The government continues to increase national gas production. On average, gas supplies for domestic demand increased by 7.37% in the last 14 years. The realization data of gas distribution until February 2018 showed domestic gas supply reached 3,860 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) or 58%, above gas supply for export of 2,738 BBTUD or 42%.
State revenue has the potential to increase by USD 111.08 billion or approximately Rp 1.49 trillion from the agreement on the signing of seven Gas Sales and Purchase Agreements (PJBG). Head of Special Unit for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Amien Sunaryadi said the total gas volume distributed during the contract period of seven PJBGs will reach 65.41 trillion British Thermal Units (TBTU).
"In accordance with the commitment of upstream oil and gas industry, to support the national energy supply, all gas in the seven PJ BG will be channeled to meet domestic gas needs," he said in Jakarta.
The gas allocation included in the PJBG will be supplied for fertilizer, oil lifting, fuel oil refinery, electricity, city gas and industrial gas. The allocation refers to the Regulation of Minister of Energy and Mineral Resources Number 6/2016 regarding Provisions and Procedures for Determination of Allocation and Utilization of Natural Gas and Natural Gas Price.
In accordance with this regulation, the allocation and utilization policy of natural gas is directed to ensure the efficiency and effectiveness of natural gas availability as fuel, raw materials, or other purposes, for domestic needs oriented towards optimal utilization of natural gas. The average gas supply for domestic needs increased by 7.37% in the last 14 years.
The realization data of gas distribution until February 2018 showed domestic gas supply reached 3,860 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) or 58% above gas supply for export of 2,738 BBTUD or 42%. Amien said domestic energy demand is predicted to continue to rise, both for gas and petroleum. Therefore, it needs massive oil and gas exploration, both onshore and offshore in order to find new large oil and gas reserves.
"We must all support massive oil and gas exploration," he said.
Gas Demand Down
On the other hand, Oil and Gas Monetization Division Head of Oil and Gas Supervisory Agency, Waras Budi Santosa, said domestic gas demand is predicted to fall, one of which is because State Electricity Company (PLN) cut plans to build a gas power plant. Under RUPTL 2018-2027, PLN's electricity supply is cut from previously 78,000 megawatts (MW) to 56,000 MW. Thus, the PLN's gas requirement of 2,000 BBTUD in the previous RUPTL 2017-2026 PLN gas needs reached 3300 BBTUD.
Due to the cuts in gas-fired power plants, the gas needs are also declining. It also estimates that PLN's gas demand drops by 40%.
"We estimate the potential for gas not to be acquired by PLN this year of 120-150 MMSCFD.One of the potential gas that is not purchased by PLN is sourced from Tangguh 1-2 project train in West Papua," he said.
He said the domestic gas is not bought, so the gas supply becomes excessive so that gas imports are expected to occur within the next 10-15 years.
"We have potential imports with a range of 2029-2030," he said.
In order to transfer the allocation of unpaid gas PLN has been regulated through the Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources No. 1790 K / 20 / MEM / 2018 revision of Decree of the Minister of Energy and Mineral Resources Number 1750 K / 2O / MEM / 2018 on Stipulation of Allocation and Utilization of Natural Gas for the Provision of PLN Power.
Under the regulation, PLN is given 12 months to follow up the allocation already given by the government through the Gas Sales and Purchase Agreement (PJBG). If in the period time has been determined not to be followed up by PLN, the Minister of ESDM can divert gas allocation beyond PLN requirement, that is to fulfill requirement of industrial sector.
"For example, for industries in West Java, the absorption of pipe gas for plant needs is still 70% of its pipeline capacity," he said.
IN INDONESIA
Kontrak Gas, penerimaan Negara Bertambah 1,49 Triliun
Pemerintah terus meningkatkan produksi gas nasional. Secara rata-rata, pasokan gas untuk kebutuhan domestik meningkat sebesar 7,37% dalam 14 tahun terakhir. Data realisasi penyaluran gas sampai Februari 2018 menunjukkan pasokan gas untuk domestik mencapai 3.860 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) atau 58%, di atas pasokan gas untuk ekspor yang sebesar 2.738 BBTUD atau 42%.
Penerimaan negara berpotensi bertambah USD 111,08 miliar atau sekitar Rp 1,49 triliun dari kesepakatan penandatanganan kontrak tujuh Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan, total volume gas yang disalurkan selama masa kontrak tujuh PJBG tersebut akan mencapai 65,41 trillion British Thermal Units (TBTU).
"Sesuai komitmen industri hulu migas, untuk mendukung pasokan energi nasional, semua gas dalam tujuh PJ BG ini akan disalurkan untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri," ujar dia di Jakarta.
Alokasi gas yang tercakup dalam PJBG tersebut akan dipasok untuk kebutuhan pupuk, lifting minyak, kilang BBM, kelistrikan, jaringan gas kota, dan industri. Alokasi itu mengacu pada Peraturan Menteri ESDM Nomor 6/2016 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi serta Harga Gas Bumi.
Sesuai regulasi ini kebijakan alokasi dan pemanfaatan gas bumi diarahkan untuk menjamin efisiensi serta efektivitas ketersediaan gas bumi sebagai bahan bakar, bahan baku, atau keperluan lainnya, untuk kebutuhan dalam negeri berorientasi pada pemanfaatan gas bumi secara optimal. Secara rata-rata pasokan gas untuk kebutuhan domestik meningkat sebesar 7,37% dalam 14 tahun terakhir.
Data realisasi penyaluran gas sampai Februari 2018 menunjukkan pasokan gas untuk domestik mencapai 3.860 Billion British Thermal Unit per Day (BBTUD) atau 58% di atas pasokan gas untuk ekspor yang sebesar 2.738 BBTUD atau 42%.
Amien mengatakan, kebutuhan energi domestik diprediksikan akan terus meningkat, baik untuk gas maupun minyak bumi. Oleh sebab itu, diperlukan adanya eksplorasi migas masif, baik di darat (onshore) maupun di laut (offshore) agar bisa ditemukan cadangan migas baru yang berukuran besar.
"Kita semua harus mendukung eksplorasi migas yang masif,"ujarnya.
Permintaan Gas Turun
Di sisi lain, Kepala Divisi Monetisasi Migas SKK Migas Waras Budi Santosa mengatakan, permintaan gas domestik diprediksi turun, salah satunya karena Perusahaan Listrik Negara (PLN) memotong rencana membangun pembangkit listrik tenaga gas. Berdasarkan RUPTL 2018-2027, penyediaan tenaga listrik PLN dipotong dari sebelumnya 78.000 megawatt (MW) menjadi 56.000 MW. Dengan begitu, kebutuhan gas PLN tutun sebesar 2.000 BBTUD yang sebelumnya dalam RUPTL 2017-2026 kebutuhan gas PLN mencapai 3.300 BBTUD.
Akibat pemotongan pembangkit listrik berbahan bakar gas itu, kebutuhan gas dipastikan juga menurun. Pihaknya juga memperkirakan penurunan permintaan gas PLN sekitar 40%.
"Kami memperkirakan potensi gas yang tidak terbeli oleh PLN tahun ini sebesar 120-150 MMSCFD. Salah satu potensi gas yang tidak terbeli oleh PLN itu bersumber dari proyek train 1-2 Tangguh di Papua Barat,” katanya.
Dia mengatakan, tidak terbelinya gas domestik tersebut, maka pasokan gas menjadi berlebih sehingga impor gas diperkirakan masih akan terjadi dalam kurun waktu 10-15 tahun ke depan.
"Kami ada potensi impor dengan rentang 2029-2030," kata dia.
Untuk mengalihkan alokasi gas PLN yang tidak terbeli telah diatur melalui Keputusan Menteri ESDM Nomor 1790 K/20/ MEM/2018 revisi dari Keputusan Menteri ESDM Nomor 1750 K/2O/ MEM/2018 tentang Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Penyediaan Tenaga Listrik PLN. Berdasarkan aturan itu, PLN diberikan waktu 12 bulan untuk menindaklanjuti alokasi yang sudah diberikan pemerintah melalui Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG). Apabila dalam kurun
waktu telah ditentukan tidak ditindaklanjuti oleh PLN, maka Menteri ESDM dapat mengalihkan alokasi gas di luar kebutuhan PLN, yaitu untuk mencukupi kebutuhan sektor industri.
"Misalnya untuk industri di Jawa Barat, penyerapan gas pipa untuk kebutuhan pabrik masih 70% dari kapasitas pipanya," kata dia.
Koran Sindo, Page-17, Monday, May 7, 2018
No comments:
Post a Comment