PT Pertamina (Persero) has the potential to obtain US $ 10.4 billion from the sale of liquefied natural gas / LNG to Bangladesh and Pakistan.
Pertamina Corporate Communication Vice President Adiatma Sardjito said the company and Bangladesh Oil and Gas Corporation (Petrobangla) have signed Letter Of Intent (LOI) bindings related to this LNG supply. Later, the company will send LNG with volume of 1 million tons per year for 10 years.
"The total value (gas supply) of US $ 4 billion and will begin to be supplied in" fourth quarter of 2018, "Adiatma Sardjito.
The signing of the agreement was conducted simultaneously with President Joko Widodo's Visit to Bangladesh, Pakistan and other countries in South Asia. The agreement was signed by Pertamina LNG Vice President Wiko Migantoro and Petrobangla Secretary Syed Ashfaquzzaman, witnessed by President Joko Widodo and Prime Minister of the Republic of Bangladesh Sheikh Hasina in Bangladesh.
Not only from Bangladesh, Pertamina will also get LNG payments from Pakistan. Still in a series of visits to South Asia, President Joko Widodo also witnessed the signing of the Inter Governmental Agreement (IGA) in Energy with Pakistan, which underlies the sale of LNG from Indonesia to Pakistan.
Pertamina together with Pakistan LNG Ltd will follow up the signing of the agreement by discussing a projected LNG purchase agreement of 1.5 million tons per year for 10 years with a five-year extension option. From this transaction, Pertamina has the potential to earn US $ 6.4 billion.
Energy cooperation between Indonesia and Bangladesh initiated by the government since September 2017. The signing of agreements with the two countries is a form of follow-up to the cooperation. Pertamina took a role through various LNG buying and selling agreements and other cooperation with several energy companies.
Earlier, Minister of State Electricity, Energy and Mineral Resources Nasrul Hamid said, Bangladesh's energy needs continue increasing every year. LNG imports from Indonesia are expected to overcome LNG deficit in Bangladesh which is estimated to reach 1 million tons per year in 2018 and increase to 11 million tons per year by 2030.
To overcome this, Bangladesh has also agreed on the construction of two floating shelter and regasification units (FSRU) with a capacity of 1,000 million cubic feet per day (millions standard cubic per day / mmscfd).
"By mid 2018, we expect to be able to obtain the first ever LNG supply in our pipeline. It will continue to grow in the future, "he said.
Not only to supply gas, Pertamina will also build PLTG. 1,400 MW worth US $ 2 billion in Bangladesh. The realization of this project is marked by the signing of a memorandum of understanding between Pertamina and the Bangladesh Power Development Board (BPDP).
Bangladesh Power Development Board (BPDP).
Later, BPDB will act as the buyer of electricity generated by the integrated facility. This PLTG is projected to begin construction in 2019 with a construction period of three years after the completion of funding. This PLTG will be connected to a liquefied natural gas (LNG) facility, consisting of Floating Storage and Regasification Unit (FSRU), mooring and off loading infrastructure, and both subsea gas pipelines and onshore. Gas supply will come from Pertamina.
IN INDONESIA
IN INDONESIA
Ekspor LNG, Pertamina Akan Dapat US$ 10,4 M
PT Pertamina (Persero) berpotensi memperoleh US$ 10,4 miliar dari hasil penjualan gas alam cair/LNG ke Bangladesh dan Pakistan.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito menyatakan, perseroan dan Bangladesh Oil and Gas Corporation (Petrobangla) telah menandatangani Letter Of Intent (LOI) binding terkait pasokan LNG ini. Nantinya, perseroan akan mengirim LNG dengan volume 1 juta ton per tahun selama 10 tahun.
“Nilai total (pasokan gas) US$ 4 miliar dan akan mulai disuplai pada “kuartal keempat tahun 2018 ini,” Adiatma Sardjito.
Penandatanganan kesepakatan itu dilakukan bersamaan dengan Kunjungan Presiden Joko Widodo ke Bangladesh, Pakistan, dan negara-negara lain di Asia Selatan. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Vice President LNG Pertamina Wiko Migantoro dan Sekretaris Petrobangla Syed Ashfaquzzaman, disaksikan Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Republik Bangladesh Sheikh Hasina di Bangladesh.
Tidak hanya dari Bangladesh, Pertamina juga akan memperoleh pembayaran LNG dari Pakistan. Masih dalam rangkaian kunjungan ke Asia Selatan, Presiden Joko Widodo juga menyaksikan penandatanganan Inter Governmental Agreement (IGA) di bidang Energi dengan Pakistan, yang mendasari penjualan LNG dari Indonesia ke Pakistan.
Pertamina bersama Pakistan LNG Ltd akan menindaklanjuti penandatanganan kesepakatan itu dengan membahas perjanjian jual beli LNG yang diproyeksikan sebesar 1,5 juta ton per tahun selama 10 tahun dengan opsi perpanjangan lima tahun. Dari transaksi ini, Pertamina berpotensi memperoleh US$ 6,4 miliar.
Kerja sama di bidang energi antara Indonesia dengan Bangladesh dan Pakistan yang diinisiasi pemerintah sejak September 2017. Penandatangan kesepakatan dengan kedua negara merupakan bentuk tindak lanjut dari kerja sama tersebut. Pertamina mengambil peran melalui berbagai kesepakatan jual beli LNG dan kerja sama lainnya dengan beberapa perusahaan energi.
Sebelumnya, Menteri Negara Listrik, Energi, dan Sumber Daya Mineral Nasrul Hamid mengatakan, kebutuhan energi Bangladesh terus meningkat setiap tahunnya. Impor LNG dari Indonesia diharapkan bisa mengatasi defisit LNG di Bangladesh yang diperkirakan mencapai 1 juta ton per tahun pada 2018 dan meningkat menjadi 11 juta ton per tahun pada 2030.
Untuk mengatasi hal ini, Bangladesh juga sudah menyepakati pembangunan dua unit penampungan dan regasifikasi terapung (FSRU) dengan kapasitas 1.000juta kaki kubik per hari (millions standard cubic per day/mmscfd).
“Pada pertengahan 2018, kami berharap bisa memperoleh pasokan LNG pertama kalinya dalam jaringan pipa kami. Ini akan terus bertambah ke depannya,” tuturnya.
Tidak hanya memasok gas, Pertamina juga akan membangun PLTG. 1.400 MW senilai US$ 2 miliar di Bangladesh. Realisasi proyek ini ditandai dengan ditandatanganinya nota kesepahaman antara Pertamina dan Bangladesh Power Development Board (BPDP).
Nantinya, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh fasilitas terintegrasi tersebut. PLTG ini diproyeksikan mulai konstruksi pada 2019 dengan masa pembangunan tiga tahun setelah penyelesaian pendanaan. PLTG ini nantinya akan terhubung dengan fasilitas penerima gas alam cair (liquefied natural gas/LNG), yang terdiri dari unit penampungan dan regasifikasi terapung (Floating Storage and Regasification Unit/ FSRU) , infrastruktur mooring dan off loading, serta jalur pipa gas baik subsea maupun onshore. Pasokan gas akan berasal dari Pertamina.
Investor Daily, Page-9, Friday, Feb 2, 2018
No comments:
Post a Comment