PT Pertamina (Persero) will transfer the supply of liquefied natural gas (LNG) imported from Cheniere Energy Inc. LNG supplies have not been brought to the country because domestic needs can still be met from the Badak LNG Plant.
Cheniere Energy Inc.
Pertamina's Corporate Marketing Director, Basuki Trikora Putra, said that the company sold back LNG supplies purchased from Cheniere in 2013. This LNG supply is sold through its subsidiary, PPT Energy Trading. The total supply of LNG purchased by the company from the United States gas company reaches 1.4 million tons per year.
"The volume for 2019 has already been sold, it's been solved, it's not a problem. I don't remember how many cargoes, there were about tens of cargo in one year, "he said in Jakarta.
PPT Energy Trading
Unfortunately, Basuki claimed he did not know where the LNG supply was sold. Because, through PPT Energy Trading, the LNG supply is released to the spot market. The LNG sale and purchase contract is also designed for the short term (shor term), which is supply for 2019 only.
the Badak LNG
He explained that the LNG supply had to be resold because domestic gas needs could still be met from domestic refineries, namely the Badak LNG Plant in East Kalimantan. Although, this domestic gas demand is expected to continue to rise along with the completion and improvement of the company's refinery (BBM) and the project for electricity gas needs.
"In 2019, from there (Cheniere) did not enter Indonesia. Domestic can still be fulfilled from the Badak LNG Plant. The domestic priority is still from the Badak LNG Plant, "said Basuki.
According to Investor Daily, the LNG import contract from the United States was signed in 2013. Pertamina has purchased LNG of 0.76 million tons per year from Cheniere Energy supplied from 2018 with a duration of 20 years. In 2014, the company signed a sale and purchase contract with subsidiary Cheniere Energy Inc., Corpus Christi Liquefaction Liability Company, to supply 0.76 million tons, of LNG starting in 2019 for 20 years.
Then, in 2017, Pertamina contracts with Woodside with a volume of around 0.6 million tons per year which can be increased to 1.1 million tons per year. The supply of 0.6 million tons per year will be sent from 2022-2034 and can be increased to 1.1 million tons per year from 2024-2038. Finally, the company has a head of agreement (HoA) with ExxonMobil to supply as much as 1 million tons per year for 20 years starting from 2025.
On the other hand, referring to the national gas balance, the government projects that the domestic gas supply deficit will still occur in the range of 2025. This also depends on which scenario will be used in estimating national gas demand and supply projections. Referring to the data from the Ministry of Energy and Mineral Resources, in 2025, Indonesia will have a gas deficit of 206.5 mmscfd when referring to the second scenario.
However, if you apply the third scenario, this gas deficit has increased dramatically to 1,072.29 mmscfd. The shortage of gas supply continues in 2026, which is 673.9 mmscfd if based on the second scenario and 1,572.43 mmscfd if referring to the third scenario. Finally at 2027, the gas deficit will be 442 mmscfd if it refers to the second scenario and 1,374.95 mmscfd if based on the third scenario.
IN INDONESIAN
Pertamina Alihkan Impor LNG Cheniere
PT Pertamina (Persero) akan mengalihkan pasokan gas alam cair (liquefied natural gas/ LNG) yang di impor dari Cheniere Energy Inc. Pasokan LNG batal dibawa ke dalam negeri karena kebutuhan domestik masih dapat dipenuhi dari Kilang LNG Badak.
Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra menuturkan, pihaknya menjual kembali pasokan LNG yang dibeli dari Cheniere pada 2013 silam. Pasokan LNG ini dijual melalui anak usahanya, PPT Energy Trading. Total pasokan LNG yang dibeli perseroan dari perusahaan gas Amerika Serikat itu mencapai 1,4 juta ton per tahun.
“Volumenya yang untuk 2019 itu sudah selesai (dijual), sudah solved, tidak masalah. Saya tidak ingat berapa kargo, 1 tahun ada sekitar berapa puluh kargo,” kata dia di Jakarta.
Sayangnya, Basuki mengaku tidak hafal kemana saja pasokan LNG tersebut dijual. Pasalnya, melalui PPT Energy Trading, pasokan LNG itu dilepas ke pasar spot. Kontrak jual beli LNG ini juga didesain untuk jangka waktu pendek (shor term) saja, yakni pasokan untuk 2019 saja.
Dia menjelaskan, pasokan LNG tersebut terpaksa dijual kembali lantaran kebutuhan gas dalam negeri masih dapat dipenuhi dari kilang domestik, yakni Kilang LNG Badak di Kalimantan Timur. Walaupun, kebutuhan gas domestik ini diperkirakannya akan terus naik seiring dengan rampungnya perbaikan dan penambahan kilang bahan bakar minyak (BBM) perseroan dan proyek kebutuhan gas kelistrikan.
“Pada 2019, dari sana (Cheniere) tidak masuk ke Indonesia. Kalau domestik sekarang masih bisa dipenuhi dari Kilang LNG Badak. Prioritas domestik masih dari Kilang LNG Badak,” kata Basuki.
Berdasarkan catatan Investor Daily, kontrak impor LNG dari Amerika Serikat itu ditandatangani pada 2013 silam. Pertamina telah membeli LNG sebesar 0,76 juta ton per tahun dari Cheniere Energy yang dipasok mulai 2018 dengan durasi 20 tahun. Pada 2014, perseroan menandatangani kontrak jual beli dengan anak usaha Cheniere Energy Inc yakni Corpus Christi Liquefaction Liability Company untuk memasok 0,76 juta ton, per tahun LNG mulai 2019 selama 20 tahun.
Kemudian, pada 2017, Pertamina berkontrak dengan Woodside dengan volume sekitar 0,6 juta ton per tahun yang bisa ditingkatkan menjadi 1,1 juta ton per tahun. Pasokan 0,6juta ton per tahun mulai dikirim 2022-2034 dan bisa ditingkatkan menjadi 1,1 juta ton per tahun pada 2024-2038. Terakhir, perseroan memiliki kesepakatan (head of agreement/HoA) dengan ExxonMobil untuk pasokan sebanyak 1 juta ton per tahun selama 20 tahun mulai 2025.
Di sisi lain, mengacu neraca gas nasional, pemerintah memproyeksikan defisit pasokan gas di dalam negeri masih akan terjadi pada kisaran 2025. Ini pun tergantung dengan skenario mana yang akan dipakai dalam memperkirakan proyeksi kebutuhan dan pasokan gas nasional. Mengacu data Kementerian ESDM, pada 2025 nanti, Indonesia akan defisit gas sebesar 206,5 mmscfd jika mengacu pada skenario kedua.
Namun, jika menerapkan skenario ketiga, defisit gas ini meningkat drastis menjadi 1.072,29 mmscfd. Kekurangan pasokan gas ini terus berlangsung pada 2026, yakni sebesar 673,9 mmscfd jika berdasarkan skenario kedua dan 1.572,43 mmscfd jika mengacu skenario ketiga. Terakhir di 2027, defisit gas akan menjadi 442 mmscfd jika mengacu skenario kedua dan 1.374,95 mmscfd jika berdasarkan skenario ketiga.
Investor Daily, Page-9, Thursday, Dec 6, 2018
No comments:
Post a Comment