Companies that will hold the upstream to downstream sector of oil and gas, in turn are expected to bring efficiency that culminate in price at the consumer level. This is what is expected to arise from the formation of state-owned oil and gas companies. Then how from the aspect of business competition that has been formed?
Chairman of the Business Competition Supervisory Commission (KPPU), Syarkawi Rauf, said the establishment of oil and gas company holding company will indeed increase the company's capacity. Moreover, PT Pertamina (Persero) and PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. is now a big player.
"Yes, it must be feared other business actors. Pertamina and PGN are big players. Both have a strong gas pipeline infrastructure. If you join in a holding, yes, this will be very big, "he said.
The establishment of this holding, it affects the more dominant position of the company in the market. The gap of monopoly was increasingly unavoidable. However, it was confirmed that the gap should be controlled with a good supervision scheme. Moreover, this holding scheme becomes one of the exceptions in business competition.
This is in line with the provisions in Law no. 5/1999 on Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition. In Article 50 beleid, one of the things that is exempted from the provisions of the act and / or agreement that aims to implement the prevailing laws and regulations.
Although [un thus, according to him, the exception is not absolute. That is, it does not mean excluded from all types of violations. In this context, the Business Competition Supervisory Commission (KPPU) still has access to perform KPPU's functions. Nevertheless, he acknowledged the Commission would not be free in running surveillance.
According to him, the Act has been very accommodating to the national strategic interests. Moreover, he expects the holding formation to encourage competition to continue. That is, there is a fair scheme between the two companies so that the healthier.
Associated with business competition, the formation of this holding should be able to cut the path that has been long enough. Moreover, so far there are distributors who only take margin, without doing infrastructure development.
Control of the downstream side is expected to have implications for the decline in gas prices. In addition, Syarkawi sees the potential efficiency of the use of gas pipeline is very large. So far, the position of Pertamina and PGN gas pipelines is different so that they can support each other.
M. Faisal, Director of Research Center of Reform on Economics (Core), argues that state-owned oil and gas holdings should be able to improve the performance of each existing state-owned enterprise (BUMN). Do not let the holding be done and result in loss of the company from the position of profit before being combined.
In this context, he argues that the masterplan for the use of newly renewable gas and energy will be implemented. He fears the ongoing use of oil into the main energy can drain all of its reserves, especially when prices are low.
This holding should also be able to eliminate the constraints that have been occurring, especially with regard to gas. Moreover, the nature of gas use is highest in western Indonesia. In fact, the most production in the eastern region of Indonesia. This of course makes access to infrastructure more crucial.
IN INDONESIA
Semakin Besar, Kuat & Dominan, Celah Monopoli Harus Dikontrol
Perusahaan yang akan memegang sektor hulu hingga hilir migas, pada gilirannya diharapkan mampu memunculkan efisiensi yang berujung pada harga di level konsumen. Inilah yang diharapkan muncul dari pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) minyak dan gas. Lalu bagaimana dari aspek persaingan usaha yang selama ini telah terbentuk?
Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) Syarkawi Rauf mengatakan, pembentukan holding perusahaan migas milk negara memang akan memperbesar kapasitas perusahaan. Apalagi PT Pertamina (Persero) maupun PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. saat ini sudah menjadi pemain besar.
“Ya, pasti dikhawatirkan pelaku usaha lain. Pertamina dan PGN ini pemain besar. Keduanya punya infrastruktur pipa gas yang kuat. Kalau bergabung dalam satu holding, ya, ini akan sangat besar,” ujarnya.
Pembentukan holding ini, memang berdampak pada semakin dominannya posisi perusahaan di pasar. Celah monopoli pun semakin tidak terhindarkan. Namun, pihaknya menegaskan celah tersebut harus dikontrol dengan skema pengawasan yang baik. Apalagi, skema holding ini menjadi salah satu pengecualian dalam persaingan usaha.
Hal ini sejalan dengan ketentuan dalam Undang-Undang No. 5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam Pasal 50 beleid tersebut, salah satu hal yang dikecualikan dari ketentuan yakni perbuatan dan/atau perjanjian yang bertujuan melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Meski[un demikian, menurutnya, pengecualian itu sifatnya tidak absolut. Artinya, tidak berarti dikecualikan dari seluruh jenis pelanggaran. Dalam konteks ini, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) tetap memiliki akses menjalankan fungsi KPPU. Meski demikian, dia mengakui Komisi memang tidak akan leluasa dalam menjalankan pengawasan.
Menurutnya, Undang-Undang tersebut sudah sangat akomodatif terhadap kepentingan strategis nasional. Lebih dari itu, dia mengharapkan pembentukan holding bisa mendorong persaingan tetap berlanjut. Artinya, ada skema yang adil antara dua perusahaan tersebut sehingga makin sehat.
Terkait dengan persaingan usaha, pembentukan holding ini seharusnya mampu memotong jalur yang selama ini cukup panjang. Apalagi, selama ini ada distributor yang hanya mengambil margin, tanpa melakukan pembangunan infrastruktur.
Penertiban dari sisi hilir diharapkan berimplikasi pada penurunan harga gas. Selain itu, Syarkawi melihat potensi efisiensi penggunaan pipa gas sangat besar. Selama ini, posisi pipa gas milik Pertamina dan PGN berbeda sehingga keduanya bisa saling mendukung.
Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) M. Faisal berpendapat, holding BUMN migas memang harus bisa meningkatkan kinerja masing-masing BUMN yang existing saat ini. Jangan sampai holding dilakukan dan berakibat pada kerugian perusahaan dari posisi untung sebelum digabung.
Dalam konteks ini, dia berpendapat agar masterplan penggunaan gas dan energi baru terbarukan tetap dilaksanakan. Dia khawatir adanya pemaksaan penggunaan minyak secara terus-menerus menjadi energi utama dapat menguras seluruh cadangannya, terlebih saat harga rendah.
Holding ini seharusnya juga mampu mengeliminasi hambatan-hambatan yang selama ini terjadi, terutama terkait dengan gas. Apalagi, nature penggunaan gas tertinggi di wilayah barat Indonesia. Padahal, poduksi terbanyak ada di wilayah timur Indonesia. Hal ini tentunya membuat akses infrastruktur semakin krusial.
Bisnis Indonesia, Page-10, Tuesday, Jan 30, 2018
No comments:
Post a Comment