The capacity of the national gas infrastructure is still able to accommodate additional supply if Indonesia starts importing liquefied natural gas / LNG by 2020. However, infrastructure development must be done to state the gas supply.
Gas Director of PT Pertamina Yenny Andayani said the volume of imported gas should be in line with the capacity of existing LNG recipients and regasification facilities in Indonesia. The reason, unlike oil, LNG although liquid-shaped can not be stored in a carrier ship tethered at sea. This will make the liquid gas longer evaporate or even an accident that is not in want.
In Indonesia, the capacity of existing recipients and regasification facilities can still accommodate imported gas. So if you look at the facilities, still adequate if the required volume is still in the early stages and ramp up (will go up).
Indonesia has three LNG receiving and regasification facilities, namely in West Java, Lampung and Arun. Yenny detailed that LNG facilities in West Java and Arun, each having a capacity of about 3-3.5 million tons per year. Currently, both facilities have not been fully utilized.
Then, LNG facility in Lampung managed by PT PGN Tbk with a capacity of 2 million tons per year and not fully utilized. However, Indonesia needs to be wary of the growth of national gas needs in the future.
One of them whether the existing facilities at this time the distribution in accordance with the center of gas needs. Then to note also is the growth of gas utilization in the future how fast.
For that, he said, it needed a synergy between Pertamina and PGN to optimize the existing gas infrastructure. One of them is how to have the existing recipient and regasification facilities, both owned by Pertamina and PGN, can be utilized together.
Likewise, existing pipe infrastructure can also be shared. It is then necessary to ascertain whether FSRUs (floating storage and regasification units) are required. This is only Sumatra and Java, how is the archipelago of East Indonesia?
However, Yenny added that currently Indonesia still does not need to import gas to meet domestic needs. Indonesia still has an excess supply of LNG that can be utilized by domestic consumers. The reason, so far the national LNG consumer only PT PLN Imports 2020
Yenny estimates gas imports will be needed by 2020. This estimate assumes an increase in normal gas demand where demand for electricity grows from 3% to 6% and other parameters determined by the government.
In the upstream oil and gas sector, large gas fields in Indonesia, such as the Masela Block and East Natuna, are still under development. So there is a gas supply deficit. Pertamina and PGN should anticipate how secure gas supply for the country can be.
Pertamina has signed an LNG import contract with a US company. Pertamina signed a contract with Cheniere Energy Inc. subsidiary, Corpus Christi Liquefaction Liability Company, to supply LNG of 0.76 million tons per year for 20 years starting 2019. Pertamina has also contracted with Cheniere Energy with the same volume for 20 years, but Starting in 2018.
Finally, Pertamina has just signed LNG import contract with ExxonMobil with volume of 1 million tons per year for 20 years starting from 2025. Yenny added, although the three contracts with US company, gas source of Pertamina does not mean from Uncle Sam's country alone. Exxon-Mobil said it has a variety of gas sources in the world that become the flexibility for Pertamina.
IN INDONESIAN
Infrastruktur Nasional Masih Mampu Tampung Gas Impor
Kapasitas infrastruktur gas nasional masih mampu menampung tambahan pasokan jika Indonesia mulai mengimpor gas alam cair/LNG pada 2020 nanti. Namun, pembangunan infrastruktur harus tetap dilakukan untuk memeratakan pasokan gas.
Direktur Gas PT Pertamina Yenny Andayani mengatakan, volume gas yang diimpor harus sesuai dengan kapasitas fasilitas penerima dan regasifikasi LNG yang ada di Indonesia. Pasalnya, tidak seperti minyak, LNG meski berbentuk cair tidak dapat disimpan dalam kapal pengangkut yang ditambatkan di laut. Hal ini akan membuat gas cair semakin lama menguap atau bahkan terjadi kecelakaan yang tidak di inginkan.
Di Indonesia, kapasitas fasilitas penerima dan regasifikasi yang ada masih dapat menampung gas yang di impor. Jadi kalau lihat fasilitas, masih memadai kalau volume yang diperlukan masih di tahap awal dan ramp up (akan naik).
Indonesia memiliki tiga fasilitas penerima dan regasifikasi LNG, yakni di Jawa Barat, Lampung, dan Arun. Yenny merinci, fasilitas LNG di Jawa Barat dan Arun, masing-masing memiliki kapasitas sekitar 3-3,5 juta ton per tahun. Saat ini kedua fasilitas tersebut belum dimanfaatkan sepenuhnya.
Kemudian, fasilitas LNG di Lampung yang dikelola PT PGN Tbk berkapasitas 2 juta ton per tahun dan belum sepenuhnya dimanfaatkan. Hanya saja, Indonesia perlu mewaspadai pertumbuhan kebutuhan gas nasional ke depannya.
Salah satunya apakah fasilitas yang ada saat ini sebarannya sesuai dengan pusat kebutuhan gas. Kemudian yang perlu diperhatikan juga adalah pertumbuhan pemanfaatan gas di masa mendatang seberapa cepat.
Untuk itu, dikatakannya diperlukan sinergi antara Pertamina dan PGN untuk mengoptimalkan infrastruktur gas yang ada. Salah satunya bagaimana agar fasilitas penerima dan regasifikasi yang ada, baik milik Pertamina dan PGN, dapat dimanfaatkan bersama.
Demikian juga infrastruktur pipa yang ada juga dapat dipakai bersama. Kemudian perlu memastikan apakah diperlukan lagi FSRU (floating storage and regasification unit/fasilitas penerima dan regasifikasi terapung). Ini hanya Sumatera dan Jawa, bagaimana Indonesia Timur yang sifatnya kepulauan?
Meski demikian, Yenny menambahkan, saat ini Indonesia masih belum perlu mengimpor gas untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Indonesia justru masih mempunyai kelebihan pasokan LNG yang dapat dimanfaatkan konsumen domestik. Pasalnya, sejauh ini konsumen LNG nasional hanya PT PLN Impor 2020
Yenny memperkirakan impor gas akan diperlukan pada 2020 nanti. Perkiraan ini dengan asumsi kenaikan kebutuhan gas normal di mana pertumbuhan kebutuhan listrik naik dari 3% menjadi 6% dan parameter lain yang ditentukan pemerintah.
Sementara di sektor hulu migas, lapangan gas besar di Indonesia, seperti Blok Masela dan East Natuna, masih dalam pengembangan. Sehingga terjadi defisit pasokan gas. Pertamina dan PGN harus mengantisipasi bagaimana bisa secure pasokan gas untuk dalam negeri.
Pertamina telah meneken kontrak impor LNG dengan perusahaan Amerika Serikat. Pertamina meneken kontrak dengan anak usaha Cheniere Energy Inc, yakni Corpus Christi Liquefaction Liability Company, untuk pasokan LNG sebesar 0,76 juta ton per tahun selama 20 tahun mulai 2019. Pertamina juga sudah berkontrak dengan Cheniere Energy dengan volume yang sama selama 20 tahun, namun dimulai pada 2018.
Terakhir, Pertamina baru saja meneken kontrak impor LNG dengan ExxonMobil dengan volume 1 juta ton per tahun selama 20 tahun yang berlaku mulai 2025. Yenny menambahkan, meski ketiga kontrak dengan perusahaan Amerika Serikat, sumber gas Pertamina bukan berarti dari Negeri Paman Sam itu saja. Exxon-Mobil dikatakannya memiliki berbagai sumber gas di dunia yang menjadi fleksibilitas bagi Pertamina.
Investor Daily, Page-9, Tuesday, May, 2, 2017