The Ministry of Energy and Mineral Resources will announce the results of a study of Kepodang Field's gas reserves, Muriah Block in early 2018.
Ministry of Energy and Mineral Resources through the Institute of Oil and Gas Research (Lemigas) is conducting Kepodang Field study related to emergency or kahar. Grand force alone is an event that emerges outside the control of the contractor affecting operations in the field.
Muriah Block operator Petronas Cargali Muriah Limited declared Kepodang Field Majority in early June 2017. The gas and oil and gas field located on the north coast of Java plummeted. It caused the gas and field disbursements to fall well under an agreed contract.
Block Petronas Cargali Muriah Limited
Member of Lemigas Exploitation Research and Technology Development Program Group and Andy Setyo said that it is still undertaking a study on the subsurface to know the field reserves that start its first production in 2015.
According to him, until now can not be produced picture of reserve condition of Kepodang Field. He estimates that the process will be completed in the next 2-3 months.
"Hopefully, next year there will be a result," he said after attending the Global Methane Initiative Workshop at SKK Migas office on Monday (20/11). Under the gas sale and purchase agreement (PJBG), Kepodang field will supply 116 million cubic feet per day (MMSCFD) gas for 12 years to the Tambaklorok Steam Power Plant (PLTGU) in Semarang City.
However, with these conditions, Kepodang Field still has a gas distribution commitment until 2018 with daily production of about 70 MMscfd. Previously, Director of Upstream Oil and Gas Business Development of the Ministry of ESDM Tunggal said that conditions in the field showed that gas from Kepodang Field could not meet the distribution according to the contract.
On the block, Petronas Carigali Muriah Limited controls 80% participation stake and Saka Energi Muriah Limited by 20%.
NOT FULL OF CONTRACT
"Production capability does not match initial estimates at the time of field development so that the impact can not meet contracts with buyers," he said.
Deputy for Oil and Gas Operations SK Migas Fataryani Abdurahman said that as a result of the force's condition, Petronas is only able to supply 70 MMSCFD of contract deal of 116 MMscfd.
With gasoline powered by Petronas Caligali Muriah Limited as operator, gas supply will be distributed until 2018. Gas Kepodang sells for US $ 4.61 per MMBtu with escalation of 8.6% per year which is channeled to PLTGU Tambaklorok 1,000 megawatt (MW) . The gas that generates 600 MW of electricity is channeled through the Kepodang-Tambaklorok gas pipeline.
He explains, the declaration of majeure from the operator will be the basis to revise the contract of sale and purchase of gas. However, he said, need to wait opinion from the Research Institute of Oil and Gas, Ministry of Energy and Mineral Resources. In accordance with the gas sale and purchase agreement, the Oil and Gas Research Institute has been appointed as an independent party entitled to give opinion in the event of a force majeure.
"Thus, the declaration of the powers is necessary to revise the PJBG [Gas Sales and Purchase Agreement]. That is to prove, "he said.
IN INDONESIA
Kajian Kepodang Selesai Awal 2018
Kementerian ESDM akan mengumumkan hasil kajian cadangan gas bumi Lapangan Kepodang, Blok Muriah pada awal 2018.
Kementerian ESDM melalui Lembaga Penelitian Migas (Lemigas) sedang melakukan kajian Lapangan Kepodang terkait dengan kondisi darurat atau kahar. Kondisi kahar sendiri merupakan kejadian yang muncul di luar kendali kontraktor yang memengaruhi operasi di lapangan.
Operator Blok Muriah, Petronas Cargali Muriah Limited mendeklarasikan kahar Lapangan Kepodang pada awal Juni 2017. Pasokan gas dan lapangan migas yang berlokasi pantai utara Jawa itu turun drastis. Hal itu menyebabkan penyaluran gas dan lapangan itu jauh berada di bawah kontrak yang telah disepakati.
Anggota Kelompok Program Penelitian dan Pengembangan Teknologi Eksploitasi Lemigas Andy Setyo mengatakan bahwa pihaknya masih melakukan kajian pada bagian bawah permukaan untuk mengetahui cadangan lapangan yang memulai produksi pertamanya pada 2015.
Menurutnya, hingga saat ini belum bisa dihasilkan gambaran kondisi cadangan Lapangan Kepodang. Dia memperkirakan proses itu diselesaikan pada 2-3 bulan mendatang.
“Mudah-mudahan awal tahun depan sudah ada hasil,” ujarnya usai menghadiri acara Global Methane Initiative Workshop di kantor SKK Migas, Senin (20/11). Dalam perjanjian jual beli gas (PJBG), lapangan Kepodang akan menyuplai gas sebesar 116 juta kaki kubik per hari (MMSCFD) selama 12 tahun ke Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Tambaklorok di Kota Semarang.
Namun, dengan kondisi tersebut, Lapangan Kepodang masih memiliki komitmen penyaluran gas hingga 2018 dengan produksi harian sekitar 70 MMscfd. Sebelumnya, Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Tunggal mengatakan bahwa kondisi di lapangan itu menunjukkan bahwa gas dari Iapangan Kepodang tidak bisa memenuhi penyaluran sesuai kontrak.
Pada blok tersebut, Petronas Carigali Muriah Limited menguasai saham partisipasi sebesar 80% dan Saka Energi Muriah Limited sebesar 20%.
TIDAK PENUHI KONTRAK
“Kemampuan produksi tidak sesuai dengan perkiraan awal pada waktu pengembangan lapangan sehingga dampaknya tidak dapat memenuhi kontrak dengan pembeli,” ujarnya.
Deputi Operasi SKK Migas Fataryani Abdurahman mengatakan bahwa sebagai akibat kondisi kahar itu, Petronas hanya mampu memasok gas sebanyak 70 MMSCFD dari kesepakatan kontrak sebanyak 116 MMscfd.
Dengan kondisi kahar yang telah disampaikan Petronas Caligali Muriah Limited sebagai operator, pasokan gas akan disalurkan hingga 2018. Gas Kepodang dijual seharga US$ 4,61 per MMBtu dengan eskalasi 8,6% per tahun yang disalurkan ke PLTGU Tambaklorok sebesar 1.000 megawatt (MW). Gas yang menghasilkan listrik 600 MW itu disalurkan melalui ruas pipa gas Kepodang-Tambaklorok.
Dia menjelaskan, deklarasi kahar dari pihak operator akan menjadi dasar untuk melakukan revisi kontrak jual beli gas. Namun, dia menyebut, perlu menanti opini dari Lembaga Penelitian Migas, Kementerian ESDM. Sesuai dengan perjanjian jual beli gas, Lembaga Penelitian Migas telah ditunjuk sebagai pihak independen yang berhak memberikan opini dalam hal terjadinya kahar.
“Jadi, deklarasi keadaan kahar ini diperlukan untuk merevisi PJBG [Perjanjian Jual Beli Gas]. Justru itu untuk membuktikan,” katanya.
Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Nov 21, 2017
No comments:
Post a Comment