google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Oil Resurgence Needs Government Response - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

Saturday, February 3, 2018

Oil Resurgence Needs Government Response



    Rising oil prices have a positive impact on the state's revenues from oil and gas. However, it will also press the trade balance and push inflation.

    The average world oil price this year will be higher than last year. Pressure on the State Budget Expenditure (APBN) 2018 is expected to be managed. However, there are things that need to be anticipated, namely the pressure on the economy at large. Deputy Director of the Institute for Eko Listiyanto, Eko Listiyanto, Development of Economics and Finance (EFE) said in a press statement in Jakarta on Thursday (25/1) that the increase of oil price has positive impact on several aspects. Positive impacts include increased state revenues from oil and gas.

    However, there are pressures that arise, especially outside the state budget. Rising oil prices will directly push inflation. That is, there is potential for public consumption will be reduced so that ultimately reduce household consumption as the basis of economic growth.

    The rise in oil prices, according to Eko, will also boost demand for US dollar (US) in the country. Therefore, Indonesia is a net importer of oil. At a time when exports are still trying to stabilize, the condition is at risk of pressuring the balance of the foreign exchange market. In the end, the rupiah exchange rate against the US dollar could be depressed. Increased oil imports, also will occur so as to suppress the trade balance.

"Investment will also be affected. Investment needs energy. For the industry, distribution requires trucks or boats that require energy, "Eko said.

    In order to anticipate pressure from rising oil prices, Indef recommends the government to immediately announce mitigation measures. This is important to provide certainty to the business world.

Assumption
    Researcher Indef Abdul Manap Pulungan added that if Indonesia's crude oil price rises 1 US dollar per barrel above the assumption, state revenues will increase by Rp 200 billion to Rp 900 billion from the 2018 state budget target. This increase will be seen in tax revenue or state revenues instead tax (PNBP).

"But at the same time, the yield on state treasury letters will also rise Rp 1.4 trillion-Rp 2.4 trillion to compensate for inflation," he said.

    Separately, lecturer at the Faculty of Earth and Trisakti University of Technology, Pri Agung Rakhmanto, argues that oil price fluctuations will basically always benefit Indonesia as long as the domestic fuel price is right. True is meant when the price within the range of subsidies set by the government.

    The government's three-month price adjustment policy, according to Pri Agung, is the right way to make the domestic fuel price (BBM) fitting. The problem is, the last adjustment made by the government in August 2016. Furthermore, the government never adjust again.

"If the three-month adjustment is consistently executed, we will not be in trouble now. Since there has not been any adjustment since August 2016 until now, so if we want to adjust it right now weighing because the difference is wide. Around Rp 1,400 per liter, "he said.

    The solution, according to Pri Agung, there are three ways. First, it imposes a deficit in the allocation of subsidies to Pertamina as it has been done so far. Second, the fuel subsidy budget is added. Third, the price should be adjusted gradually. Of course, this choice will inevitably have to include political considerations, "said Pri Agung.

    The government and the House of Representatives set the average price of Indonesia's crude oil this year to US $ 48 per barrel, based on Bloomberg's page yesterday, World WTI oil price of 66.25 US dollars per barrel. As for Brent type 71.01 US dollars per barrel.

IN INDONESIA

Gejolak Minyak Butuh Respon Pemerintah


    Kenaikan harga minyak berdampak positif terhadap pendapatan negara dari minyak dan gas bumi. Namun, juga akan menekan neraca perdagangan dan mendorong inflasi.

    Rata-rata harga minyak dunia tahun ini akan lebih tinggi daripada tahun lalu. Tekanan terhadap Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2018 diperkirakan akan terkelola. Namun, ada hal yang perlu diantisipasi, yakni tekanan terhadap perekonomian secara luas. Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis (25/1), menyatakan, kenaikan harga minyak bumi memberikan dampak positif pada beberapa aspek. Dampak positif itu di antaranya kenaikan pendapatan negara dari minyak dan gas bumi.

    Namun, ada tekanan yang muncul, terutama di luar APBN. Kenaikan harga minyak secara langsung akan mendorong inflasi. Artinya, ada potensi konsumsi masyarakat akan berkurang sehingga pada akhirnya menekan konsumsi rumah tangga sebagai basis pertumbuhan ekonomi.

    Kenaikan harga minyak, menurut Eko, juga akan mendorong permintaan dollar Amerika Serikat (AS) di dalam negeri. Sebab, Indonesia adalah importir bersih minyak. Di saat ekspor yang masih berusaha stabil, kondisi itu berisiko menekan keseimbangan pasar valuta asing. Pada akhirnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS bisa tertekan. Peningkatan impor minyak, juga akan terjadi sehingga menekan neraca perdagangan.

”Investasi juga akan terdampak Investasi butuh energi. Untuk industri, distribusi membutuhkan truk atau kapal yang memerlukan energi,” kata Eko.

    Dalam rangka mengantisipasi tekanan akibat kenaikan harga minyak, Indef merekomendasikan pemerintah untuk segera mengumumkan langkah mitigasi. Hal ini penting untuk memberikan kepastian terhadap dunia usaha.

Asumsi

    Peneliti Indef Abdul Manap Pulungan, menambahkan, jika harga minyak mentah Indonesia naik 1 dollar AS per barrel di atas asumsi, penerimaan negara akan bertambah Rp 200 miliar hingga Rp 900 miliar dari target APBN 2018. Kenaikan ini akan terlihat pada penerimaan pajak ataupun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

”Namun pada saat yang sama, imbal hasil surat perbendaharaan negara juga akan naik Rp 1,4 triliun-Rp 2,4 triliun untuk mengompensasi inflasi,” katanya.

    Secara terpisah, dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, berpendapat, gejolak harga minyak pada dasarnya akan selalu menguntungkan Indonesia sepanjang harga BBM dalam negeri benar. Benar yang dimaksud adalah manakala harga dalam jangkauan subsidi yang ditetapkan pemerintah.

    Kebijakan penyesuaian harga per tiga bulan yang sempat dilakukan pemerintah, menurut Pri Agung, adalah cara yang tepat untuk membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri pas. Persoalannya, penyesuaian terakhir dilakukan pemerintah pada Agustus 2016. Selanjutnya, pemerintah tidak pernah menyesuaikan lagi.

”Kalau penyesuaian per tiga bulan konsisten dijalankan, kita tidak akan kesulitan seperti sekarang. Karena tidak pernah ada penyesuaian sejak Agustus 2016 sampai sekarang, maka kalau saat ini mau langsung disesuaikan akan berat karena selisihnya lebar. Sekitar Rp 1.400 per liter,” ujarnya.

    Solusinya, menurut Pri Agung, ada tiga cara. Pertama, membebankan kekurangan alokasi subsidi ke Pertamina sebagaimana dilakukan selama ini. Kedua, anggaran subsidi BBM ditambah. Ketiga, harga harus disesuaikan secara bertahap. Tentu pilihan ini mau tidak mau harus memasukkan pertimbangan politik,” ujar Pri Agung.

    Pemerintah dan DPR menetapkan rata-rata harga minyak mentah Indonesia tahun ini 48 dollar AS per barrel, Berdasarkan laman Bloomberg, kemarin, harga minyak dunia jenis WTI 66,25 dollar AS per barrel. Adapun jenis Brent 71,01 dollar AS per barrel.

Kompas, Page-17, Friday, Jan 26, 2018

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel