektor EBTKE.
Bank Dunia (World Bank) menempatkan Indonesia ke peringkat 72 di tahun 2018 dalam Kemudahan Berusaha (Ease of Doing Business/EODB) di Indonesia. Peringkat tersebut merumpakan keberhasilan tersendiri setelah pada tahun 2017 menenipati posisi Ke-91 atau naik 19 peringkat.
Salah satu indikator utama atas penilaian tersebut adalah kemudahan mendapat akses listrik (getting electricity) yang juga mengalami peningkatan peringkat secara drastus dari peringkat 49 di tahun 2017 menjadi 38 di tahun 2018 atau, naik 23 peringkat sejak tahun 2016 dari peringkat 61.
Sebelumnya Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan, penerimaan negara dari sektor hulu migas hingga 30 September 2017 mencapai 79 persen dari target yang ditetapkan untuk tahun ini.
"Realisasi penerimaan negara sesuai target APBNP 2017 adalah 12,20 miliar dolar AS, saat ini sudah 79 persen," kata Kepala SKK Migas
Amien Sunaryadi beberapa waktu lalu.
Ia menjelaskan, ifealisasi pengendalian atas cost recovery (biaya produksi minyak) sesuai target APBN 2017 adalah 7,76 miliar dolar AS atau sudah 73 persen dari target, yaitu sebesar 10,71 miliar dolar AS.
Sedangkan, capaian lifting minyak (minyak mentah-siap jual) pada tahun 2017 per 30 September 2017 mencapai 98 persen dari target. "Target lifting minyak sesuai APBNP 2017 adalah 815 Mbopd dan saat ini pencapaian kita sudah 98 dari target.
Republika, Page-13, Monday, Nov 6, 2017
No comments:
Post a Comment