SKK Migas targets upstream oil and gas investment this year to reach US $ 12 billion, up 28.62 percent from US $ 9.33 billion in 2017. The realization of upstream oil and gas investment in 2017 amounted to US $ 9.33 billion is only 75.92% of the target of US $ 12.29 billion.
In addition, upstream oil and gas investment in 2017 is still dominated by exploitation activities which reached US $ 9.15 billion, while for exploration activities only US $ 180,000.
Deputy Head of SKK Migas Sukandar said that one of the causes of upstream oil and gas investment is not too interesting is the factor of oil price decline in 2014-2016. On the other hand, capital expenditure this year has to be prepared in the previous years or when oil prices are down.
"So, given the capital expenditure planning, the oil price condition is down, so the capital expenditure prepared must come down," he said.
Associated with the decline in oil prices, oil and gas company operating costs also decreased. Sukandar revealed that the cost of renting a rig would be lowered by the provider when the price of oil is low. So, arguably at a time of decline in oil prices, the costs incurred to drill one well would also be cheaper compared to when the oil price was in the range of US $ 100 per barrel.
"I have heard rig renting rates have fallen by half when oil prices are in a low position. So, the job is the same, but the US dollar is spent less, "he said.
Sukandar also hopes that the current oil price in the range of US $ 60 per barrel can encourage the growth of capital expenditures of oil and gas contractors, such as investment and so on.
Quoted from Bloomberg, trading Friday (5/1) to 15:54 pm, Brent oil prices decreased by 0.57% to US $ 67.68 per barrel, while WTI oil prices also fell 0.52% to US $ 61 , 69 per barrel.
Deputy of Oil and Natural Gas Planning Jaffee Arizon Suardin said this year, SKK Migas targets upstream oil and gas investment to reach US $ 12 billion with special details for exploration block investment reaching US $ 810,000.
Deputy Head of SKK Migas Sukandar also considered the nominal target of investment in this year is quite large with the hope that the whole planning can be executed as a whole.
"There are still ongoing projects, such as the Tangguh Train 3 Refinery, which generates a total investment of US $ 8 billion," said Sukandar.
LIFTING REALIZATION
Meanwhile, the realization of oil ready production or oil and gas lifting in 2017 only reached 98.9% or 1.94 million barrels of oil equivalent per day / boepd.
This is caused by several factors, one of which is the existence of several oil and gas blocks entering the termination period.
The oil and gas blocks that end their contract period will decrease production.
Head of SKK Migas Amien Sunaryadi said that from the study conducted several blocks that recorded a decrease in production due to the expiration of the term of the contract or termination.
"Well, if the determination of the new operator is done away from the expired contract period, usually the existing operators are reluctant to invest larger so that production decreases. Then, new operators have not been appointed, "he said.
Of the total oil and gas lifting of 2017 which only reached 98.9% of the target of APBN-P 2017, in detail for oil lifting of 803,800 barrels per day or just 98.6% of the target, while for gas lifting of 6.38 million cubic feet per day (MMscfd) or reach 99.2% of the target.
Production of 10 large-scale contractors of cooperation (KKKS) did not reach the target. Only four of the 10 contractors are able to exceed the target, ExxonMobil Cepu Ltd. 101.4%, CNOOC SES Ltd. 101.2%, Chevron Indonesia Company of 101, 8%, and Vico 104.8%.
Meanwhile, for gas production, six out of 10 KKKS are able to pass the target. The six KKKS include Conocophillips (Grissik), JOBP-Medco Tomori, Premier Oil, Eni Muara Bakau, Medco Natuna, and Petrochina Jabung.
IN INDONESIA
Investasi Hulu Migas Ditarget US$12 Miliar
SKK Migas menargetkan investasi hulu minyak dan gas bumi pada tahun ini US$12 miliar naik 28,62% dibandingkan dengan realisasi pada 2017 sebesar US$ 9,33 miliar. Realisasi investasi hulu migas pada 2017 sebesar US$9,33 miliar hanya 75,92% dari target US$12,29 miliar.
Selain itu, investasi hulu migas pada 2017 masih didominasi oleh kegiatan eksploitasi yang mencapai US$9,15 miliar, sedangkan untuk kegiatan eksplorasi hanya US$ 180.000.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar mengatakan bahwa salah satu penyebab investasi hulu migas belum terlalu menarik adalah faktor penurunan harga minyak pada 2014-2016. Di sisi lain, belanja modal pada tahun ini sudah harus disiapkan pada tahun-tahun sebelumnya atau pada saat harga minyak sedang turun.
“Jadi, berhubung pada perencanaan belanja modal kondisi harga minyak sedang turun, jadi belanja modal yang disiapkan pasti turun,”
ujarnya.
Terkait dengan penurunan harga minyak, biaya operasional perusahaan migas pun mengalami penurunan. Sukandar mengungkapkan bahwa biaya sewa alat pengeboran (rig) pun akan diturunkan oleh penyedia ketika harga minyak rendah. Jadi, bisa dibilang di saat penurunan harga minyak, biaya yang dikeluarkan untuk mengebor satu sumur juga akan lebih murah dibandingkan dengan pada saat harga minyak berada di kisaran US$100 per barel.
“Saya dengar harga sewa rig sudah turun separuhnya ketika harga minyak berada di posisi rendah. Jadi, pekerjaannya sama, tetapi dolar AS yang dikeluarkan lebih sedikit,” ujarnya.
Sukandar pun berharap agar harga minyak saat ini yang berada pada kisaran US$60 per barel bisa mendorong pertumbuhan belanja modal kontraktor migas, seperti investasi dan sebagainya.
Dikutip dari Bloomberg, pada perdagangan Jumat (5/1) sampai pukul 15.54 WIB, harga minyak Brent mengalami penurunan sebesar 0,57% menjadi US$ 67,68 per barel, sedangkan harga minyak WTI juga turun 0,52% menjadi US$ 61,69 per barel.
Deputi Perencanaan SKK Migas Jaffee Arizon Suardin mengatakan, tahun ini, SKK Migas menargetkan investasi hulu migas bisa mencapai US$ 12 Miliar dengan perincian khusus untuk investasi blok eksplorasi bisa mencapai US$ 810.000.
Wakil Kepala SKK Migas Sukandar pun menilai, target nominal investasi pada tahun ini cukup besar dengan harapan seluruh perencanaan bisa dieksekusi secara keseluruhan.
“Masih ada juga proyek yang masih berlangsung, seperti Kilang Tangguh Train 3 yang mengeluarkan investasi total senilai US$8 miliar,” kata Sukandar.
REALISASI LIFTING
Sementara itu, realisasi produksi minyak siap jual atau lifting migas pada 2017 hanya mencapai 98,9% atau 1,94 juta barel setara minyak per hari (barell of oil equivalent per day/boepd).,
Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah adanya beberapa blok migas yang memasuki masa terminasi. Blok migas yang berakhir masa kontraknya tersebut akan mengalami penurunan produksi.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan bahwa dari kajian yang dilakukan beberapa blok yang mencatatkan penurunan produksi karena berhubungan dengan habisnya masa kontrak atau terminasi.
“Nah, kalau penetapan operator baru itu dilakukan jauh dari masa kontraknya yang habis, biasanya operator existing itu enggan investasi lebih besar sehingga produksi malah menurun. Lalu, operator baru pun belum ditunjuk,” ujarnya.
Dari total lifting migas 2017 yang hanya mencapai 98,9% dari target APBN-P 2017, secara rinci untuk lifting minyak sebesar 803.800 barel per hari atau baru mencapai 98,6% dari target, sedangkan untuk lifting gas sebesar 6,38 juta kaki kubik per hari (MMscfd) atau mencapai 99,2% dari target.
Produksi dari 10 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) skala besar tidak mencapai target. Hanya empat dari 10 kontraktor yang mampu melampaui target, yaitu ExxonMobil Cepu Ltd. 101,4%, CNOOC SES Ltd. 101,2%, Chevron Indonesia Company sebesar 101 ,8%, dan Vico 104,8%.
Sementara itu, untuk produksi gas, enam dari 10 KKKS yang mampu melamapui target. Keenam KKKS itu antara lain Conocophillips (Grissik), JOBP-Medco Tomori, Premier Oil, Eni Muara Bakau, Medco Natuna, dan Petrochina Jabung.
Bisnis Indonesia, Page-30, Monday, Jan 8, 2018
No comments:
Post a Comment