google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 Unexpected Masela - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Saturday, February 1, 2020

Unexpected Masela



The twists and turns of managing the Masela Block off the coast of Maluku, according to Japanese businessmen, really made them never guessed before. What is far beyond expectations is the length of government decisions regarding the gas management model. Discovered since 1998, the Masela Block gas was just decided to be managed on land in 2016.

the Masela Block

That was one of the points delivered by The Jakarta Japan Club (JJC) President Kanji Tojo at a press conference in Jakarta last week. JJC is an association representing the commercial and industrial sectors of Japan. They conveyed a number of recommendations in the economic field to the Government of Indonesia, Masela Block was indeed filled with unexpected things.

The Jakarta Japan Club (JJC) President Kanji Tojo

There is a tug of war between the two camps, the one that believes that gas is more efficiently managed in the high seas (floating refineries in the gas source area) and the one that advocates for gas treatment on land which has lower costs. All were adamant with each other's arguments.

Inpex Corporation

In September 2015, Inpex Corporation and Shell submitted a management plan (POD) for the Masela Block at sea with an investment of 14 billion US dollars or 5 billion US dollars cheaper than the value of development on the land.

Shell

The Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) also suggested the same thing. Because there are still strong conflicts of interest between land and at sea, the government invites independent consultants to provide input.

SKK Migas

The result is the same, Recommendations that came out at the end of 2015 were gas processed in the high seas. But a surprising thing happened in March 2016. 

The President Joko Widodo

     At a press conference at the airport, President Joko Widodo announced the attitude that the government wanted to develop gas on land so as to demand changes or revisions to the POD. This change certainly requires a new study. The production plan that was originally realized in 2024 was delayed to the fastest in 2027.

The estimated investment will be 19.8 billion US dollars or more expensive than originally proposed. What lessons can be drawn from that? He said the government wanted to attract as much foreign investment as possible by trying to reform the bureaucracy.

Rules that are seen as holding back revoked or canceled. Unfortunately, that has not made Indonesia an attractive country for investment.

The United States trade war with China

Dozens of companies that shifted their industrial locations due to the United States trade war with China did not enter Indonesia. They are more interested in other countries in Southeast Asia.

JJC gave some recommendations. Improving the investment climate in Indonesia is their first recommendation. Some points included in this recommendation are the need for transparency regarding taxation and fiscal. In addition, the business world needs consistency of policies made by the government.

     Further about policy consistency is the statement of a number of different government officials for the same thing. For investors, this is confusing. Which words can he hold? I guess so. Similar to the story of the Masela Block, when relevant ministries and technical institutions recommend the management of gas at sea, the decision in the future is on land.

Indonesia's upstream oil and gas industry is still full of twists and turns. Hundreds of licenses, more than 300 licenses, must be managed by investors, starting with licenses at the central to regional levels.

The accumulation of permits is not accompanied by clarity when it is finished. The government has improved. As many as 56 licenses within the Ministry of Energy and Mineral Resources, for example, were revoked or canceled because they were considered to hamper investment.

SKK Migas recently launched a one-stop service policy that promised to accelerate and simplify the bureaucracy within 3 days. One is needed, consistency over the improvement.

IN INDONESIA

Masela yang Tidak Terduga 

Lika-liku pengelolaan Blok Masela di lepas pantai Maluku, menurut para pengusaha Jepang, betul-betul membuat mereka tak pernah menduga sebelumnya. Hal yang jauh di luar dugaan adalah begitu lamanya keputusan pemerintah menyangkut model pengelolaan gas. Ditemukan sejak 1998, gas Blok Masela baru saja diputuskan untuk dikelola di darat pada 2016.

Demikian salah satu poin yang disampaikan Presiden The Jakarta Japan Club (JJC) Kanji Tojo dalam konferensi pers di Jakarta, pekan lalu. JJC merupakan perkumpulan yang mewakili sektor komersial dan industri dari Jepang. Mereka menyampaikan sejumlah rekomendasi di bidang perekonomian kepada Pemerintah Indonesia Blok Masela memang dipenuhi oleh hal-hal yang tidak terduga. 

Ada tarik-menarik kuat antara dua kubu, yaitu kubu yang berpendapat bahwa gas lebih efisien dikelola di laut lepas (kilang terapung di area sumber gas) dan kubu yang menganjurkan gas diolah di darat yang beralasan ongkosnya lebih murah. Semua bersikukuh dengan argumen masing-masing.

Pada September 2015, Inpex Corporation dan Shell mengajukan rencana pengelolaan (POD) Blok Masela di laut dengan nilai investasi 14 miliar dollar AS atau 5 miliar dollar AS lebih murah dibandingkan nilai pengembangan di darat. 

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga menyarankan hal yang sama. Lantaran adanya konflik kepentingan antara di darat dan di laut masih kuat, pemerintah mengundang konsultan independen untuk memberi masukan.

Hasilnya sama, Rekomendasi yang keluar pada akhir 2015 adalah gas diolah di laut lepas. Namun hal yang mengejutkan terjadi pada Maret 2016. Pada sebuah konferensi pers di bandara, Presiden Joko Widodo mengumumkan sikap bahwa pemerintah ingin pengembangan gas di darat sehingga menuntut perubahan atau revisi POD. Perubahan itu tentu saja memerlukan kajian baru. Rencana produksi yang semula bisa diwujudkan pada 2024 tertunda menjadi paling cepat tahun 2027.

Estimasi investasinya menjadi 19,8 miliar dollar AS atau lebih mahal dari yang diusulkan semula. Pelajaran apa yang bisa diambil dari hal itu? Katanya, pemerintah ingin menggaet investasi asing sebanyak-banyaknya dengan berusaha mereformasi birokrasi. 

Aturan yang dipandang menghambat dicabut atau dibatalkan. Sayangnya hal itu belum membuat Indonesia menjadi negara yang menarik untuk berinvestasi. 

Puluhan perusahaan yang mengalihkan lokasi industri mereka akibat perang dagang Amerika Serikat dengan China tidak satu pun yang masuk ke Indonesia. Mereka lebih tertarik dengan negara lain di Asia Tenggara.

JJC memberikan beberapa rekomendasinya. Perbaikan iklim investasi di Indonesia adalah rekomendasi pertama mereka. Beberapa poin yang masuk dalam rekomendasi ini adalah perlunya transparansi tentang perpajakan dan fiskal. Selain itu, dunia usaha membutuhkan konsistensi kebijakan yang dibuat pemerintah. 

Lebih jauh tentang konsistensi kebijakan adalah pernyataan sejumlah pejabat pemerintah yang berbeda-beda untuk hal yang sama. Bagi investor, ini hal membingungkan. Yang mana yang bisa dipegang ucapannya? Begitu kira-kira. Mirip dengan kisah Blok Masela, ketika kementerian dan institusi teknis terkait merekomendasikan pengelolaan gas di laut, keputusan di kemudian hari adalah di darat.

Industri hulu migas Indonesia memang masih penuh liku. Ratusan perizinan, lebih dari 300 izin, harus diurus investor, mulai perizinan di tingkat pusat sampai daerah. 

Bertumpuknya izin itu tidak disertai kejelasan kapan selesainya. Pemerintah memang sudah berbenah. Sebanyak 56 perizinan di lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, misalnya dicabut atau dibatalkan karena dianggap menghambat investasi. 

SKK Migas beberapa waktu lalu juga meluncurkan kebijakan layanan satu pintu yang menjanjikan percepatan dan penyederhanaan birokrasi dalam waktu 3 hari. Satu yang diperlukan, konsistensi atas pembenahan tersebut.

Kompas, Page-13, Wednesday, Jan 29, 2020

No comments:

Post a Comment

POP UNDER

Iklan Tengah Artikel 1

NATIVE ASYNC

Iklan Bawah Artikel