google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Positive Signals Exploration - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Friday, January 19, 2018

Positive Signals Exploration



Investment for oil and gas exploration activities in Indonesia this year is predicted to increase with the support of several indicators that began to improve. However, oil and gas companies are still cautious in order to maintain potential business risks that still occur in times of crude oil price fluctuations.

Executive Director of ReforMiner Komaidi Notonegoro said that when looking at some indicators, the investment climate for oil and gas exploration in Indonesia has the potential to move towards improvement. Some indicators are like, oil and gas prices are slowly starting to improve.

"Improved oil and gas price movements are in line with the global economy that is also beginning to show signs of improvement," he said.

The price of West Texas Intermediate crude oil is currently up US $ 64 per barrel, while the average price in 2017 is around US $ 60 per barrel. However, according to him, oil and gas companies operating in Indonesia are still looking for low-risk exploration areas. Because the business risks are still the main focus and the oil and gas companies.

"They [oil and gas companies] are still focused on business risks because the recovery of oil and gas prices is still moderate so far," he said.

In addition, he said, the regulation and licensing process is still a major challenge in oil and gas exploration investment in Indonesia.

"Period of regulation and licensing process is still a barrier to exploration investment expansion. Although the government has responded to the constraints positively. "

Previously, PetroChina International Companies had complained that the investment problem of upstream oil and gas sector in Indonesia is a licensing process that can take up to 1 year. This can create uncertainty in planning investment from the exploration and exploitation of oil and gas.

On the other hand, SKK Migas noted that upstream oil and gas investment value for exploration crosses in 2017 is still low. The investment of oil and gas exploration in Indonesia last year was only worth US $ 180,000 from the total investment of US $ 9.33 billion. In fact, over the past year, upstream oil and gas exploration is targeted to reach US $ 870,000.

"Therefore, in encouraging exploration investment in upstream oil and gas this needs support from various parties," said Head of SKK Migas Amien Sunaryadi.

MORE ACTIVE

In line with Indonesia, global oil and gas companies are predicted to be slightly more active in exploration investments by 2018. This is to boost production as oil and gas prices slowly improve. However, the expansion in the exploration is still limited because oil and gas companies are still prudent in considering the level of risk.

Global oil and gas companies are predicted to still drill fewer wells in 2017 and focus on encouraging more attractive commercial outcomes. In its official website, Wood Mackenzie estimates that global conventional exploration investment this year will be around US $ 37 billion or 7% lower compared to 2017, and 60% lower compared to 2014.

The share of oil and gas investment for exploration has shrunk to below 10% since 2016. The condition is also considered not to be recovered but formed a new normal situation.

Although the investment value for oil and gas exploration continues to trend lower compared to 2017, competition in this industry is considered to be more stringent. One of them is competition between national oil and gas company (BUMN) with the private company in getting quality production potential.

Ie, a global oil, and gas company called more hunting a simple well this year. In fact, almost half of oil and gas reserves are in deepwater areas, while oil and gas companies still avoid work areas with high costs, difficult logistics, and slow drill wells.

Overall, this year global oil and gas companies can already record double-digit profit increase. This is in line with such efficiency levels, reduced exploration costs by half since 2014 and avoiding expansion in fairly complex fields.

Hilmi Panigoro 

President Director of PT Medco Energi Internasional Tbk. Hilmi Panigoro said the trend of oil and gas exploration investment since 2014 has decreased due to the weakening world oil prices.

"If oil prices fall again, usually oil and gas companies tend to choose acquisitions that already produce rather than exploration. Later, if prices have risen, new investments start back more active, "he said.

Hilmi said the position of oil prices have started to improve this year so that there is a chance the company began to re-explore.

"If oil prices stay in a good position, hopefully, the exploration climate will go up as well.

IN INDONESIA

Sinyal Positif Eksplorasi


Investasi untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia pada tahun ini diprediksi dapat meningkat dengan dukungan beberapa indikator yang mulai membaik. Namun, perusahaan migas masih tetap berhati-hati demi menjaga risiko bisnis yang berpotensi masih terjadi di saat fluktuasi harga minyak mentah.

Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa bila melihat beberapa indikator, iklim investasi untuk eksplorasi migas di Indonesia memiliki potensi untuk menuju perbaikan. Beberapa indikator itu seperti, harga minyak dan gas yang perlahan mulai membaik.

“Pergerakan harga minyak dan gas yang membaik itu sejalan dengan ekonomi global yang juga mulai menunjukkan sinyal perbaikan," ujarnya.

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate saat ini terus menguat US$64 per barel, sedangkan rerata harga pada 2017 sekitar US$60 per barel, Namun, menurutnya, perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia masih mencari wilayah kerja eksplorasi yang memiliki risiko rendah.  Pasalnya, risiko bisnis masih menjadi fokus utama dan para perusahaan migas tersebut. 

“Mereka [perusahaan migas] masih fokus pada risiko bisnis karena pemulihan harga minyak dan gas sejauh ini masih moderat,” tuturnya.

Selain itu, dia menyebutkan, regulasi dan proses perizinan masih menjadi tantangan utama dalam investasi eksplorasi migas di Indonesia.

“MasaIah regulasi dan proses perizinan memang masih menjadi hambatan dalam ekspansi investasi eksplorasi. Walaupun pemerintah sudah merespons kendala itu dengan positif.”

Sebelumnya, PetroChina Internasional Companies sempat mengeluh kalau masalah investasi sektor hulu migas di Indonesia adalah proses perizinan yang bisa memerlukan waktu hingga 1 tahun. Hal itu dapat membuat ketidakpastian dalam merencanakan investasi dari sisi eksplorasi dan eksploitasi migas.

Di sisi lain, SKK Migas mencatat nilai investasi hulu migas untuk kegialan eksplorasi pada 2017 memang masih rendah. lnvestasi eksplorasi migas di Indonesia sepanjang tahun lalu hanya senilai US$ 180.000 dari total investasi US$ 9,33 miliar.  Padahal, sepanjang tahun lalu, investasi eksplorasi hulu migas ditargetkan bisa mencapai US$ 870.000.

“Untuk itu, dalam mendorong investasi eksplorasi pada hulu migas ini perlu dukungan dari berbagai pihak,” ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

LEBIH GIAT

Selaras dengan Indonesia, perusahaan migas global pun diprediksi sedikit lebih giat dalam investasi eksplorasi pada 2018. Hal itu untuk mendorong produksi di saat tren harga minyak dan gas yang perlahan membaik. Namun, ekspansi pada eksplorasi itu masih terbatas karena perusahaan migas masih cenderung berhati-hati dalam mempertimbangkan tingkat risiko. 

Perusahaan migas global diprediksi masih lebih sedikit mengebor sumur pada 2017 dan fokus dalam mendorong hasil komersial yang lebih atraktif. Dalam situs resminya, Woodmackenzie memperkirakan investasi eksplorasi konvensional global pada tahun ini sekitar US$ 37 miliar atau 7% lebih rendah dibandingkan dengan 2017, serta 60% lebih rendah dibandingkan dengan 2014.

Porsi investasi migas untuk eksplorasi itu telah menyusut hingga berada di bawah 10% sejak 2016. Kondisi itu pun dinilai tidak akan pulih, tetapi membentuk situasi normal baru.

Kendati nilai investasi untuk eksplorasi migas tetap melanjutkan tren lebih rendah dibandingkan dengan 2017, persaingan pada industri ini dinilai semakin ketat. Salah satunya persaingan antara perusahaan migas nasional (BUMN) dengan perusahaan swasta dalam mendapatkan potensi produksi yang berkualitas.

Ialu, perusahaan migas global disebut lebih memburu sumur yang sederhana pada tahun ini. Padahal, hampir setengah cadangan migas berada di kawasan perairan dalam, sedangkan perusahaan migas masih menghindari wilayah kerja dengan biaya tinggi, logistik sulit, dan bor sumur yang lambat.

Secara keseluruhan, pada tahun ini perusahaan migas global sudah bisa mencatatkan kenaikan profit dua digit. Hal itu seiring dengan tingkat efisiensi seperti, biaya eksplorasi yang sudah berkurang separuhnya sejak 2014 dan menghindari ekspansi pada lapangan yang cukup kompleks.

Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. Hilmi Panigoro mengatakan, tren investasi eksplorasi migas sejak 2014 mengalami penurunan karena disebabkan pelemahan harga minyak dunia.

“Kalau harga minyak lagi turun, biasanya perusahaan migas cenderung memilih akuisisi yang sudah berproduksi ketimbang eksplorasi. Nanti, kalau harga sudah naik, baru investasi mulai kembali lebih giat,” ujarnya.

Hilmi menyebutkan, posisi harga minyak sudah mulai membaik pada tahun ini sehingga ada peluang perusahaan mulai kembali melakukan eksplorasi. 

“Kalau harga minyak terjaga pada posisi yang baik, mudah-mudahan iklim eksplorasi kembali naik juga.

Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Jan 16, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel