The national energy company fund which will merge into the holding company of State-Owned Enterprise (SOE) of oil and gas, PT Pertamina (Persero) and PT Perusahaan Gus Negara (Persero) Tbk. will issue Rp 83.23 trillion capital expenditure.
PT Pertamina (Persero) has set capital expenditure in 2018 worth US $ 5.59 billion, up 55.27 percent compared to 2017 of US $ 3.6 billion. The capital expenditure is equivalent to Rp 74.35 trillion, assuming an exchange rate of Rp 13,300 per US $.
Meanwhile, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. budgeted capital expenditure worth US $ 668 million or Rp 8.88 trillion in 2018 up 304.84% compared to the capital expenditure up until the third quarter / 2017 US $ 165 million.
PGN will join Pertamina in the parent company of BUMN oil and gas which is targeted to be formed in March 2018. Director of Investment Planning and Risk Management Gigih Prakoso said that the majority of capital expenditure is allocated for the upstream oil and gas business which reaches 59 percent or about US $ 3, 3 billion.
The Mahakam block
"In the upstream sector, capital expenditure allocation is used for the development of the Tiung Biru Jambaran field, managing the Mahakam block, and geothermal development," he said.
Firmly, the second largest allocation of capital expenditure this year is allocated for processing and petrochemical projects by 15 percent or US $ 838 million from the company's total capital expenditure.
"In the processing sector there are several projects such as RDMP [refinery development master plan], GRR [grass root refinery / refinery project, and PLBC [Cilacap blue sky project," he said.
Pertamina only budgeted 3% or US $ 167 million for the processing sector. In the processing sector will also develop the flexibility of crude oil at the refinery and the development of the derivative products. The state-owned company is budgeting 15% or about US $ 838 million for the marketing sector.
In that sector, Pertamina plans to strengthen the infrastructure to support the distribution of fuel oil (BBM), especially for fuel and gas pipelines, and used for ship rejuvenation.
Meanwhile, Penamina admits there are some obstacles to be able to invest even more. Persistent say, one of the big investment allocation every year about US $ 5 billion to US $ 156 billion. To that end, the company will seek a strategic partner to be able to meet the considerable investment needs.
"We will look for strategic partners who have a large investment capacity," he said.
In addition, Gigih said that land acquisition is also a constraint for the company to invest. Pertamina also coordinates with the local government to solve the problem. Pertamina said the regulatory issue is still a problem in opening foreign investment into the country.
"In fact, the oil and gas industry is risky and high tech. So, we [Pertamina] do need funding and science transfer related to the latest technological developments. In addition, we must also strengthen the structure of capital and work culture, "he said.
EXPANSION TO THE EAST
Meanwhile, PGN will use capex of Rp 8.88 trillion to be used for the company's expansion into eastern Indonesia. PGN's Commercial Director Danny Praditya said the company has budgeted capital expenditure this year more than last year due to several projects.
"We will use the capital expenditure for the expansion of infrastructure development that can support the development of the Indonesian part of the limur," he said.
Danny said, in general, the allocation of capital expenditure is used for business development, as well as natural gas infrastructure. In addition, PGN as the operator of natural gas also budgeted operational expenses for the company's business activities.
"The increased allocation of operational expenditure is expected to increase the reliability of the natural gas network, maintain the security level, and increase the sales of natural gas," he said.
The allocation of PGAS-coded capital expenditure is also going through 2016 capital expenditure which is worth US $ 552 million. Although, the company's capital expenditure this year is still much lower than the 2015 period worth US $ 1.2 billion.
The allocation of PGN's operating expenditure for this year is US $ 448 million, higher than the capital expenditure until the third quarter of 2017 worth US $ 313 million. Danny admitted that the company tends to issue more selective capital spending in 2017.
"We only add two SPBG [gas refueling stations], it is done along with the spirit of a more selective allocation of capital expenditure," he said.
IN INDONESIA
2 Raksasa Migas Keluarkan Rp 83 Triliun
Dana perusahaan energi nasional yang akan bergabung menjadi induk usaha Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas bumi, PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gus Negara (Persero) Tbk. akan mengeluarkan belanja modal Rp 83,23 triliun.
PT Pertamina (Persero) menganggarkan belanja modal pada 2018 senilai US$ 5,59 miliar naik 55,27% dibandingkan dengan 2017 sebesar US$ 3,6 miliar. Belanja modal itu setara dengan Rp 74,35 triliun dengan asumsi nilai tukar Rp 13.300 per US$.
Sementara itu, PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. menganggarkan belanja modal senilai US$ 668 juta atau Rp 8,88 triliun pada 2018 naik 304,84% dibandingkan dengan serapan belanja modal sampai kuartal III/2017 US$ 165 juta.
PGN akan bergabung ke Pertamina dalam induk usaha BUMN migas yang ditargetkan terbentuk pada Maret 2018. Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Risiko Gigih Prakoso mengatakan, belanja modal itu mayoritas dialokasikan untuk bisnis sektor hulu minyak dan gas bumi yang mencapai 59% atau sekitar US$ 3,3 miliar.
“Pada sektor hulu, alokasi belanja modal digunakan untuk pengembangan lapangan Jambaran Tiung Biru, alih kelola Blok Mahakam, dan pengembangan geotermal," ujarnya.
Gigih menuturkan, alokasi belanja modal terbesar kedua pada tahun ini dialokasikan untuk megaproyek pengolahan dan petrokimia sebesar 15% atau senilai US$ 838 juta dari total belanja modal perseroan.
“Pada sektor pengolahan ada beberapa proyek seperti RDMP [refinery development master plan/revitalisasi kilang minyak], GRR [grass root refinery/proyek kilang barul, dan PLBC [proyek langit biru Cilacap,” tuturnya.
Pertamina hanya menganggarkan 3% atau US$ 167 juta untuk sektor pengolahan. Pada sektor pengolahan juga akan mengembangkan fleksibilitas minyak mentah pada kilang dan pengembangan produk turunan minyak tersebut. Perusahaan milik negara ini menganggarkan 15% atau sekitar US$ 838 juta untuk sektor pemasaran.
Pada sektor itu, Pertamina berencana memperkuat infrastruktur demi menopang distribusi bahan bakar minyak (BBM), terutama untuk terminal BBM dan pipa gas, serta digunakan untuk peremajaan kapal.
Sementara itu, Penamina mengakui ada beberapa hambatan untuk bisa berinvestasi lebih besar lagi. Gigih mengatakan, salah satunya alokasi investasi yang cukup besar setiap tahun sekitar US$5 miliar sampai US$ 156 miliar. Untuk itu, perseroan akan mencari mitra strategis untuk bisa memenuhi kebutuhan investasi yang cukup besar tersebut.
“Kami akan mencari mitra strategis yang memiliki kapasitas investasi yang besar,” ujarnya.
Selain itu, Gigih menyebutkan pengadaan lahan juga menjadi kendala perseroan untuk berinvestasi. Pertamina pun melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah setempat untuk bisa menyelesaikan persoalan tersebut. Pertamina menyebut persoalan regulasi masih menjadi persoalan dalam membuka investasi asing masuk ke dalam negeri.
“Padahal, industri migas itu sifatnya berisiko dan berteknologi tinggi. Jadi, kami [Pertamina] memang membutuhkan pendanaan maupun transfer ilmu terkait perkembangan teknologi terkini. Selain itu, kami juga harus memperkuat struktur permodalan dan budaya kerja,” sebutnya.
EKSPANSI KE TIMUR
Sementara itu, PGN akan menggunakan belanja modal sebesar Rp 8,88 triliun yang akan digunakan untuk ekspansi perseroan ke wilayah timur Indonesia. Direktur Komersial PGN Danny Praditya mengatakan, perseroan menganggarkan belanja modal pada tahun ini lebih besar dibandingkan dengan tahun lalu karena adanya pengerjaan beberapa proyek.
“Kami akan menggunakan belanja modal itu untuk ekspansi pembangunan infrastruktur yang bisa menunjang pembangunan pada Indonesia bagian limur,” ujarnya.
Danny menyebutkan, secara umum, alokasi belanja modal itu digunakan untuk pengembangan usaha, serta infrastruktur gas bumi. Selain itu, PGN selaku operator gas bumi juga menganggarkan belanja operasional untuk kegiatan usaha perseroan.
“Alokasi belanja operasional yang juga naik diharapkan bisa meningkatkan keandalan jaringan gas bumi, mempertahankan tingkat keamanan, dan meningkatkan penjualan gas bumi,"
Alokasi belanja modal emiten berkode PGAS itu pun melewati serapan belanja modal pada 2016 yang senilai US$ 552 juta. Walaupun, belanja modal perseroan pada tahun ini masih jauh lebih rendah daripada periode 2015 yang senilai US$ 1,2 miliar.
Alokasi belanja operasional PGN pada tahun ini senilai US$ 448 juta, nilai itu lebih besar dibandingkan dengan realisasi belanja modal sampai kuartal III/2017 senilai US$ 313 juta. Danny mengakui, perseroan cenderung mengeluarkan belanja modal lebih selektif pada 2017.
“Kami hanya menambah dua SPBG [stasiun pengisian bahan bakar gas], hal itu dilakukan seiring dengan semangat alokasi belanja modal yang lebih selektif," Katanya.
Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Jan 30, 2018
No comments:
Post a Comment