Chevron Indonesia Company Ltd. will cut the operating and development costs of Indonesia's Deep Water Development (IDD) project in Gendalo-Gehem Field to US $ 6.8 billion.
Under the initial plan, Gendalo-Gehem's operating and development expenses stood at US $ 12.8 billion. Deputy Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arcandra Tahar said it was discussing with Chevron when visiting Houston, United States (US). As a result of the visit, the US company agreed to cut IDD project development costs.
"Thus, the cost of state cost recovery on IDD projects will decrease by approximately US $ 6 billion," he said.
Arcandra said, it has not received a detailed proposal related to the revision of the plan of development (PoD) of the deep sea.
"Later, on June 28, 2018 will see the exact figure of cutting the cost of development of IDD by Chevron," he said.
Until May 2018, the realization of cost recovery is worth US $ 4.7 billion or 47% and the target of APBN 2,018 worth US $ 10.1 billion. On the other hand, Senior Vice President of Government Policy and Public Affairs of Chevron Indonesia Yanto Sianipar said, The study and the concept of feasibility of engineering and design work or pre-font end engineering and design (pre-FEED) on IDD project have started well. It has been pre-FEED since December 2017.
"We have also optimized the concept of development and simplification of the design basis. It makes an indication of significant reductions in development and operational costs, "he told Bisnis.
In the SKK Migas data, Chevron's Managed IDD Gendalo and Gehem project will start operations in 2024 and 2025. IDD Gendalo is estimated to have approximately 500 million cubic feet of gas per day (MMscfd) while Gehem 420 MMscfd. Arcandra mentions that Chevron will submit an IDD proposal without special conditions.
"The IDD renewal time will depend on the Chevron given PoD, interesting or not," he said.
The Ministry of Energy and Mineral Resources was intent on cutting the cost of developing oil and gas fields more efficiently. This is to make the return of oil and gas production cost does not rise too high. Previously, the ESDM Ministry has cut development costs at Merakes Square. Eni, manager of Merakes Field, agreed to cut costs by about US $ 200 million to about US $ 1.03 billion compared with US $ 1.2 billion previously.
In addition, the ESDM Ministry also requested Kasuri Block manager to conduct third party audits. This is done to see the cost of drilling and other development. The government does that does not mean that the cost of developing Kasuri Block is too high, but for verification it will be fairer.
MAKASSAR STRAIT
Chevron will also submit a proposal for a new Makassar Strait contract along with the submission of POD at the deep-sea oil and gas project in Makassar Strait. The contract scheme for Makassar-Strait will then use the gross split share. Arcandra said the development plans of IDD and Makassar Strait will be different. Later, Chevron will file the POD of the two blocks differently.
"However, in the implementation there may be a synergized, but still must be submitted one by one," he said.
Makassar Strait is one of the oil and gas blocks that will terminate by 2020. In addition to Makassar Strait, there are five other blocks to terminate, namely South Jambi B block will be managed by Petrochina, Brantas Block managed by Lapindo, Malacca Strait managed by EMR Salawati and Bird Head will be managed by Petrogas.
The other five blocks have obtained the terms and conditions of new contracts with the gross profit sharing scheme of the ESDM Ministry. The five block termination managers established a total commitment of US $ 291.52 million. In detail, the exact commitment of Brantas Block worth US $ 115.55 million, Malacca Strait US $ 45.75 million, South Jambi B worth US $ 32.75 million, Bird Head US $ 61.22 million and Salawati worth US $ 36 , 25 million.
IN INDONESIA
Chevron Pangkas Biaya
Chevron Indonesia Company Ltd. akan memangkas biaya operasional dan pengembangan proyek minyak dan gas bumi laut dalam atau Indonesia deep water development (IDD) di Lapangan Gendalo-Gehem menjadi US$ 6,8 miliar.
Berdasarkan rencana awal, biaya operasional dan pengembangan Gendalo-Gehem mencapai US$12,8 miliar. Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan, pihaknya berdiskusi dengan Chevron ketika berkunjung ke Houston, Amerika Serikat (AS). Hasil dari kunjungan itu, perusahaan dari AS itu setuju untuk memangkas biaya pengembangan proyek IDD.
“Dengan begitu, beban cost recovery [biaya produksi] negara pada proyek IDD akan berkurang sekitar US$6 miliar,” ujarnya.
Arcandra menuturkan, pihaknya belum mendapatkan proposal detail terkait dengan revisi rencana pengembangan (plan of development/PoD) laut dalam tersebut.
“Nanti, pada 28 Juni 2018 akan terlihat angka pasti pemangkasan biaya pengembangan IDD oleh Chevron tersebut,” tuturnya.
Sampai Mei 2018, realisasi cost recovery senilai US$4,7 miliar atau 47% dan target APBN 2.018 senilai US$10,1 miliar. Di sisi lain, Senior Vice President Policy Government and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar mengatakan, Studi dan konsep kelayakan pekerjaan keteknikan dan desain atau pre-font end engineering and design (pre-FEED) pada proyek IDD telah dimulai dengan baik. Pihaknya telah melakukan pre-FEED sejak Desember 2017.
“Kami pun telah melakukan optimalisasi konsep pengembangan dan penyederhanaan basis rancangan. Hal itu membuat ada indikasi pengurangan biaya pengembangan dan operasional yang signifikan,” ujarnya kepada Bisnis.
Dalam data SKK Migas, Proyek IDD Gendalo dan Gehem yang dikelola oleh Chevron akan mulai beroperasi pada 2024 dan 2025. IDD Gendalo diperkirakan memiliki produksi gas bumi sekitar 500 juta kaki kubik per hari (MMscfd), sedangkan Gehem 420 MMscfd. Arcandra menyebutkan bahwa Chevron akan menyerahkan proposal IDD tanpa syarat-syarat khusus.
“Waktu perpanjangan IDD akan tergantung PoD yang diberikan Chevron, menarik atau tidak,” sebutnya.
Kementerian ESDM pun tengah gencar untuk bisa memangkas biaya pengembangan lapangan migas lebih efisien lagi. Hal itu demi membuat tingkat pengembalian biaya produksi migas tidak naik terlalu tinggi. Sebelumnya, Kementerian ESDM sudah memangkas biaya pengembangan di Lapangan Merakes. Eni, pengelola Lapangan Merakes, setuju memangkas biaya sekitar US$ 200 juta menjadi sekitar US$ 1,03 miliar dibandingkan dengan sebelumnya senilai US$ 1,2 miliar.
Selain itu, Kementerian ESDM juga meminta pengelola Blok Kasuri untuk melakukan audit pihak ketiga. Hal itu dilakukan untuk melihat biaya pengeboran dan pengembangan lainnya. Pemerintah melakukan hal itu bukan berarti menilai biaya pengembangan Blok Kasuri terlalu tinggi, tetapi untuk verifikasi biar lebih adil.
MAKASSAR STRAIT
Chevron juga akan mengajukan proposal untuk kontrak baru Makassar Strait bersamaan dengan pengajuan POD di proyek migas laut dalam di Selat Makassar. Skema kontrak untuk Makassar-Strait nantinya menggunakan bagi hasil kotor atau gross split. Arcandra mengatakan, rencana pengembangan IDD dan Makassar Strait akan berbeda. Nanti, Chevron akan mengajukan POD kedua blok itu secara berbeda.
“Namun, dalam pelaksanaannya mungkin akan ada yang disinergikan, tetapi tetap harus di-submit satu per satu,” ujarnya.
Makassar Strait adalah salah satu blok migas yang akan terminasi pada 2020. Selain Makassar Strait, ada lima blok lain yang akan terminasi, yakni Blok South Jambi B akan dikelola oleh Petrochina, Blok Brantas dikelola oleh Lapindo, Malacca Strait dikelola oleh EMR Salawati dan Kepala Burung akan dikelola oleh Petrogas.
Kelima blok lain sudah mendapatkan ketentuan dan syarat (term and condition) kontrak baru dengan skema bagi hasil kotor dari Kementerian ESDM. Pengelola lima blok terminasi itu menetapkan komitmen pasti secara total US$ 291,52 juta. Secara rinci, komitmen pasti Blok Brantas senilai US$ 115,55 juta, Malacca Strait US$ 45,75 juta, South Jambi B senilai US$ 32,75 juta, Kepala Burung US$ 61,22 juta, dan Salawati senilai US$ 36,25 juta.
Bisnis Indonesia, Page-26, Thursday, June 28, 2018
No comments:
Post a Comment