At a time of various challenges facing the company for 9 months in 2017, PT Pertamina still make a profit of US $ 1.99 billion. This is due to an increase in operating performance and efficiency that can withstand the increase of Cost of Goods Sold (COGS) and operating expenditure (Opex) only at 27% level.
"Pertamina is still able to record profits, at the time of assignment in the provision of Fuel (BBM) for the people throughout Indonesia, with prices according to the provisions of the government.
Pertamina also maximally undertakes austerity measures from procurement in the upstream and downstream sectors without disrupting operations and not reducing quality, "Pertamina President Director Elia Massa Manik told reporters during the 3rd Quarter End of 2017 exposure in Jakarta on Thursday (2/10).
Recorded, the average price of ICP crude oil during 9 months 2017 rose 29 percent from the same period in 2016. Pertamina's revenue only rose 18 percent, from US $ 26.62 billion to US $ 31.38 billion with the mandate of BBO fuel distribution with prices unchanged.
Massa added that in reference to the fuel price calculation formula, Pertamina's financial performance is better, with revenues reaching US $ 32.8 billion and nett income of US $ 3.05 billion.
Nevertheless, Massa emphasized that the income difference has been returned as Pertamina's contribution to the public, to cover the difference in fuel price of US $ 1.42 billion (excluding Rp 19 trillion), excluding contributions in the form of VAT and PBBKB. Although, the value is needed Pertamina for investment in the upstream sector, refineries and other strategic projects.
Positive performance is also obtained from oil production during January-September 2017 reached 342 thousand barrels per day (MBOPD) or grew 11% over the same period of 2016 amounted to 309 MBOPD.
Gas production grew by 4% from 1,953 cubic feet per day (MMSCFD) in the January-September 2016 period to 2,030 MMSCFD in the same period of 2017. So total oil and gas production increased 7%, from 646 thousand barrels while oil per day (MBOEPD) to 693 MBOEPD.
Meanwhile, geothermal performance experienced a significant growth of 31 percent from 2,233 (Giga Watt Hour (GWh) in the first nine months of 2016 to 2,932 in the same period in 2017.
"The increase of Pertamina's geothermal production demonstrates the company's high commitment to the development of new environmentally friendly renewable energy, as well as to boost the electrification ratio of geothermal with installed capacity of geothermal power plant which currently reaches 587 MW," Massa said.
In the field of New & Renewable Energy (NRE) for electricity, Pertamina has developed several Initiatives, namely PLTS Project in Pertamina, Subsidiaries and B to B with other companies with capacity up to 80 MW.
Pertamina's efforts to encourage people to use environmentally friendly fuel to comply with the Regulation of the Minister of Environment and Forestry No. 20 of 2017 on the New Type of Automotive Gas Disposal Cycle of New Type Category M, N, and O, which began in 2018 gradually until 2021, the Government will apply low sulfur fuel, with EURO 4 standards.
To meet the regulation, Pertamina this year has produced low sulfur fuel as per EURO 4 standards. Among them are Pertamax Turbo High Quality and Pertamax High Quality in RU VI Balongan, Pertamax High Quality in RU IV Cilacap, and Pertadex High Quality in RU II Dumai and RU V Balikpapan.
Such environmentally friendly fuel production has also affected the pattern of changes in public consumption. Premium consumption (Ron 88) has shifted to quality fuel products, where the composition of gasoline fuel consumption in the nine-month period 2017, is Premium reached 39.9 percent, Pertalite (RON 90) 42.21 percent, Pertamax (RON 92) of 17 , 1 percent and Pertamax Turbo (RON 98) of 0.8 percent.
Similarly, the composition of diesel fuel consumption also experienced a shift. In September 2017, diesel consumption composition recorded Solar / Bio 96.4 percent, Dexlite 2.3 percent and Pertamina Dex 1.3 percent.
Meanwhile, to encourage national energy security, Pertamina continues the mega development project of the refinery, keeping in mind the precautionary principle and adhering to the timeliness of realistic project implementation.
Pertamina will also raise the fuel product standard of RDMP (Rennery Development Masterplan Program) projects in which all BBM products produced will be EURO V standard.
In the upstream sector, Pertamina has realized one of the government's priority projects, the unitization of the Tiung Biru Jambaran Field, which has been grounded in September 2017. The field has a high complexity with 34% CO2 content, 330 million cubic feet per day (MMSCFD) and gas production of 172 MMSCFD.
Tiung Biru's can overcome the gas supply deficit and revive the industry in Java when and East Java, with gas reserves of 2.5 trillion cubic feet (TCF). In this project, Pertamina has invested US $ 1.547 billion. Currently Pertamina is also focusing on preparing for the management of the Mahakam Block which will start in January 2018.
"We want to make sure that the management of the gas field in Kutai East Kalimantan is going well. In this year we will drill 15 wells projected to produce on January 1, 2018 when Pertamina becomes operator "said Massa.
IN INDONESIA
Pertamina Cetak Laba US$ 1,9 M
Di saat berbagai tantangan yang dihadapi perusahaan selama 9 bulan pada 2017, PT Pertamina tetap mencetak laba sebesar US$ 1,99 miliar. Hal ini karena adanya peningkatan kinerja operasi dan efisiensi yang dapat menahan Iaju peningkatan Cost of Goods Sold (COGS) dan operating expenditure (Opex) hanya di tingkat 27%.
“Pertamina masih tetap bisa mencatatkan laba, di saat penugasan dalam penyediaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bagi masyarakat di seluruh Indonesia, dengan harga sesuai ketetapan pemerintah.
Pertamina juga secara maksimal melakukan langkah-langkah penghematan dari pengadaan di sektor hulu dan hilir tanpa mengganggu operasional dan tidak mengurangi kualitas,”kata Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik kepada wartawan saat paparan Kinerja Kuartal III 2017 di Jakarta, Kamis (2/10).
Tercatat, harga minyak mentah ICP rata-rata selama 9 bulan 2017 naik 29 persen dari periode yang sama pada 2016. Pendapatan Pertamina hanya naik 18 persen, yakni dari US$ 26,62 miliar menjadi US$ 31,38 miliar dengan amanat pendistribusian BBM PSO dengan harga yang tidak berubah.
Massa menambahkan apabila mengacu pada formula penghitungan harga BBM, kinerja keuangan Pertamina lebih baik, dimana pendapatan bisa mencapai US$ 32,8 miliar dan nett income US$ 3,05 miliar.
Namun demikian, Massa menekankan bahwa selisih pendapatan tersebut telah dikembalikan sebagai kontribusi Pertamina kepada masyarakat, untuk menutup selisih harga jual BBM sebesar US$ 1,42 miliar (sekitar Rp 19 triliun), belum termasuk kontribusi dalam bentuk PPN dan PBBKB. Walaupun, nilai tersebut sangat dibutuhkan Pertamina untuk investasi di sektor hulu, kilang dan proyek-proyek strategis lainya.
Kinerja positif juga diperoleh dari produksi minyak sepanjang Januari-September 2017 mencapai 342 ribu barel per hari (MBOPD) atau tumbuh 11% dibandingkan periode sama 2016 sebesar 309 MBOPD. Sedangkan, produksi gas tumbuh 4% dari 1.953 jula kaki kubik per hari (MMSCFD) pada periode januari-September 2016, menjadi 2.030 MMSCFD pada periode yang sama 2017. Sehingga total produksi minyak dan gas mengalami kenaikan 7 persen, dari 646 ribu barel sementara minyak per hari (MBOEPD) menjadi 693 MBOEPD.
Sementara itu, kinerja panas bumi mengalami pertumbuhan cukup signifikan yakni 31 persen dari 2.233 (Giga Watt Hour (GWh) pada sembilan bulan pertama 2016 menjadi 2.932 pada periode sama tahun 2017.
“Peningkatan produksi geothermal Pertamina menunjukkan komitmen tinggi perusahaan terhadap pengembangan energi baru terbarukan yang ramah lingkungan, serta mendorong peningkatan rasio elektrifikasi dari panas bumi dengan kapasitas terpasang Pembangkit Listrik Tanaga panas Bumi yang saat ini mencapai 587 MW," kata Massa.
Di bidang New & Renewable Energy (NRE) untuk kelistrikan, Pertamina telah mengembangkan beberapa Inisiatif yaitu, Proyek PLTS di di wilayah kerja Pertamina, Anak Perusahaan dan B to B bersama perusahaan lain dengan kapasitas hingga 80 MW.
Upaya Pertamina mendorong masyarakat menggunakan bahan bakar ramah lingkungan guna memenuhi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 20 Tahun 2017 tentang Baku Mutu Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru Kategori M, N, dan O, dimana mulai tahun 2018 secara bertahap hingga tahun 2021, Pemerintah akan menerapkan BBM berkadar sulfur rendah, dengan standar EURO 4.
Untuk memenuhi aturan tersebut, Pertamina di tahun ini telah menghasilkan BBM rendah sulfur sesuai standar EURO 4. Diantaranya Pertamax Turbo High Quality dan Pertamax High Quality di RU VI Balongan, Pertamax High Quality di RU IV Cilacap, serta Pertadex High Quality di RU II Dumai dan RU V Balikpapan.
Produksi BBM ramah lingkungan tersebut juga telah mempengaruhi pola perubahan konsumsi masyarakat. Konsumsi Premium (Ron 88) telah bergeser ke produk BBM berkualitas, dimana komposisi konsumsi BBM jenis gasoline pada periode sembilan bulan 2017, adalah Premium mencapai 39,9 persen, Pertalite (RON 90) 42,21 persen, Pertamax (RON 92) sebesar 17,1 persen dan Pertamax Turbo (RON 98) sebesar 0,8 persen.
Demikian pula, komposisi konsumsi BBM jenis diesel juga mengalami pergeseran. Pada September 2017, komposisi konsumsi diesel tercatat Solar/ Bio 96,4 persen, Dexlite 2,3 persen dan Pertamina Dex 1,3 persen.
Sementara itu, untuk mendorong ketahanan energi nasional, Pertamina terus melanjutkan mega proyek pengembangan kilang, dengan tetap memperhatian prinsip kehati-hatian dan berpegang pada tata waktu pelaksanaan proyek yang realistis.
Pertamina juga akan meningkatkan standar produk BBM proyek-proyek RDMP (Rennery Development Masterplan Program) dimana seluruh produk BBM yang dihasilkan akan berstandar EURO V.
Di sektor hulu, Pertamina telah merealiasasikan salah satu proyek prioritas pemerintah yakni unitisasi Lapangan Jambaran Tiung Biru, yang sudah groundberaking pada September 2017. Lapangan yang memiliki kompleksitas tinggi dengan kandungan CO2 34%, fasilitas pemrosesan gas 330 juta kaki kubik per hari (MMSCFD), dan produksi gas jual 172 MMSCFD.
Jambaran Tiung Biru dapat mengatasi defisit pasokan gas dan menghidupkan industri di Jawa saat dan Jawa Timur, dengan cadangan gas sebesar 2.5 triliun kaki kubik (TCF). Dalam proyek ini, Pertamina telah menginvestasikan dana sebesar US$ 1,547 miliar.
Saat ini Pertamina juga fokus untuk mempersiapkan alih kelola Blok Mahakam yang akan dimulai pada Januari 2018.
“Kami ingin memastikan alih kelola ladang gas di Kutai Kalimantan Timur itu berlangsung sebaik-baiknya. Di tahun ini kami akan mengebor 15 sumur yang diproyeksikan berproduksi pada 1 Januari 2018 saat Pertamina menjadi operator" pungkas Massa.
Investor Daily, Page-9, Friday, Nov 3, 2017
No comments:
Post a Comment