PLN is holding a tender for gas infrastructure for central Indonesia
PT Perusahaan Gas Negara Milik (PGN) together with a consortium of PT Pertamina and Engie, a French company, passed the first stage of tender gas infrastructure for Central Indonesia organized by PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). The PGN-Pertamina-Engie Consortium is preparing for the second phase of selection, which is natural gas commercial offerings.
So far, PGN is quite confident the project will belong to the consortium it follows. Understandably, only the PGN consortium passed the first phase of the tender for Central Indonesia's gas infrastructure.
"Of the many that we participate in, one already announces, but stage one, that is Central Indonesia, it is definitely PGN and
Pertamina, "said Mugiono, President Director of PGN LNG Indonesia, Wednesday (15/11).
In the consortium, the three companies have shares of approximately 30% each. Pertamina is still the majority shareholder, because its shares are slightly larger than PGN and Engie.
If it passes the second phase of the tender for the Central Indonesia gas project, the consortium will then seek its funds. The investment value of Central Indonesia's gas infrastructure project, Mugiono said, is around US $ 1 billion.
This consortium has been thinking of doing project financing aka loans to finance this project. If you already get a loan, the next stage is to do financial closing within the span of six months to 12 months. The next process is the Gas Sale and Purchase Agreement and build the infrastructure in ten locations.
"This is the biggest project in the world, it has never been like this," Mugiono claims.
In this Central Indonesia project, the PGN consortium will build floating storage regasification units (FSRUs), receiving terminals, to operate gas transport vessels that will connect 10 locations in the central Indonesia region in Kalimantan, Sulawesi and Nusa Tenggara West (NTB).
"There is one FSRU, two LNG feeder vessels, small LNG vessels are around, so the ship will carry LNG from the FSRU delivered to the cluster and will be divided into two clusters, so there are two LNG feeder," he explained.
Mugiono said the project requires natural gas of about 150 million cubic feet per day, aka million standard cubic feet per day (mmscfd). The gas supply will be taken from the consortium of domestic gas production.
"This year and next year, still a surplus, Head of SKK Migas said there are still 70 LNG cargoes next year, next year still
which is uncommitted, "Mugiono said.
If domestic gas supply declines, Pertamina has prepared sufficient LNG supply for this project.
"From the domestic market, Pertamina has LNG portfolio as well, so it is safe, Pertamina has LNG supply, infrastructure development," said Mugiono.
In addition, PGN still has cheap gas supplies from the United States, namely from Fasken Block. The subsidiary of PGN in the upstream oil and gas sector, Saka Energi Indonesia is indeed noted to have about 36% stake in Fasken Block.
"At any time if domestic LNG prices are less competitive, PGN will bring gas from America, it's cheap shale gas," he said.
Overall, PGN is optimistic about LNG business prospects and potential after this central Indonesia project. Currently, only western Indonesia already has facilities and gas infrastructure.
Part of the new gas infrastructure was built by issuers of shares coded PGAS on the Indonesia Stock Exchange. Its location is in Sumatra, South Sumatra West Java (SSWJ), Duri-Dumai, Singapore or infrastructure in Java Island.
"But if we talk Borneo, Sulawesi, Papua moreover, it must use LNG, because the number is small, spread far," explained Mugiono.
Mugiono is optimistic that in the future the company's LNG business will replace the gas pipeline business in PGN.
"Along with the decline in conventional gas reserves, LNG will replace the main role of gas pipelines," he said.
IN INDONESIA
PGN dan Pertamina Pasok Gas Alam PLN
PLN sedang mengadakan tender infrastruktur gas untuk Indonesia tengah
PT Perusahaan Gas Negara Milik (PGN) bersama konsorsium PT Pertamina dan Engie, perusahaan asal Prancis, lolos tahap I tender infrastruktur gas untuk Indonesia Tengah yang diselenggarakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN). Konsorsium PGN-Pertamina-Engie ini sedang bersiap mengikuti seleksi tahap II, yaitu penawaran komersial gas alam.
Sejauh ini, PGN cukup yakin proyek tersebut akan menjadi milik konsorsium yang diikutinya. Maklum, hanya konsorsium PGN yang lolos tahap pertama tender infrastruktur gas Indonesia Tengah.
"Dari sekian banyak yang kami ikut, satu yang sudah ada pengumuman, tapi tahap satu, itu Indonesia Tengah, itu sudah pasti PGN dan Pertamina," kata Mugiono, Direktur Utama PGN LNG Indonesia, Rabu (15/11).
Dalam konsorsium tersebut, ketiga perusahaan memiliki saham masing-masing sekitar 30%. Pertamina masih menjadi pemegang saham mayoritas, karena jumlah sahamnya sedikit lebih besar daripada PGN dan Engie.
Jika lolos tahap kedua tender proyek gas Indonesia Tengah, konsorsium ini selanjutnya mencari dananya. Nilai investasi proyek infrastruktur gas Indonesia Tengah, Mugiono menyebutkan, sekitar US$ 1 miliar.
Konsorsium ini telah memikirkan melakukan project financing alias pinjaman untuk membiayai proyek ini. Jika sudah mendapatkan pinjaman, tahap selanjutnya adalah melakukan financial closing dalam rentang waktu enam bulan hingga 12 bulan. Proses selanjutnya adalah Perjanjian Jual Beli Gas dan membangun infrastuktur di sepuluh lokasi.
"Ini merupakan proyek terbesar di dunia. Belum pernah ada seperti ini," klaim Mugiono.
Dalam proyek Indonesia Tengah ini, konsorsium PGN memang akan membangun terminal gas terapung alias floating storage regasification unit (FSRU), receiving terminal, hingga mengoperasikan kapal pengangkut gas yang akan menghubungkan 10 lokasi di kawasan Indonesia tengah yang berada di Kalimantan, Sulawesi, dan Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Ada satu FSRU, dua kapal LNG feeder, kapal LNG yang kecil-kecil yang keliling. Jadi kapal ituakan membawa LNG dari FSRU diantar ke klaster. Nanti akan dibagi dua klaster, makanya ada dua LNG feeder, jelasnya".
Mugiono menyebutkan proyek ini membutuhkan gas alam sekitar 150 juta kaki kubik per hari alias million standard cubic feet per day (mmscfd). Pasokan gas ini akan diambil konsorsium tersebut dari produksi gas dalam negeri.
"Tahun ini dan tahun depan, masih surplus. Kepala SKK Migas mengatakan masih ada 70 kargo LNG tahun depan, tahun depan masih ada yang uncommitted," ungkap Mugiono.
Jika pasokan gas domestik menurun, Pertamina telah menyiapkan pasokan LNG yang cukup untuk proyek ini.
"Dari domestik masih ada, tapi Pertamina punya portofolio LNG juga, jadi aman. Pertamina memiliki pasokan LNG, membangun infrastruktur," kata Mugiono.
Selain itu, PGN masih memiliki pasokan gas murah dari Amerika Serikat, yaitu dari Blok Fasken. Anak usaha PGN di sektor hulu migas, Saka Energi Indonesia memang tercatat memiliki sekitar 36% saham di Blok Fasken.
"Kapan saja apabila harga LNG domestik kurang kompetitif, PGN akan membawa gas dari Amerika. Itu shale gas murah," katanya.
Secara keseluruhan, PGN optimistis terhadap prospek dan potensi bisnis LNG setelah ada proyek Indonesia tengah ini. Saat ini, hanya Indonesia bagian barat yang sudah memiliki fasilitas dan infrastruktur gas.
Sebagian dari infrastruktur gas yang baru itu dibangun oleh emiten saham yang berkode PGAS di Bursa Efek Indonesia itu. Lokasinya berada di Sumatra, South Sumatera West Java (SSWJ), Duri-Dumai, Singapura atau infrastruktur di Pulau Jawa.
"Tapi kalau kami bicara Kalimantan, Sulawesi, Papua apalagi, itu harus menngunakan LNG, karena jumlahnya kecil, menyebar jauh-jauh," jelas Mugiono.
Mugiono optimistis bahwa ke depan bisnis LNG perusahaan ini akan menggantikan bisnis pipa gas di PGN.
"Seiring dengan penurunan cadangan gas konvensional, LNG akan menggantikan peranan utama dari gas pipa," tandasnya.
Kontan, Page-14, Thursday, Nov 16, 2017
No comments:
Post a Comment