Outside the company's ownership and management (operatorship) of oil and gas working areas, there is one major interest of the country, ie production from the region does not go down.
It is up to whoever manages, PT Pertamina (Persero) or operators who are mostly affiliated with foreign contractors. Another point in the extension of the termination block is that Indonesia's oil production is still fixed when the termination block is delegated to Pertamina for example. It's just Pertamina's part that grew when the termination block was handed over to the national oil company.
That is, when talking about energy, not talking about corporations, but countries. All energy wealth is owned by the state. Furthermore, the country that will decide to extend the block to the operators exist or to Pertamina. Certainly with a variety of considerations, such as production decline when there is transfer of management from the old operator to the new contractor.
So when talking about termination oil and gas blocks, there is no additional national oil production. There are only operator changes and profit sharing contract models. In fact, when going over manage block termination tends to decrease production. Moreover, Pertamina is just an operator that becomes a state tool in managing energy sources. All decisions are in the hands of the state that represents the government such as the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM).
The ESDM Ministry noted that the new contract process for six oil and gas blocks by 2020 is already in the valuation stage. The majority of operators exist still intend to continue management in the six blocks. The six oil and gas blocks to be terminated in 2020 are South Block J Block, Brantas, Bird's Head, Makassar Strait, Malacca Strait, and Onshore Salawati Basin. The Ministry of Energy and Mineral Resources will finalize the decision of the sixth minister of the oil and gas block in the first week of June 2018.
PT Pertamina Hulu Energi submitted a proposal to two oil and gas blocks, namely Bird's Head and Onshore Salawati Basin. Later, the two oil and gas blocks will be united into one working area. Pertamina Hulu Energi (PHE) President Director, Gunung Sardjono Hadi, admitted that the company proposed a new contract on the Bird's Head Block and Salawati with a scheme to be one.
"Because it would be more economical management by being made one," he said.
JOINED
In line with Mount Sardjono, Director General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources, Djoko Siswanto also mentioned that there is a great possibility that Salawati and Bird's Head are combined.
"Because the two working areas are close together, but we will study more deeply. Is it better to be merged or fixed individually, "he said.
Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources, the Bird's Head Block has oil and gas production of 1,393 barrels of oil equivalent per day / boepd, while Salawati Basing Block has 4,993 boepd production.
In addition, the current manager of the Block J Block South Block, Conocophillips, has not submitted a proposal for a new contract on the block. Pertamina, which holds a 25% stake there, also did not submit proposals for new contracts in the block.
Petrochina, which owns 30% shares, is the only one interested and filed a prolongation in Block Jambi Block B. Block South Jambi Block B has not been in production since December 2012 on the grounds that it is no longer economical.
Chevron as the manager of Makassar Strait Block requested an extension period for the submission of the proposal. Djoko said Chevron requested time until the second week of June 2018 to submit a proposal for a new Makassar Strait contract. Thus, when the first week of termination of 2020 termination block managers, Makassar Strait block will be postponed first.
"If Chevron does not apply later, another existing operators in Makassar Strait, namely Eni Italy has claimed to be ready to submit a proposal. However, we will wait for Chevron's proposal first, "he said.
The rest, termination blocks of 2020 are already in demand by existing operators, such as the Brantas Block by Lapindo and Malaca Strait by EMP Malacca Strait S.A. Finally, Brantas Block has a production of 20.22 boepd, while Malaca Strait has 4,498 boepd production.
The Ministry of Energy and Mineral Resources is accelerating the settlement of new contracts terminating oil and gas blocks until 2026. The new contract will use a gross split scheme. The completion of the new termination block contract until 2026 is targeted to be completed by December 2018. Every month, the ESDM Ministry targets a one-year termination block period to be completed.
In addition, there are four oil and gas blocks whose contract expires in 2019, namely Jambi Merang Block, Pendopo & Raja, Bula, and Seram nonBula will sign a new contract on May 31, 2018. Acceleration of the new contract termination of oil and gas blocks termination of 2026 is expected to maintain production level oil and gas Indonesia. From the dynamic data of the Ministry of Energy and Mineral Resources, the average daily production of oil and gas until May 23, 2018 amounted to 2.16 million boepd, lower than the 2017 realization of 2.17 boepd.
IN INDONESIA
Kendali Penuh di Tangan Pemerintah
Di luar perseroan kepemilikan dan pengelolaan (operatorship) wilayah kerja minyak dan gas bumi, ada satu kepentingan utama dari negara, yaitu produksi dari wilayah itu tidak turun.
Terserah siapa yang mengelola, PT Pertamina (Persero) atau operator eksis yang sebagian besar berafiliasi dengan kontraktor asing. Poin lain dalam perpanjangan blok terminasi bahwa produksi minyak Indonesia masih tetap ketika blok terminasi itu dilimpahkan kepada Pertamina misalnya. Hanya saja bagian Pertamina saja yang bertambah kalau blok terminasi itu diserahkan kepada perusahaan minyak nasional tersebut.
Artinya, ketika berbicara tentang energi, tidak berbicara tentang korporasi, tetapi negara. Seluruh kekayaan energi dimiliki oleh negara. Selanjutnya, negara yang akan memutuskan untuk memperpanjang blok tersebut kepada operator eksis atau kepada Pertamina. Tentu dengan berbagai pertimbangan, seperti penurunan produksi ketika terjadi alih kelola dari operator lama ke kontraktor baru.
Jadi ketika berbicara tentang blok migas terminasi, tidak ada tambahan produksi minyak nasional. Hanya ada perubahan operator dan model kontrak bagi hasil. Bahkan, ketika terjadi alih kelola blok terminasi cenderung akan terjadi penurunan produksi. Apalagi Pertamina hanyalah sebuah operator yang menjadi alat negara dalam mengelola sumber energi. Seluruh keputusan ada di tangan negara yang mewakilkan kepada pemerintah misalnya Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM).
Kementerian ESDM mencatat proses kontrak baru untuk enam blok migas pada 2020 sudah dalam tahap valuasi. Mayoritas operator eksis masih berminat untuk melanjutkan pengelolaan di enam blok tersebut. Enam blok migas yang akan terminasi pada 2020 antara lain Blok South Jambi Blok B, Brantas, Kepala Burung, Makassar Strait, Malaka Strait, dan Onshore Salawati Basin. Kementerian ESDM bakal merampungkan keputusan menteri keenam blok migas itu pada pekan pertama Juni 2018.
PT Pertamina Hulu Energi mengajukan proposal pada dua blok migas, yakni Kepala Burung dan Onshore Salawati Basin. Nantinya, kedua blok migas itu akan disatukan menjadi satu wilayah kerja. Direktur Utama Pertamina Hulu Energi (PHE) Gunung Sardjono Hadi mengakui, perseroan mengajukan proposal kontrak baru pada Blok Kepala Burung dan Salawati dengan skema dijadikan satu.
“Soalnya akan lebih ekonomis pengelolaan dengan dijadikan satu," ujarnya.
DI GABUNG
Senada dengan Gunung Sardjono, Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto juga menyebutkan, ada kemungkinan besar Blok Salawati dan Kepala Burung digabung.
“Soalnya dua wilayah kerja itu berdekatan, tetapi kami akan mengkaji lebih dalam lagi. Apakah lebih baik digabung atau tetap sendiri-sendiri,” ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian ESDM, Blok Kepala Burung memiliki produksi migas sebesar 1.393 barel setara minyak per hari (barrel of oil equivalent per day/boepd), sedangkan Blok Salawati Basing memiliki produksi 4.993 boepd.
Selain itu, pengelola Blok South Jambi Blok B saat ini, Conocophillips, tidak mengajukan proposal kontrak baru di blok tersebut. Pertamina yang memegang saham 25% di sana pun juga tidak mengajukan proposal kontrak baru di blok tersebut.
Petrochina yang memiliki saham 30% menjadi satu-satunya yang berminat dan mengajukan pelpanjangan di Blok Jambi Blok B. Blok South Jambi Blok B pun sudah tidak berproduksi sejak Desember 2012 dengan alasan sudah tidak ekonomis lagi.
Chevron selaku pengelola Blok Makassar Strait meminta waktu perpanjangan untuk pengajuan proposal. Djoko mengatakan, Chevron minta waktu sampai pekan kedua Juni 2018 untuk pengajuan proposal kontrak baru Makassar Strait. Jadi, ketika pekan pertama penetapan pengelola blok terminasi 2020, blok Makassar Strait akan ditunda terlebih dulu.
“Kalau pun nantinya Chevron tidak mengajukan, operator eksis lainnya di Makassar Strait, yakni Eni Italy sudah mengaku siap untuk mengajukan proposal. Namun, kami akan menunggu proposal dari Chevron terlebih dulu,” ujarnya.
Sisanya, blok terminasi 2020 sudah diminati langsung oleh operator eksis, seperti Blok Brantas oleh Lapindo dan Malaca Strait oleh EMP Malacca Strait S.A. Terakhir, Blok Brantas memiliki produksi sebesar 20,22 boepd, sedangkan Malaca Strait memiliki produksi 4.498 boepd.
Kementerian ESDM memang sedang mempercepat penyelesaian kontrak baru blok migas terminasi sampai 2026. Kontrak baru itu nantinya akan menggunakan skema bagi hasil kotor (gross split). Penyelesaian kontrak baru blok terminasi sampai 2026 ditargetkan bisa selesai pada Desember 2018. Setiap bulan, Kementerian ESDM menargetkan satu tahun periode blok terminasi bisa dituntaskan.
Selain itu, ada empat blok migas yang kontraknya berakhir pada 2019, yaitu Blok Jambi Merang, Pendopo & Raja, Bula, dan Seram nonBula akan tanda tangan kontrak baru pada 31 Mei 2018. Percepatan penyelesaian kontrak baru blok migas terminasi 2026 diharapkan bisa menjaga tingkat produksi migas Indonesia. Dari data dinamis Kementerian ESDM, rata-rata produksi harian migas sampai 23 Mei 2018 sebesar 2,16 juta boepd, lebih rendah ketimbang realisasi 2017 sebesar 2,17 boepd.
Bisnis Indonesia, Page-30, Wednesday, May 30, 2018
No comments:
Post a Comment