Indonesia is estimated to still be overpopulated gas supply Until 2029 because gas absorption for electricity is not as high as planned. However, if Indonesia is committed to build gas infrastructure, gas imports can be faster than 2029.
Head of the Oil and Gas Monetization Division Special Unit for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Waras Budi Santosa said Indonesia's forecast to begin requiring gas imports in 2022 refers to industrial growth and electricity demand in 2015-2016. However, recent conditions indicate that the projected electricity demand in RUPTL (Power Supply Business Plan) is corrected from initially 10% in 2015 to 6.2%.
Similarly, national industrial conditions. Thus, his side estimates that the potential demand for gas previously calculated will not be achieved. Moreover, PT PLN (Persero) has corrected the use of gas generating power of about 40% in RUPTL 2017. By calculating the potential of additional gas from Indonesia Project to import gas is still far enough.
"It's still long (until it takes import). If we start to cross (needs and supply chart) starting 2029, this is assuming that domestic demand is considered flat, "he said in Jakarta.
This year alone, SKK Migas estimates that gas allocation for PLN is potentially not purchased. Waras explains, this is due to the existence of other plants with cheaper energy sources that already operate, such as coal and water.
"PLN is no gas that was not bought yesterday same this year. At most this year, it looks as if it is not purchased 120-150 mmscfd (million standard cubic feet per day / million cubic feet per day). That's still our potential count, "he said.
He explained, PLN usually turn on the power plant based on the cost of electricity production. Coal-fired power plants currently become PLN's mainstay because it is the cheapest cost of production. With the realization of low electricity absorption, the gas generator is not the first choice.
Referring to the Decree of the Minister of EMR 1790 K / 20 / MEM / 2018 on the determination of gas allocation for electricity supply by PLN, the allocation of gas compared to the needs in some plants is higher. For the power plant in Cilegon, this year's gas requirement is 64 billion british thermal units per day (bbtud), while its gas supply contract is 110 bbtud. Furthermore, in PLTGU Tambaklorok and Java-Bali 1, the gas requirement is 96 bbtud, compared to its gas contract of 120 bbtud.
In East Java, gas requirements for PLTGU Gresik, Java 3, Madura, Grati; Grati Peaker, and Grati Add-On Block 2-East Java was recorded at 306 bbtud. While the gas contract for all of these plants reached 333 bbtud. In Aceh and North Sumatra, the total gas power generation requirement is 114.3 bbtud, while the contract is 118.9 bbtud.
Excess gas supply also occurs for power plants in Central Sumatra, namely a gas contract of 62.5 bbtud and needs only 61.1 bbtud. Next in Riau, the gas requirement is only 9.6 bbtud while the contract is much higher, which is 30 bbtud.
Faster
He added, estimates of when the import of gas can be shifted more quickly. One of the influencing factors is the commitment to build gas infrastructure. The reason, when building a gas facility, business entities will request a guarantee of gas supply more than 10 years. On the other hand,
not many national gas projects can provide a guarantee of supply during that time.
"Later if it is guaranteed to midstream to build infrastructure, usually they ask for 10 years or 20 years. This is us from the upstream side can not guarantee, "said Waras.
Here, import can be one solution. One solution, he suggested, for business entities in the business of transportation and gas distribution can be more flexible about the supply of gas. Midstream business entities may consider to keep building infrastructure through guaranteed gas supply provided not as long as expected. It will also seek to find the gas supply.
"There is our experience for fertilizer plant in Kalimantan, Available gas is on us 10 years ago, with gas supply 10 more years we will find later. This gas supply never stops, "he explained.
Added Waras, the development of gas infrastructure is important to bring gas from the source to areas with high gas demand, because the lack of gas supply in some areas due to lack of infrastructure.
IN INDONESIA
Indonesia Surplus Pasokan Gas Hingga 2029
Indonesia diperkirakan masih akan kelebinan pasokan gas Hingga 2029 karena serapan gas untuk kelistrikan tidak setinggi yang direncanakan. Namun, jika Indonesia berkomitmen membangun infrastruktur gas, impor gas bisa Iebih cepat dari 2029.
Kepala Divisi Monetisasi Minyak dan Gas Bumi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Waras Budi Santosa menuturkan, perkiraan Indonesia mulai membutuhkan impor gas pada 2022 mengacu pada pertumbuhan industri dan permintaan listrik pada 2015-2016. Namun, kondisi terbaru menunjukkan bahwa proyeksi permintaan listrik dalam RUPTL (Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik) justru dikoreksi dari awalnya 10% pada 2015 menjadi 6,2%.
Demikian juga kondisi industri nasional. Sehingga, pihaknya memperkirakan potential demand gas yang pernah dihitung sebelumnya tidak akan tercapai. Apalagi, PT PLN (Persero) telah mengoreksi penggunaan gas pembangkit listrik sekitar 40% dalam RUPTL 2017. Dengan menghitung potensi tambahan gas dari Proyek Indonesia untuk -impor gas masih cukup jauh.
“Masih panjang (sampai butuh impor) . Kalau kami , mulai cross (grafik kebutuhan dan pasokan) mulai 2029, ini dengan asumsi demand domestic dianggap flat,” kata dia di Jakarta.
Pada tahun ini saja, SKK Migas memperkirakan adanya alokasi gas untuk PLN yang berpotensi tidak terbeli. Waras menjelaskan, hal ini disebabkan adanya pembangkit lain dengan sumber energi yang lebih murah yang sudah beroperasi, seperti batu bara dan air.
“PLN itu ada gas yang tidak terbeli kemarin sama tahun ini. Paling banyak tahun ini, mulai kelihatannya yang tidak terbeli 120-150 mmscfd (million standard cubic feet per day/juta kaki kubik per hari). Itu masih potensi hitungan kami,” kata dia.
Dia menjelaskan, PLN biasanya menghidupkan pembangkit listrik berdasarkan biaya produksi listriknya. Pembangkit listrik berbahan bakar batu bara saat ini menjadi andalan PLN lantaran merupakan yang paling murah biaya produksinya. Dengan realisasi penyerapan listrik yang rendah, maka pembangkit gas tidak menjadi pilihan pertama.
Mengacu Keputusan Menteri ESDM 1790 K/ 20/ MEM/ 2018 tentang penetapan alokasi gas untuk penyediaan listrik oleh PLN, alokasi gas dibandingkan kebutuhan di beberapa pembangkit tercatat lebih tinggi. Untuk pembangkit di Cilegon, pada tahun ini kebutuhan gasnya sebesar 64 miliar british thermal unit per hari (billion british thermal unit per day/bbtud), sementara kontrak pasokan gasnya 110 bbtud. Selanjutnya di PLTGU Tambaklorok dan Jawa-Bali 1, kebutuhan gasnya 96 bbtud, dibandingkan kontrak gasnya 120 bbtud.
Di Jawa Timur, kebutuhan gas untuk PLTGU Gresik, Jawa 3, Madura, Grati; Grati Peaker, dan Grati Add-On Blok 2-Jawa Timur tercatat sebesar 306 bbtud. Sementara kontrak gas untuk seluruh pembangkit ini mencapai 333 bbtud. Di Aceh dan Sumatera Utara, total kebutuhan gas pembangkit listrik sebesar 114,3 bbtud, sementara kontraknya mencapai 118,9 bbtud.
Kelebihan pasokan gas juga terjadi untuk pembangkit listrik di Sumatera Bagian Tengah, yakni kontrak gas sebesar 62,5 bbtud dan kebutuhan hanya 61,1 bbtud. Berikutnya di Riau, kebutuhan gas pembangkit hanya 9,6 bbtud sementara kontraknya jauh lebih tinggi, yakni 30 bbtud.
Lebih Cepat
Dia menambahkan, perkiraan kapan impor gas tersebut dapat bergeser menjadi lebih cepat. Salah satu faktor yang mempengaruhi adalah komitmen untuk membangun infrastruktur gas. Pasalnya, ketika membangun fasilitas gas, badan usaha akan meminta jaminan pasokan gas lebih dari 10 tahun. Di sisi lain, tidak banyak proyek gas nasional yang dapat memberikan jaminan pasokan selama itu.
“Nanti kalau di-guarantee untuk midstream untuk bangun infrastruktur, biasanya mereka minta 10 tahun atau 20 tahun. Ini kami yang dari sisi hulu tidak bisa menjamin,” ujar Waras.
Di sini, impor dapat menjadi salah satu solusi. Salah satu solusinya, dia menyarankan, agar badan usaha di bisnis transportasi dan distribusi gas bisa lebih fleksibel soal jaminan pasokan gas. Badan usaha midstream dapat mempertimbangkan untuk tetap membangun infrastruktur melalui jaminan pasokan gas yang diberikan tidak sepanjang yang diharapkan. Pihaknya juga akan berupaya mencarikan pasokan gas tersebut.
“Ada pengalaman kami untuk pabrik pupuk di Kalimantan, Available gas yang ada pada kami 10 tahun dulu, yang ada pasokan gas 10 tahun lagi kami carikan nanti. Ini pasokan gas tidak pernah berhenti,” jelasnya.
Ditambahkan Waras, pembangunan infrastruktur gas penting untuk membawa gas dari sumbernya ke daerah dengan kebutuhan gas cukup tinggi, Pasalnya, terjadinya kekurangan pasokan gas di beberapa daerah lantaran kurangnya infrastruktur.
Investor Daily, Page-9,Monday,May 7, 2018
No comments:
Post a Comment