google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Looking at National Gas Supply & Demand Projection - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Wednesday, December 6, 2017

Looking at National Gas Supply & Demand Projection



In May 2017, the government launched two books on the national gas balance and the National Gas Infrastructure Master Plan 2016-2035. In the event opened by the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignasius Jonan, the two books are distributed to the invitees who are related parties in the upstream to downstream gas business.

Both books are interrelated because there should be a picture of the volume of supply and relevant gas requirements so that infrastructure development planning can be more appropriate to the economic life of the infrastructure. However, when the number of images that the state does not require the option of bringing in gas supplies from the outside, the gas balance data listed in the book does not present a picture supporting the assumption.

The book states that based on the assumption of contracted demand or demand for contracted and committed demand gas, domestic gas supply is still able to meet the needs until 2021. Meanwhile, the import option can be done to cover potential demand, ie in 2022. Imports can only be realized with existing infrastructure.

The table states that in 2016 the country lacks gas supply of 1.212 million standard cubic feet per day / MMscfd due to domestic demand from contracted gas demand of 7302 MMscfd and a demand commitment of 653 MMscfd. On the other hand, the supply capability of 6,744 MMscfd.

That is, referring to that figure, the country has needed gas supply from outside of 1.212 MMscfd in 2016. In fact, in 2016, there is no supply of gas from abroad. If there is a supply of gas from imports, how can the supply flow because there are only four gas storage and regasification facilities in the country.

The infrastructure problem becomes one of the obstacles to gas absorption in the country. To date, only sectors electrification is a mainstay to absorb domestic gas. As an illustration, for the electricity sector, it has been allocated 51 cargoes with 3 cargoes of which have been returned to the government and sold to the spot market.

NOT RELEVANT

In his presentation, Director of Commerce of PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Danny Praditya said that the gas balance becomes the basis in establishing the master plan of gas infrastructure development. However, according to Danny, the government has not used the relevant data as the foundation for the development of gas infrastructure in the country.

For example, he mentioned, there is still a difference between projection and realization. In the PGN data, the realization of gas absorption, in 2016 absorbed gas with a volume of 6,676 billion British thermal units per day (BBtud) from the planned 8,072 BBtud. That matter also occurred in 2015 with an estimated gas demand of 8,921 BBtud, only 6,754 BBtud is absorbed.

For domestic gas utilization plan, the government has determined that by 2050 its utilization will reach 240 million ton equivalent oil equivalent (Mtoe), while the current condition is only 38 Mtoe. By 2025, the government will press export gas volume to 20% and stop exports by 2036.

In terms of infrastructure development, the government estimates an investment requirement of US $ -48.2 billion to realize massive infrastructure development such as gas pipeline from 2015 to 2030. Currently, only about 20% of the infrastructure is built.

"Gas balance missed, how can build the infrastructure," he said when giving exposure in the Forum Energizing Indonesia, Wednesday (22/11).

He considered, the creation of a gas balance should be made based on contracted demand rather than the volume of gas that can only be paid. The data will decide whether the development can be in accordance with the government's target is also quite economical for business actors to get involved in the downstream gas sector.

On the other hand, to build a gas infrastructure, it needs a comprehensive planning of the user side of the gas. The reason is, how to create demand because domestic gas supply still exists, but its absorption still not according to commitment in contract.

The existence of integrated approach [approach] is not only seen from the side of oil and gas alone, but from the industry side. Today's problems are in the market creation [creating the gas market], "he said.

Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar said that until now it is still doing improvements in gas balance data. According to him, there are already projected numbers of demand and demand for natural gas, but still in the discussion.

"There's a number already. Gas balance is being repaired "he said.

As a policy maker, it's a good idea to use the latest data as a base. Otherwise, it is not impossible to cause more gas infrastructure projects such as pipes, storage facilities and regasification until liquefied petroleum gas (LPG) is abandoned.

In fact, it may be that within the next few years, all government plans are never realized because they are not supported by valid data.

IN INDONESIA

Melihat Proyeksi Pasokan & Kebutuhan Gas Nasional


Pada Mei 2017, pemerintah meluncurkan dua buku tentang neraca gas nasional dan Rencana Induk Infrstruktur Gas Nasional 2016-2035. Dalam acara yang dibuka Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan itu, kedua buku dibagikan kepada para undangan yang merupakan pihak terkait di sektor usaha hulu hingga hilir gas.

Kedua buku tersebut saling berkaitan karena harus ada gambaran volume pasokan dan kebutuhan gas yang relevan sehingga perencanaan pembangunan infrastruktur yang bisa lebih sesuai dengan umur keekonomian infrastruktur. Namun, di saat banyaknya gambaran bahwa negara belum memerlukan opsi mendatangkan pasokan gas dari luar, data neraca gas yang dicantumkan dalam buku tidak menampilkan gambaran yang mendukung asumsi itu.

Dalam buku tercatat bahwa berdasarkan asumsi contracted demand atau permintaan gas terkontrak dan committed demand atau komitmen permintaan, pasokan gas dalam negeri masih mampu memenuhi kebutuhan hingga 2021. Adapun, opsi impor bisa dilakukan untuk menutupi permintaan potensial atau potential demand, yakni pada 2022. Impor pun hanya bisa terealisasi dengan infrastruktur yang ada.

Pada tabel tertulis bahwa pada 2016 negara kekurangan pasokan gas sebanyak 1.212 million standard cubic feet per day/MMscfd karena kebutuhan dalam negeri dari permintaan gas yang telah terkontrak sebesar 7.302 MMscfd dan komitmen permintaan sebesar 653 MMscfd. Di sisi lain, kemampuan suplai sebesar 6.744 MMscfd.

Artinya, mengacu pada angka itu, negara telah membutuhkan pasokan gas dari luar sebesar 1.212 MMscfd pada 2016. Kenyataannya, pada 2016, belum ada pasokan gas dari luar negeri. Jika ada pasokan gas dari impor, bagaimana pula pasokan itu bisa mengalir karena hanya terdapat empat fasilitas penyimpanan dan regasifikasi gas di dalam negeri.

Permasalahan infrastruktur menjadi salah satu penghambat penyerapan gas di dalam negeri. Hingga saat ini, hanya sektor ketenagalistrikan yang menjadi andalan untuk menyerap gas domestik. Sebagai gambaran, untuk sektor ketenagalistrikan, telah dialokasikan 51 kargo dengan 3 kargo di antaranya yang telah dikembalikan kepada pemerintah dan dijual ke pasar bebas (spot).

BELUM RELEVAN

Dalam paparannya, Direktur Niaga PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Danny Praditya mengatakan bahwa neraca gas menjadi dasar dalam menetapkan rencana induk pembangunan infrastruktur gas. Namun, menurut Danny, pemerintah belum menggunakan data yang relevan sebagai landasan pembangunan infrastruktur gas di Tanah Air.

Sebagai contoh, dia menyebut, masih terdapat selisih antara proyeksi dan realisasi. Pada data PGN, realisasi penyerapan gas, pada 2016 terserap gas dengan volume 6.676 billion British thermal unit per day (BBtud) dari rencana 8.072 BBtud. Hal itu pun terjadi pada 2015 dengan perkiraan permintaan gas sebesar 8.921 BBtud, hanya 6.754 BBtud yang terserap.

Untuk rencana utilisasi gas domestik, pemerintah menetapkan agar pada 2050 utilisasinya mencapai 240 juta ton setara minyak (million tonnes oil equivalent/Mtoe), sedangkan kondisi saat ini hanya sebesar 38 Mtoe. Pada 2025, pemerintah akan menekan volume gas ekspor hingga 20% dan menghentikan ekspor pada 2036.

Dari sisi pembangunan infrastruktur, pemerintah memperkirakan kebutuhan investasi sebesar US$-48,2 miliar untuk merealisasikan pembangunan infrastruktur seperti pipa gas secara masif sejak 2015 hingga 2030. Saat ini, hanya sekitar 20% infrastruktur yang terbangun.

“Gas balance meleset, bagaimana bisa membangun infrastruktumya,” ujarnya saat memberikan paparan dalam acara Forum Energizing Indonesia, Rabu (22/11).

Dia menilai, pembuatan neraca gas harus dibuat berdasarkan permintaan terkontrak bukan dari volume gas yang hanya sanggup dibayar. Data tersebut akan memutuskan apakah pembangunan bisa sesuai dengan target pemerintah juga cukup ekonomis bagi para pelaku usaha untuk ikut terlibat di sektor hilir gas.

Di sisi lain, untuk membangun infrastruktur gas, perlu perencanaan komprehensif dari sisi pengguna gas. Pasalnya, bagaimana untuk menciptakan permintaan karena pasokan gas dalam negeri masih ada, tetapi penyerapannya masih belum sesuai komitmen dalam kontrak.

Adanya integrated approach [pendekatan terintegrasi] tidak hanya melihat dari sisi migasnya saja, tetapi dari sisi industri. Masalah hari ini ada di market creation [menciptakan pasar gas],” katanya.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya masih melakukan perbaikan data neraca gas. Menurutnya, sudah ada angka-angka proyeksi kebutuhan dan permintaan gas bumi, tetapi masih dalam pembahasan.

“Sudah ada angkanya. Gas balance-nya sedang kita perbaiki" katanya.

Sebagai pembuat kebijakan, ada baiknya bila menggunakan data terkini sebagai basis. Bila tidak, bukan tidak mungkin menyebabkan semakin banyak proyek infrastruktur gas seperti pipa, fasilitas penyimpanan dan regasifikasi hingga kilang gas alam cair (liquefied petroleum gas/LPG) terbengkalai.

Bahkan, mungkin saja dalam kurun waktu beberapa tahun ke depan, semua rencana pemerintah tidak pernah terealisasi karena tidak didukung dengan data yang sahih.

Bisnis Indonesia, Page-30, Monday, Dec 4, 2017

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel