google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Residents Refuse Rosneft Refinery - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Saturday, January 6, 2018

Residents Refuse Rosneft Refinery



Meeting with Pertamina Back Deadlock

The process of land acquisition owned by villagers of Remen and Mentoso Village, Jenu Sub-district, Tuban Regency of East Java, which is planned to be used as the location of the Rosneft oil refinery, is continued with negotiations. The meeting between Pertamina and the citizens is mediated by Commission A of the Regional House of Representatives (DPRD) taking place in the conference room of the local parliament building on Thursday (4/1).

Rosneft Oil Company

The negotiation process is very difficult as in previous meetings. The meeting did not result in an agreement between the two sides. Representatives from the two villages in attendance are still reluctant to remove their property and refuse to build oil refineries in the villages where they live.

From time to time the tension of the meeting may be seen, especially when the Pertamina representative conveys technically the plan for the establishment of the refinery. Residents who like already anti-starch with the existence of companies that are in his village repeatedly cut the exposure of the pertamina.

"The point I did not sell," said one of the citizens who participated in the meeting.

Suwarto, one of the residents' representatives, expressed the reason people are reluctant to release their land because it is a productive land as a place of community livelihood. To that end, residents firmly refused to sell the land.

"I and all the villagers of Remen and Mentoso refused to establish a factory in our village," Suwarto said in a high tone. "Moreover, this kind of incident has also been repeated in previous land acquisition cases, namely the establishment of PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) and some factories in Tuban only give a sweet promise at the beginning of establishment, but after standing there is no realization.

This is not about price, but citizens do not want to fall into the same cases as the previous cases. The company only spends sweet promises, the promise of giving a job is nonsense without evidence, "he added.

While Pertamina Vice President of Asset Investment Achmad Syaihu Rais rate rejection is a natural thing. He explains that some previous projects also get the same thing, ie there is always a rejection.

"We will evaluate and review further related to the continuation of this project, after this meeting we make the study material for the future," he explained.

On the other hand, the Chairman of Commission A of the Regional House of Representatives (DPRD) of Tuban Agung Supriyanto said it would schedule the meeting again because the meeting held today has not produced results.

"Pertamina and citizens have their own wishes to be found so that no one will be harmed We will continue to mediate again at the next meeting," he concluded.

IN INDONESIA

Warga Tolak Kilang Rosneft


Pertemuan dengan Pertamina Kembali Deadlock

Proses pembebasan lahan milik warga Desa Remen dan Desa Mentoso, Kecamatan Jenu, Kabupaten Tuban Jawa Timur yang rencananya digunakan sebagai lokasi pendirian kilang minyak Rosneft kembali dilanjutkan dengan perundingan. Pertemuan antara pertamina dengan warga tersebut dimediasi oleh Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) berlangsung di ruang rapat Gedung DPRD setempat, Kamis (4/1).

Proses perundingan berlangsung sangat sulit seperti pertemuan sebelumnya. Pertemuan itu tidak menghasilkan kesepakatan antara kedua belah pihak. Perwakilan warga dari kedua desa yang hadir masih ngotot enggan melepas tanah miliknya dan menolak pendirian kilang minyak di desa tempat mereka tinggal.

Sesekali tampak ketegangan mewarnai berlangsungnya pertemuan, apalagi ketika perwakilan dari Pertamina menyampaikan secara teknis rencana pendirian kilang minyak tersebut. Warga yang seperti sudah anti pati dengan keberadaan perusahaan yang berada di desanya berulang kali memotong pemaparan yang disampaikan pihak pertamina.

“Pokok’e ora tak dol (Intinya tidak saya jual),” sergah salah satu warga yang ikut dalam pertemuan.

Suwarto, salah satu perwakilan warga mengungkapkan alasan warga enggan melepas tanahnya karena merupakan lahan produktif sebagai tempat mata pencaharian masyarakat. Untuk itu, warga dengan tegas menolak menjual lahan.

“Saya dan semua masyarakat desa Remen dan Mentoso menolak berdirinya pabrik di desa kami,” ucap Suwarto dengan nada tinggi. "Terlebih, kejadian semacam ini juga telah terulang pada kasus pembebasan lahan sebelumnya, yakni berdirinya perusahaan PT. Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) dan beberapa pabrik yang ada di Tuban hanya memberikan sebuah janji-janji manis saat awal pendirian, namun setelah berdiri tidak ada realisasinya. 

Ini bukan soal harga, namun warga tidak mau terjerumus pada kasus yang sama seperti kasus-kasus yang dulu. Perusahaan hanya mengumbar janji manis saja, janji memberi pekerjaan hanya omong kosong tanpa bukti,” tambahnya.

Sementara Vice President Asset Investment Pertamina Achmad Syaihu Rais menilai penolakan tersebut merupakan hal yang wajar. Ia menjelaskan bahwa beberapa proyek sebelumnya juga mendapatkan hal serupa, yakni selalu ada penolakan.

“Kita akan evaluasi dan kaji lebih lanjut terkait kelanjutan proyek ini, setelah pertemuan ini kita jadikan bahan kajian untuk ke depannya,” jelasnya.

Di sisi lain, Ketua Komisi A Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Tuban Agung Supriyanto mengatakan pihaknya akan mengagendakan pertemuan kembali karena pertemuan yang dilaksanakan hari ini belum membuahkan hasil.

"Pertamina maupun warga memiliki keinginan masing-masing yang harus ditemukan agar tidak ada yang dirugikan. Kita akan terus mediasi lagi pada pertemuan selanjutnya,” pungkasnya.

Harian Bangsa, Page-9, Friday, Jan 5, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel