PT Pertamina (Persero) will issue an investment of up to US $ 5.59 billion this year. The amount rose 55.27 percent from last year's realized investment of US $ 3.6 billion. The increase in investment is in line with the increasing number of projects undertaken by the company.
Pertamina Investment and Risk Management Planning Director Gigih Prakoso said the company's capital expenditure was recorded at US $ 3.6 billion, with investment in the upstream sector still dominated. This year, the company will issue 55.27% higher investment fund from last year.
"For budget capex (capital expenditure / capital expenditure) 2018 is planned US $ 5.59 billion," he said when exposure in Commission VI of the House of Representatives of the Republic of Indonesia
According to him, capital spending this year is mostly still allocated to the upstream sector, which reached 59% or equivalent to US $ 3.29 billion. This figure rose 31.6% from upstream investment realization in 2017 amounted to US $ 2.5 billion. There are at least three major upstream projects to be funded this year.
"For the upstream sector development includes the development of the Jambaran-Tiung Biru Field, the management of the Mahakam block, and geothermal development," he explained.
The company is also tasked with the government to manage eight oil and gas blocks that have finished their contracts this year. According to Pertamina Finance Director Arif Budiman, his side has set aside funds for the management of these eight blocks. However, considering the company's management has not been done since the beginning of the year, the expenditure for the eight blocks is not too big.
"The new possibility is 2019 investment (for eight oil and gas blocks termination)," he said.
Furthermore, US $ 1 billion will be used to fund the refinery project. To be exact, US $ 838 million was spent on processing and petrochemical mills, while US $ 167 million for the processing sector.
The megaprojects budget rose 101.9 percent from last year's realization of US $ 415 million and processing increased 543.3 percent from 2017's realization of US $ 26 million.
In the processing and petrochemical sector, the company is working on many projects. Pertamina is currently working on the Refinery Development Masterplan Program (RDMP) of four refineries, the construction of two new refineries, and the Blue Sky Program of Cilacap Refinery. In addition, the company will also undertake projects to increase the flexibility of refinery crude oil and the development of derivative products.
The company targets refinery capacity to increase to 2 million barrels per day by 2025. Similar to the allocation of processing funds, the company also budgeted US $ 838 million to work on the marketing sector.
The budget rose 115.42 percent from last year's realized investment of US $ 389 million. For marketing, investments for strengthening supply and distribution infrastructure, such as the construction of fuel and pipeline terminals. Then also for the rejuvenation of the ship, "said Gigih.
The company will also continue to extend the reach of the One Fuel Price Program by 50 points in 2018. The remaining is Pertamina with an investment fund of US $ 279 million for gas business developers. The investment budget rose 87.24% from the previous year's realization of US $ 149 million. These funds will be used for the development of gas network and Gas Filling Station (SPBG).
Then, the budget for research and others amounted to US $ 167 million or up 39.17% from last year's realization of US $ 120 million. Admittedly Persistent, it faces a number of obstacles in realizing this year's investment plan. However, it has also prepared a plan to overcome them. First, the limited capacity of investment as the impact of the assignment to the company's operating cash flow.
In implementing the investment, there are several obstacles, namely the limitation of investment kapatisas because there is an impact of assignment to the company's operating cash flow.
"The solution will partner with strategic partners who have investment capacity and seek innovative funding solutions," he said.
Another challenge, related to the procurement of land for investment needs. It will deal with this by working with landowners as well as with local government in terms of providing land for public interest.
Profit and Receivables
Despite the significant increase in investment, the company does not project a higher profit from last year's US $ 2.4 billion. One of them is because of the government policy not to raise the price of Fuel Oil (BBM). However, this policy is not a problem for the company.
"Even if the assumption does not rise (fuel price), hopefully could reach US $ 2.4 billion," said Arif.
In 2017, Pertamina President Director Elia Massa Manik said, the company's performance last year was very good. It recorded an un-audited revenue of US $ 42.86 billion, up 17 percent compared to US $ 36.49 billion in 2016. Furthermore, although Indonesia Crude Price (ICP) rose 27%, the company also recorded profit.
"There is no price adjustment policy of Premium and Solar products in Indonesia, according to the decision of the Ministry of Energy and Mineral Resources, until the first quarter. This affects the company's net profit decline in 2017 compared to 2016 from US $ 3.15 billion to US $ 2.41 billion, "he said.
On that occasion, it was revealed also that until 2016 the government debt to Pertamina in the form of fuel subsidy and unpaid LPG of Rp 22 trillion. While in 2017 reached Rp3 trillion. According to Pertamina Finance Director Arief Budiman, the government has already paid the debt arrears, although not yet fully.
"With regard to our accounts receivable from the government is often asked and the payments have been repaired. Total government receivables to Pertamina has been audited by BPK, "he said.
He explained that besides the government, Pertamina also has receivables from the Indonesian Armed Forces (TNI) and the receivables of conversion policy to fishermen.
"The receivables to BMP TNI are still around Rp 3.5 trillion or still in the current year, because the previously paid by the Ministry of Finance in 2016," he said.
He said the receivables due to the conversion of fuel to fishermen is not too large value.
IN INDONESIA
2018, Pertamina Keluarkan Investasi US$ 5,5 Miliar
PT Pertamina (Persero) akan mengeluarkan investasi hingga US$ 5,59 miliar pada tahun ini. Jumlah tersebut naik 55,27% dari realisasi investasi tahun lalu sebesar US$ 3,6 miliar. Kenaikan investasi ini seiring makin banyaknya proyek yang dikerjakan perseroan.
Direktur Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko Pertamina Gigih Prakoso mengatakan, realisasi belanja modal perseroan tercatat sebesar US$ 3,6 miliar, dengan masih didominasi investasi di sektor hulu. Tahun ini, perseroan akan mengeluarkan dana investasi lebih tinggi 55,27% dari tahun lalu.
“Untuk penganggaran capex (capital expenditure/belanja modal) 2018 direncanakan US$ 5,59 miliar," kata dia saat paparan di Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
Menurut dia, belanja modal tahun ini sebagian besar masih dialokasikan untuk sektor hulu, yakni mencapai 59% atau setara dengan US$ 3,29 miliar. Angka ini naik 31,6% dari realisasi investasi hulu pada 2017 sebesar US$ 2,5 miliar. Setidaknya terdapat tiga proyek utama sektor hulu yang harus didanai pada tahun ini.
“Untuk pengembangan sektor hulu meliputi pengembangan Lapangan Jambaran-Tiung Biru, alih kelola Blok Mahakam, dan pengembangan geothermal,” jelasnya.
Perseroan juga ditugaskan pemerintah untuk mengelola delapan blok migas yang selesai kontraknya pada tahun ini. Menurut Direktur Keuangan Pertamina Arif Budiman, pihaknya sudah menyisihkan dana untuk pengelolaan delapan blok ini. Namun mengingat pengelolaannya tidak dilakukan perseroan sejak awal tahun, pengeluaran untuk delapan blok ini belum terlalu besar.
“Kemungkinan baru 2019 investasinya (untuk delapan blok migas terminasi),” ujarnya.
Selanjutnya, sebesar US$ 1 miliar akan digunakan untuk mendanai proyek kilang. Tepatnya, sebesar US$ 838 juta dikeluarkan untuk pengerjakan megaproyek pengolahan dan petrokimia, sementara US$ 167 juta untuk sektor pengolahan.
Anggaran megaproyek naik 101,9% dari realisasi tahun lalu US$ 415 juta dan pengolahan meningkat 543,3% dari realisasi 2017 sebesar US$ 26 juta.
Di sektor pengolahan dan petrokimia, perseroan mengerjakan banyak proyek. Pertamina kini sedang menggarap Refinery Development Masterplan Program (RDMP) empat kilang, pembangunan dua kilang baru, dan Program Langit Biru Kilang Cilacap. Selain itu, perseroan juga akan mengerjakan proyek peningkatan fleksibilitas minyak mentah kilang dan pengembangan produk turunan.
Perseroan menargetkan kapasitas kilang bisa naik menjadi 2 juta barel per hari pada 2025. Sama dengan alokasi dana pengolahan, perseroan juga menganggarkan US$ 838 juta untuk menggarap sektor pemasaran.
Anggaran ini naik 115,42% dari realisasi investasi tahun lalu sebesar US$ 389 juta. Untuk pemasaran, investasi untuk penguatan infrastruktur pasokan dan distribusi, seperti pembangunan terminal BBM dan pipa. Kemudian juga untuk peremajaan kapal,” ujar Gigih.
Perseroan juga akan terus menambah jangkauan Program Bahan Bakar Minyak (BBM) Satu Harga sebanyak 50 titik pada 2018. Sisanya, Pertamina menganggarkan dana investasi sebesar US$ 279 juta untuk pengembang bisnis gas. Anggaran investasi tersebut naik 87,24% dari realisasi tahun sebelumnya US$ 149 juta. Dana ini diantaranya akan digunakan untuk pengembangan jaringan gas dan Stasiun Pengisian Bahan bakar Gas (SPBG).
Kemudian, anggaran untuk riset dan lain-lain sebesar US$ 167 juta atau naik 39,17% dari realisasi tahun lalu US$ 120 juta. Diakui Gigih, pihaknya menghadapi sejumlah hambatan dalam merealisasikan rencana investasi tahun ini. Meski demikian, pihaknya juga sudah menyiapkan rencana untuk mengatasinya. Pertama, adanya keterbatasan kapasitas investasi sebagai dampak penugasan terhadap arus kas operasional perusahaan.
Dalam melaksanakan investasi, ada beberapa hambatan yaitu keterbatasan kapatisas investasi karena ada dampak penugasan terhadap arus kas operasional perusahaan.
“Solusinya akan bermitra dengan mitra strategis yang memiliki kapasitas investasi serta mencari solusi pendanaan yang inovatif,” katanya.
Tantangan lainnya, terkait pengadaan lahan untuk kebutuhan investasi. Pihaknya akan mengatasi hal ini dengan bekerja sama dengan pemilik lahan maupun dengan pemerintah daerah setempat dalam hal penyediaan lahan untuk kepentingan umum.
Laba dan Piutang
Meski investasi naik signifikan, perseroan tahun ini tidak memproyeksikan laba yang lebih tinggi dari tahun lalu, yakni US$ 2,4 miliar. Salah satunya karena adanya kebijakan pemerintah untuk tidak menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Meski demikian, kebijakan ini tidak menjadi masalah bagi perseroan.
“Kalaupun dengan asumsi tidak naik (harga BBM), mudah-mudahan bisa mencapai US$ 2,4 miliar,” kata Arif.
Pada 2017 lalu, Direktur Utama Pertamina Elia Massa Manik menuturkan, kinerja perusahaan pada tahun lalu sangat bagus. Pihaknya mencatatkan pendapatan (un-audited) sebesar US$ 42,86 miliar atau naik 17% dibandingkan realisasi 2016 yang sebesar US$ 36,49 miliar. Selanjutnya, meski harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) naik hingga 27%, perseroan juga masih mencatatkan laba.
“Memang belum ada kebijakan penyesuaian harga produk Premium dan Solar yang ada di Indonesia, sesuai keputusan Kementerian ESDM, hingga kuartal pertama. Hal ini berimbas pada terjadinya penurunan laba bersih perusahaan di 2017 dibanding 2016 yaitu dari US$ 3,15 miliar menjadi US$ 2,41 miliar" tuturnya.
Pada kesempatan itu, terungkap juga bahwa hingga tahun 2016 utang pemerintah ke Pertamina berupa subsidi BBM dan elpiji yang belum terbayarkan sebesar Rp 22 triliun. Sedangkan pada tahun 2017 mencapai Rp3 triliun. Menurut Direktur Keuangan Pertamina Arief Budiman Pemerintah sudah membayar tunggakan utang, meskipun belum bisa seluruhnya.
“Terkait piutang kami di pemerintah sering ditanyakan dan pembayarannya sudah ada perbaikan. Total piutang pemerintah kepada Pertamina tersebut sudah diaudit BPK,” ujarnya.
Ia menjelaskan, selain pemerintah, Pertamina juga memiliki piutang pada Tantara Nasional Indonesia (TNI) dan piutang kebijakan konversi kepada nelayan.
“Piutang kepada BMP TNI masih sekitar Rp 3,5 triliun atau masih dalam tahun berjalan, karena yang sebelum-sebelumnya sudah dilunasi oleh Kementerian Keuangan di tahun 2016,” ujarnya.
Ia mengatakan piutang akibat konversi BBM kepada nelayan nilainya tidak terlalu besar.
Investor Daily, Page-9, Tuesday, Jan 30, 2018
No comments:
Post a Comment