The Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) stated that an agreement to transfer the management of the Rokan Block between PT Pertamina (Persero) and PT Chevron Pacific Indonesia was urgent. If the transfer of management has stalled, Rokan Block's oil production could drop dramatically when the contract expires in 2021.
Dwi Soetjipto
Head of SKK Migas Dwi Soetjipto said negotiations over the management of the Rokan Block between Pertamina and Chevron had not yet found an agreement. In fact, Chevron's work plan and budget / WP & B for the Rokan Block in 2020 have not included Pertamina's plan to drill a well in the block next year. Although Pertamina has a commitment to do this drilling. Initially, the company targeted an agreement between Pertamina and Chevron last month.
the Rokan Block by Chevron
"Yes, it is indeed late. Therefore, SKK Migas has asked various parties to support, encourage, because this is B to B. This is very urgent because it concerns WP&B 2020. We strongly encourage this to be finished soon, "he said during a meeting with Commission VII DPR.
He revealed, previously there had been a legal problem related to the transfer of management, but it had been resolved. One of the things that is still difficult is the economy. Both have their respective counts related to liabilities and benefits that exist in the next two years until the end of 2021.
"If there are many ripple counts here, of course finally the liabilities are large. So now it is finalizing, "Dwi said.
According to him, this negotiation must immediately produce an agreement. This is because oil production from the Rokan Block in the next two years is very dependent on operational activities that will be carried out this year and next.
"The longer it will have an impact on oil production in 2020 and 2021. If there is no activity, production will be lost again," he said.
Pertamina already has a plan related to what activities will be carried out in the Rokan Block next year. Not only that, this state-owned oil and gas company has also set up funds. Pertamina Upstream Director Dharmawan H Samsu said that his office was ready to fund the drilling of wells in the Rokan Block next year. However, the realization of this activity depends on the agreement with Chevron. Regarding the number of wells to be drilled, he wants as much as possible, but this is influenced by the availability of the wellhead and valve they have.
"In our scenario, we will see how many warehouses they are in, what we are similar in, how much we can borrow, this is being worked on. Then we have to activate the crew first. So it is needed at least the second quarter, "he said.
During the heyday of Rokan Block in 1973, oil production was almost 1 million BPD. However, oil and gas block production continues to fall over time. In 2011, the Rokan Block still produced around 356.98 thousand BPD of oil or contributed 39.56% of the total national oil production at that time 902.35 BPD.
However, according to SKK Migas data, at the end of September, the block's oil lifting was only 192,193 BPD or 25.8% of the total national oil lifting of 744,700 BPD. The government has appointed Pertamina as the operator of the Rokan Block after its existing contract expires in 2021 in July 2018. However, the Rokan Block PSC contract for the period after 2021, had just been signed by Pertamina in May 2019. The transition process for the management of the Rokan Block had only begun operation after the new contract was signed.
Referring to this new contract, Pertamina has a definite work commitment (KKP) for the first five years in the Rokan Block worth the US $ 500 million or around Rp 7.2 trillion. Some of the activities to be funded by the CTF include an EOR study of US $ 4 million, drilling of 11 exploration wells of US $ 69.8 million, drilling of five Telisa wells of US $ 18.1 million, stage-1 CEOR 7 pattern of US $ 247 million, and stage-1 steam flood Kulin or Rantau Bais US $ 88.6 million.
IN INDONESIA
Alih Kelola Blok Rokan Mendesak Dilakukan
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan adanya kesepakatan alih kelola Blok Rokan antara PT Pertamina (Persero) dan PT Chevron Pacific Indonesia sudah mendesak. Jika alih kelola tersendat, produksi minyak Blok Rokan bisa turun drastis ketika kontrak berakhir di 2021.
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menuturkan, negosiasi alih kelola Blok Rokan antara Pertamina dan Chevron belum juga menemukan kata sepakat. Bahkan, dalam rencana kerja dan anggaran /WP&B Chevron untuk Blok Rokan di 2020 belum memasukkan rencana Pertamina mengebor sumur di blok tersebut pada tahun depan. Walaupun Pertamina memiliki komitmen melakukan pengeboran ini. Awalnya, pihaknya menargetkan adanya kesepakatan antara Pertamina dan Chevron pada bulan lalu.
“Iya, memang terlambat. Oleh karena itu, SKK Migas sudah minta ke berbagai pihak untuk ikut mendukung, mendorong, karena ini kan B to B. Ini mendesak sekali karena menyangkut WP&B 2020. Kami mendorong betul untuk ini bisa segera selesai,” kata dia di sela rapat dengan Komisi VII DPR.
Dia mengungkapkan, sebelumnya sempat ada masalah legal terkait alih kelola ini, namun sudah diselesaikan. Salah satu hal yang masih sulit yakni ke ekonomian. Keduanya memiliki hitungan masing-masing terkait liabilitas dan manfaat yang ada dalam dua tahun ke depan hingga akhir 2021.
“Kalau disini hitung riaknya banyak, tentu akhirnya liabilitasnya besar. Jadi sekarang sedang memfinalkan lah,” ujar Dwi.
Menurutnya, negosiasi ini harus segera menghasilkan kesepakatan. Pasalnya, produksi minyak dari Blok Rokan pada dua tahun mendatang sangat bergantung pada kegiatan operasi yang akan dilaksanakan di tahun ini dan tahun depan.
“Jika semakin lama akan berdampak pada produksi minyak 2020 dan 2021. Kalau tidak ada aktivitas, ya hilang lagi produksinya,” tegas dia.
Pertamina telah memiliki perencanaan terkait kegiatan apa saja yang akan dijalankan di Blok Rokan pada tahun depan. Tidak hanya itu, perusahaan migas milik pemerintah ini juga telah menyiapkan dana. Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu sempat mengungkapkan, pihaknya siap mendanai pengeboran sumur di Blok Rokan pada tahun depan. Namun, realisasi kegiatan ini tergantung pada kesepakatan dengan Chevron. Terkait jumlah sumur yang akan dibor, pihaknya ingin sebanyak-banyaknya, namun hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan well head dan valve yang dimiliki.
“Skenario kami, akan lihat di gudang mereka berapa, yang serupa di tempat kami berapa, yang bisa kami pinjam berapa, ini sedang dikerjakan. Kemudian kami harus mengaktifkan kru dulu. Jadi diperlukan paling tidak at least second quartal,” ujarnya.
Blok Rokan pada masa kejayaannya di 1973, produksi minyaknya hampir mencapai 1 juta bph. Namun, produksi blok migas ini terus turun seiring berjalannya waktu. Di 2011, Blok Rokan masih menghasilkan minyak sekitar 356,98 ribu bph atau berkontribusi 39,56% dari total produksi minyak nasional saat itu 902,35 bph.
Namun mengacu data SKK Migas, di akhir September lalu, lifting minyak blok ini hanya 192.193 bph atau 25,8% dari total lifting minyak nasional 744.700 bph. Pemerintah telah menetapkan Pertamina sebagai operator Blok Rokan pasca kontrak eksistingnya berakhir pada 2021 nanti pada Juli tahun 2018 lalu. Namun, kontrak PSC Blok Rokan untuk periode setelah 2021, baru saja ditandatangani oleh Pertamina pada Mei tahun 2019. Proses transisi pengelolaan Blok Rokan baru saja beroperasi pasca kontrak baru ditandatangani.
Mengacu kontrak baru ini, Pertamina memiliki komitmen kerja pasti (KKP) untuk lima tahun pertama di Blok Rokan senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun. Beberapa kegiatan yang akan didanai dengan KKP ini yakni studi EOR senilai US$ 4 juta, pengeboran 11 sumur eksplorasi US$ 69,8 juta, pengeboran lima sumur Telisa US$ 18,1 juta, stage-1 CEOR 7 pattern US$ 247 juta, dan stage-1 steam flood Kulin atau Rantau Bais US$ 88,6 juta.
Investor Daily, Page-9, Friday, 6 Dec, 2019
No comments:
Post a Comment