google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Wednesday, May 24, 2017

Inpex Forced to Construct Masela Blocks



The government will force lnpex Masela Limited, operator of Masela Block, to commence an initial review of the definition and study of the oil and gas project area located in the Arafuru Sea, Maluku. Minister of Energy and Mineral Resources (EMR) lgnasius Jonan asked lnpex to immediately begin the Final Field Design (FEED) of Abadi Field. Masela Block. Pre FFED it's up to lnpex. If it's too long, I cancels the Masela Block management right.

Jonan explained, until now the oil and gas company from Japan has not indicated the intention to start the initial project assessment activities. The review is to determine the production capacity of LNG / gas refinery and gas pipe volume.

In addition to producing LNG through a land refinery the government is requesting lnpex to allocate piped gas Will be used in the gas user industry. Currently there are two options related to the development of oil and gas block which 65% of its shares are owned by lnpex Corporation and 35% by Shell.

First, the capacity of LNG plant 7.5 million tons per year (MTPA) and gas pipeline 474 MMscfd Second, the capacity of the refinery LNG 9,5 MTPA and gas pipeline 150 MMscfd. The government gives flexibility to Inpex to review both options. Meanwhile, lnpex Masela Limited, a subsidiary of lnpex Corporation, wants the first option because there is no certainty that the industry is committed to buying gas from Masela.

The government wants the two schemes to be reviewed with two LNG plant location options. Jonan too Considers too long for investors to weigh so that FEED pre can not start yet.

Since converted from a floating refinery to a land refinery by the end of March 2016, the development of the Masela project Not significant yet. In fact, when Japanese Prime Minister Shinzo Abe visited Indonesia in January 2017 there has been no agreement between the Indonesian government and Inpex.

Inpex acquired 100% of the Masela Block in November 1998 through an open bidding made by the Indonesian government. Then Inpex took Shell with 35% share ownership to develop Abadi Field.

In December 2010, the government approved the development plan (POD-1) of the Masela Block with an LNG plant Floating capacity of 2.5 MTPA. In December 2015, the government agreed to increase the capacity of the LNG plant in Masela from 2.5 MTPA to 7.5 MTPA. However, in April 2016, the government changed Masela's development scheme from a floating refinery to a land refinery. Inpex has worked on several oil and gas blocks in the country, such as the Mahakam Block, South Natuna Sea Block B, Sebuku Block, and Tangguh LNG. Meanwhile, the location of the Masela gas well is adjacent to the Tanimbar Islands, Maluku.

STILL OPTIMISTICAL

On the same occasion, Senior Manager of Communication & Relations lnpex Indonesia Usman Slamet said it was discussing intensively related to the continuation of Masela development project. He is optimistic that the government will accelerate the process and ensure the project runs on an economic scale even though the development scheme has changed from a floating refinery to a land refinery.

Previously, the government has responded to the Inpex request related to the development of the Masela Block. However, Until now the contractor and the government have not agreed on several matters so that the working area signed by the contract in 1998 has not been able to start significantly. In fact, the government is targeting that the final investment decision can be made in 2019 and gas production first began in 2026.

Deputy Head of Special Unit for Upstream Oil and Gas Business Executives (SKK Migas) Zikrullah Said it is difficult to re-discover the structure with huge oil and gas production potential in the country. He mentioned that potential gas production of up to 500 Mmscfd could be found in one working area, but now it is necessary to gather findings in 10 working areas to obtain the same volume.

In addition, despite the smaller production volume, operational costs incurred by operators are still the same. Therefore, he hopes that exploration activities continue to be done to replace the volume that has been produced. In the past, 500 MMscfd was from a block if it now has 10 blocks.

Zikrullah explains there is a trend of time required for a gas-generating structure or Its first oil is getting longer. This is due to several factors, such as the speed of providing investment decisions from each contractor to the licensing arrangement in the operating area.

Long time it will add to operating costs charged to operating costs (cost recovery). Yet if a field can not produce oil and gas, both contractors and the government can not enjoy the benefits, but still have to spend.

Thus, the time savings from start up to the first production can save the operating costs of a working area and accelerate the contractor as well as the government enjoys the benefits of the resulting production. In the end because it goes into the overall cost that will be in cost recovery.

IN INDONESIAN

Inpex Dipaksa Segera Garap Blok Masela


Pemerintah akan memaksa lnpex Masela Limited, operator Blok Masela, untuk memulai kajian tahap awal  pendefinisian dan kajian proyek wilayah minyak dan gas bumi yang berlokasi di Laut Arafuru, Maluku itu. Menleri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) lgnasius Jonan meminta lnpex segera memulai kajian pra-pendefinisian proyek (Final engineering design/FEED) Lapangan Abadi. Blok Masela. Pre FFED-nya itu terserah lnpex. Kalau terlalu lama, saya batalkan hak pengelolaan Blok Masela. 

Jonan menjelaskan, hingga saat ini perusahaan minyak dan gas bumi asal Jepang itu belum menunjukkan niat untuk memulai kegiatan kajian awal proyek. Kajian tersebut untuk menentukan kapasitas produksi kilang gas alam cair/LNG dan volume gas pipa.

Selain memproduksi LNG melalui kilang darat pemerintah meminta lnpex untuk mengalokasikan gas pipa yang akan di gunakan industri pengguna gas. Saat ini ada dua opsi terkait dengan pengembangan blok migas yang  65% sahamnya dikuasai lnpex Corporation dan 35% oleh Shell.

Pertama, kapasitas kilang LNG 7,5 juta ton per tahun (MTPA) dan gas pipa 474 MMscfd Kedua, kapasitas kilang LNG 9,5 MTPA dan gas pipa 150 MMscfd. Pemerintah memberikan keleluasaan kepada lnpex untuk mengkaji kedua opsi tersebut. Sementara itu, lnpex Masela Limited, anak perusahaan lnpex Corporation, menginginkan opsi pertama karena belum ada kepastian industri yang berkomitmen membeli gas pipa dari Masela.

Pemerintah menginginkan agar dua skema itu direview dengan dua pilihan lokasi kilang LNG. Jonan pun menganggap terlalu lama bagi investor untuk menimbang sehingga pre FEED belum bisa dimulai.

Sejak diubah dari kilang terapung menjadi kilang darat pada akhir Maret 2016, perkembangan proyek Masela belum signifikan. Bahkan, ketika Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe berkunjung ke Indonesia pada Januari 2017 belum ada kesepakatan antara pemerimah Indonesia dengan Inpex.

Inpex menguasi 100% saham Blok Masela pada November 1998 melalui  penawaran terbuka yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia. Kemudian Inpex menggandeng Shell dengan kepemilikan saham 35% untuk  mengembangkan Lapangan Abadi.

Pada Desember 2010, pemerintah menyetujui rencana pengembangan (POD-1) Blok Masela dengan kilang LNG  terapung berkapasitas 2,5 MTPA. Pada Desember 2015, pemerintah menyetujui peningkatan kapasitas kilang LNG di Masela dari 2,5 MTPA menjadi 7.5 MTPA. 

      Namun, pada April 2016, pemerintah mengubah skema pengembangan Masela dari kilang terapung menjadi kilang darat. Inpex telah menggarap beberapa blok migas di Tanah Air, seperti Blok Mahakam, South Natuna Sea Block B, Blok Sebuku, dan LNG Tangguh. Sementara itu, lokasi sumur gas Masela berdekatan dengan Kepulauan Tanimbar, Maluku.

MASIH OPTIMISTIS

Dalam kesempatan yang sama, Senior Manager Communication & Relations lnpex Indonesia Usman Slamet mengatakan, pihaknya sedang membicarakan secara intensif terkait kelanjutan proyek pengembangan Masela. Dia optimistis, pemerintah akan mempercepat proses dan memastikan proyek berjalan sesuai skala ekonomi kendati skema pengembangan berubah dari kilang terapung menjadi kilang darat.

Sebelumnya pemerintah telah merespons permintaan Inpex terkait dengan pengembangan Blok Masela. Namun,hingga kini kontraktor dan pemerintah belum menyepakati beberapa hal sehingga wilayah kerja yang diteken kontraknya pada 1998 itu belum bisa dimulai secara signifikan. Padahal, pemerintah menargetkan agar keputusan akhir investasi bisa dilakukan pada 2019 dan produksi gas pertama dimulai pada 2026.

Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegialan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Zikrullah mengatakan, sulit untuk kembali menemukan struktur dengan potensi produksi migas yang besar di Tanah Air.  Dia menyebut, potensi produksi gas hingga 500 Mmscfd sebelumnya dapat ditemukan pada satu wilayah kerja, tetapi saat ini perlu mengumpulkan temuan di 10 wilayah kerja untuk memperoleh volume yang sama.

Selain itu, kendati volume produksi lebih kecil, biaya operasi yang dikeluarkan operator masih sama. Oleh karena itu, dia berharap agar kegiatan eksplorasi terus dilakukan untuk menggantikan volume yang sudah diproduksi. Kalau dulu, 500 MMscfd itu dari satu blok kalau sekarang harus 10 blok.

Zikrullah menjelaskan ada kecenderungan waktu yang dibutuhkan bagi sebuah struktur menghasilkan gas atau minyak pertamanya semakin panjang. Hal itu disebabkan beberapa faktor, seperti kecepatan pemberian keputusan investasi dari masing-masing kontraktor hingga pengurusan perizinan di daerah operasi.

Waktu yang lama itu akan menambah biaya operasi yang dibebankan pada biaya operasi (cost recovery). Padahal bila suatu lapangan belum bisa menghasilkan minyak dan gas, baik itu kontraktor maupun pemerintah belum bisa menikmati keuntungan, tetapi masih harus mengeluarkan biaya.

Dengan demikian, penghematan waktu dari mulai temuan hingga produksi pertama bisa menghemat biaya operasi sebuah wilayah kerja dan mempercepat kontraktor juga pemerintah menikmati keuntungan dari produksi yang dihasilkan. Pada akhirnya karena masuk ke dalam cost secara keseluruhan yang akan di cost recovery.

Bisnis Indonesia, Page-30, Thursday, May, 4, 2017

Aramco Holds the Largest Refinery in the United States



Saudi Arabia will control the world fuel market.

     Saudi Aramco is now the sole owner of Port Arthur Refinery, the largest oil processing facility in the United States, after taking over the Royal Dutch Shell Company's shares.

     CNN Money said Aramco, which previously controlled 50 percent of Motiva Enterprises LLC, the manager of Port Arthur Refinery, bought the remaining shares held by Shell.

     With this acquisition, Aramco controls the 600,000 barrels per day refinery as well as an impressive fuel sales network. Through the statement on its website, Shell management stated, in addition to refineries, Aramco is now the sole owner of 24 fuel distribution terminals operated by Motiva.

"Coupled with Shell's exclusive rights to gasoline and diesel brands in Georgia, North Carolina, South Carolina, Virginia, Maryland, Washington, DC, and the eastern parts of Texas and Florida," Shell said.

The release of Motiva shares is part of Shell's and Aramco's "peace plan". Previously, the two companies were involved in the dispute and decided to separate ownership of assets in Motiva in 2016. Shell's management decided to terminate the partnership with Aramco and release their ownership of the operation of the Port Arthur Refinery, along with the fuel distribution network underneath.

The acquisition comes exactly two months after President Donald Trump met with Saudi Crown Prince's Deputy Prince Mohammed bin Salman at the White House. In a statement on March 14, Prince Mohammed said the meeting improved relations between the two countries in the political, military, security and economic sectors. Port Arthur's mastery paves the way for Aramco and Arab -Saudi to become the main supplier of crude oil to the United States,

During this time, Saudi Arabia is the second largest supplier of crude oil to the United States after Canada. Based on data from the United States Agency for Energy and Energy Administration (EIA), the United States imported crude oil from Saudi Arabia at 1.3 million bpd in February.

Its import volume increased 32 percent compared to the same period the previous year. Quoted from the Washington Times, Saudi Aramco Products Trading Co. chief executive Ibrahim Al Buainain said the control of refineries in Asia and America is Aramco's effort to boost fuel production and sales by 2 million barrels per day. The Aramco oil trading unit mentioned the assets of these refineries as weapons and their determinants to fight with oil traders, who have mastered supply and demand information.

"For traders, to control the current market is not enough just to master the information, because everyone has the same access. The key to winning is by mastering assets or supply, "said Al Buainain.

In total, Aramco holds a 5.4 million barrels per day refinery, located in Saudi Arabia, the United States, and South Korea. This royal-owned company is targeting to double production in the next decade, in order to capture the world's crude oil market share. One way they capitalize expansion is by holding a stock offering in one of the world's stock exchanges. Aramco's management targets to obtain funds from the capital market of US $ 2 trillion.

MULTIPLE JOIN OF VARIOUS COUNTRIES

The Port Arthur oil refinery has an interesting story, once dominated by various countries. The oil processing facility located east of Texas, precisely in the Gulf of Mexico, was first built by the local company, Texas Company, which later turned into Texaco, in 1902.

In 1989, Saudi Refining, a subsidiary of Aramco, bought a 50 percent stake in this plant from Texaco. Both of them then formed a joint venture called Star Enterprise to manage the Port Arthur Refinery. In 2001, when Texaco was controlled by Chevron, the refinery switched ownership.

Chevron then sold its stake in Port Arthur to Shell, the Dutch oil company, in February 2002, which later established Motiva with Aramco. On May 31, 2012, the Port Arthur refinery was completed and reached the highest production level in the United States, which is 600 thousand barrels per day.

Previous. The refinery processes oil up to 275 thousand barrels per day. In May 2016, the maximum production of 636-3.5 thousand barrels per day reached. These refineries are able to process various crude oil, and shale oil or rocky crushed rocks to high acid oil. The result is gasoline, diesel fuel diesel, aviation fuel, and high-octane fuel. Now, Port Arthur occupies the position of 6 of the 10 largest oil refineries in the world.

IN INDONESIAN

Aramco Kuasai Kilang Terbesar di Amerika Serikat


Arab Saudi akan mengontrol pasar bahan bakar dunia.

Saudi Aramco kini menjadi pemilik tunggal Kilang Port Arthur, fasilitas pengolahan minyak terbesar di Amerika Serikat, setelah mengambil alih saham milik Royal Dutch Shell Company.

CNN Money mengabarkan Aramco yang sebelumnya menguasai 50 persen saham Motiva Enterprises LLC, pengelola Kilang Port Arthur, membeli sisa saham yang dikuasai oleh Shell.

Dengan akuisisi ini, Aramco menguasai kilang berkapasitas 600 ribu barel per hari tersebut sekaligus jaringan penjualan bahan bakar terbesan Melalui keterangan di situsnya, manajemen Shell menyatakan, selain kilang, Aramco kini menjadi pemilik tunggal 24 terminal distribusi bahan bakar yang dioperasikan oleh Motiva.

“Ditambah lagi dengan hak eksklusif penjualan bensin dan solar merek Shell di Georgia, North Carolina, South Carolina, Virginia, Maryland, Washington, DC, serta bagian timur Texas dan Florida,” demikian pernyataan Shell.

Pelepasan saham Motiva adalah bagian dari “rencana damai” Shell dan Aramco. Sebelumnya, kedua perusahaan ini terlibat sengketa dan memutuskan untuk memisahkan kepemilikan aset di Motiva pada 2016. Manajemen Shell kemudian memutuskan untuk mengakhiri kerja sama dengan Aramco dan melepas kepemilikan mereka atas pengoperasian Kilang Port Arthur, beserta jaringan distribusi bahan bakar di bawahnya.

Akuisisi ini terjadi tepat dua bulan setelah Presiden Donald Trump bertemu dengan Wakil Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Mohammed bin Salman, di Gedung Putih. Dalam pernyataannya pada 14 Maret lalu, Pangeran Mohammed mengatakan pertemuan tersebut memperbaiki hubungan kedua negara dalam sektor politik, militer, keamanan, dan ekonomi. Penguasaan Port  Arthur membuka jalan bagi Aramco dan Arab -Saudi untuk menjadi pemasok utama minyak mentah bagi Amerika Serikat,

Selama ini, Arab Saudi adalah pemasok minyak mentah terbesar kedua bagi Amerika Serikat setelah Kanada. Berdasarkan data dari Badan Inforrnasi dan Administrasi Energi Amerika Serikat (EIA), Amerika mengimpor minyak mentah dari Arab Saudi sebanyak 1,3 juta banel per hari pada Februari lalu.

Volume impornya meningkat 32 persen dibanding pada periode yang sama tahun sebelumnya. Dikutip dari Washington Times, Kepala Eksekutif Saudi Aramco Products Trading Co, Ibrahim Al Buainain, mengatakan penguasaan kilang di Asia dan Amerika menjadi upaya Aramco untuk menggenjot produksi dan penjualan bahan bakar hingga 2 juta barel per hari. Unit perdagangan minyak Aramco tersebut menyebutkan aset-aset kilang ini menjadi senjata dan penentu posisi mereka untuk bertarung dengan trader minyak, yang selama ini menguasai informasi suplai dan permintaan.

“Bagi trader, untuk mengontrol pasar saat ini tidak cukup hanya dengan menguasai informasi, karena setiap orang memiliki akses yang sama. Kunci untuk menjadi pemenang ialah dengan menguasai aset atau pasokan,” kata Al Buainain.

Secara total, Aramco menguasai kilang berkapasitas 5,4 juta barel per hari, yang berlokasi di Arab Saudi, Amerika Serikat, hingga Korea Selatan. Perusahaan milik kerajaan ini menargetkan untuk melipatgandakan produksi dalam satu dekade ke depan, demi merebut pangsa pasar minyak mentah dunia. Salah satu cara mereka memodali ekspansi adalah dengan menggelar penawaran perdana saham di salah satu bursa efek dunia. Manajemen Aramco menargetkan perolehan dana dari pasar modal sebesar US$ 2 triliun

KILANG PATUNGAN BERBAGAI BANGSA

Kilang minyak Port Arthur memiliki kisah menarik, yakni pernah dikuasai oleh berbagai negara. Fasilitas pengolahan minyak yang berlokasi di sebelah timur Texas, tepatnya di Teluk Meksiko, ini pertama kali dibangun oleh perusahaan lokal, Texas Company, yang kemudian berubah menjadi Texaco, pada 1902.

Pada 1989, Saudi Refining, anak usaha Aramco, membeli 50 persen saham kilang ini dari Texaco. Keduanya Iantas membentuk perusahaan patungan bernama Star Enterprise untuk mengelola Kilang Port Arthur. Pada 2001, saat Texaco dikuasai Chevron, kilang ini pun berpindah kepemilikan. 

Chevron lalu menjual sahamnya di Port Arthur kepada Shell, perusahaan minyak Belanda, pada Februari 2002, yang kemudian mendirikan Motiva bersama Aramco. Pada 31 Mei 2012, Kilang Port Arthur selesai dipermak dan mencapai tingkat produksi tertinggi di Amerika Serikat, yakni 600 ribu barel per hari. 

Sebelumnya. kilang ini mengolah minyak hingga 275 ribu barel per hari. Pada Mei 2016, produksi maksimum sebanyak 636-3,5 ribu barel per hari iercapai. Kilang ini mampu mengolah berbagai minyak mentah, dan shale oil atau minyak serpihan bebatuan hingga minyak berkandungan asam tinggi. Hasil produksinya adalah bensin, solar alias minyak diesel, avtur, dan bahan bakar beroktan tinggi. Kini, Port Arthur menempati posisi 6 dari 10 kilang minyak terbesar di dunia.

Koran Tempo, Page-22, Wednesday, May, 3, 2017

Tuesday, May 23, 2017

Regency Government Bojonegoro Not Accepting Deposits Old Oil Wells



The government of Kabupaten Bojonegoro does not get the local revenue (PAD) from the old oil well field management in Kedewan Sub-district since 2008. The District Government has not received PAD from old oil well field, "said Head of Balance and Other Revenue Department of Bojonegoro Regency Revenue Muhadi.

He explained that the District Government had obtained PAD from the management of old oil well field in Wonocolo Village, Hargomulyo, Beji, in Kedewan Sub-district. The amount ranges from Rp 400 million to Rp 600 million per year. Acquisition of PAD running since the field of old oil wells in Kedewan District is managed KUD Bogo Sasono, Kasiman District. At that time the old oil well field was still the Kedewan Sub-District.

With the development of the region, the Regency Government still obtains PAD from the field of old oil wells when it is managed by KUD Kecamatan Kedewan. While the magnitude is not much different which then stopped since 2008. The acquisition of profit sharing from oil and gas (DBH) of oil and gas into one with other oil production.

However, according to him, KUD Source of Food in Kedewan Sub-district promised to give PAD to District Government in the management of old oil well field reaching Rp 301 million in 2017. "But until today there has been no realization," he explained.

According to him, if it is the management of old oil well field in Kedewan sub-district under PT Bangkit Bangun Sarana (BBS) BUMD of Bojonegoro Regency Government, it is impossible for Food Source KUD to realize oil well PAD in 2017.

Director of PT Bangkit Bangun Sarana (BBS) Bojonegoro Regency Government Toni Ade Irawan, confirmed PT BBS who manages old oil well field in some villages in Kedewan Sub-district. It is based on a working contract with Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, Central Java. We have discussed several times with Pertamina EP Asset 4 Field Cepu related to the pattern of field management of old oil wells including improving miners' welfare.

According to data, in some villages in Kedewan sub-district, there are about 500 points of oil wells, which are old oil wells and new oil wells drilled.

IN INDONESIAN

Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Tak Terima Setoran Sumur Minyak Tua


Pemerintah Kabupaten Bojonegoro tidak mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari pengelolaan lapangan sumur minyak tua di Kecamatan Kedewan, sejak 2008. Sudah lama Pemerintah Kabupaten tidak menerima PAD dari lapangan sumur minyak tua, “ kata Kepala Bidang Pelimbangan dan Lain Pendapatan Dinas Pendapatan Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Muhadi.

Ia menjelaskan Pemerintah Kabupaten pernah memperoleh PAD dari pengelolaan lapangan sumur minyak tua di Desa Wonocolo, Hargomulyo, Beji, di Kecamatan Kedewan. Besarannya berkisar Rp 400 juta - Rp 600 juta per tahun. Perolehan PAD berjalan sejak lapangan sumur minyak tua di Kecamatan Kedewan itu dikelola KUD Bogo Sasono, Kecamatan Kasiman. Ketika itu lapangan sumur minyak tua masih merupakan wilayah Kecamatan Kedewan.

Dengan adanya perkembangan wilayah Pemerintah Kabupaten masih memperoleh PAD dari lapangan sumur minyak tua saat dikelola KUD Kecamatan Kedewan. Sedangkan besarnya tidak jauh berbeda yang kemudian berhenti sejak 2008. Perolehan dana Bagi hasil Migas (DBH) migas menjadi satu dengan produksi minyak lainnya.

Namun, menurut dia, KUD Sumber Pangan di Kecamatan Kedewan, menjanjikan akan memberikan PAD kepada Pemerintah Kabupaten dalam pengelolaan lapangan sumur minyak tua yang besarnya mencapai Rp 301 juta pada 2017. “Tapi sampai hari ini belum ada realisasinya,” jelas dia.

Menurut dia, kalau memang pengelolaan lapangan sumur minyak tua di Kecamatan Kedewan dibawah PT Bangkit Bangun Sarana (BBS) BUMD Pemerintah Kabupaten Bojonegoro, maka tidak mungkin KUD Sumber Pangan merealisasikan PAD sumur minyak pada 2017.

Direktur PT Bangkit Bangun Sarana (BBS) Pemerintah Kabupaten Bojonegoro Toni Ade Irawan, membenarkan PT BBS yang mengelola lapangan sumur minyak tua di sejumlah desa di Kecamatan Kedewan. ltu berdasarkan kontrak kerja dengan Pertamina EP Asset 4 Field Cepu, Jawa Tengah. Kami sudah membahas beberapa kali dengan Pertamina EP Asset 4 Field Cepu terkait pola pengelolaan lapangan sumur minyak tua termasuk meningkatkan kesejahteraan penambang.

     Sesuai data, di sejumlah desa di Kecamatan Kedewan, terdapat sekitar 500 titik sumur minyak, yang merupakan sumur minyak tua maupun sumur minyak hasil pengeboran baru.

Memorandum, Page-17, Wednesday, May, 3, 2017

PLN-BP Immediately Signed Gas Contract for PLTG Java 1



PT PLN (Persero) and BP Indonesia immediately signed a gas sale and purchase agreement (PJBG) to supply Liquefied Natural Gas / LNG PLTGU Java-1 project with a capacity of 1,760 megawatts (MW). The price of gas was agreed at 11.2% Indonesian crude price (ICP).

Director of Procurement of PLN Supangkat Iwan Santosa said it and BP Indonesia have agreed on gas price for gas supply to PLTGU Java-1. The application of gas price follows the new government issued beleid, namely the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) No 11 of 2017 on the utilization of natural gas for power generation. This Ministerial Regulation stipulates that the price of LNG for electricity should not exceed 11.5% ICP. It has been agreed that 11.2% ICP gas price plus US $ 0.4 per million metric british thermal unit.

Currently, it is only a matter of time for PJBG this LNG supply can be signed. Gas supply for PLTGU Java-1 is agreed as much as 16 cargoes per year which can be increased more than that amount if needed. The LNG supply contract is for a period of 20 years. Iwan admitted, LNG price for PLTGU Jawa 1 is the cheapest obtained by PLN. Lower than others, for Nusantara Regas (operator of LNG regasification facility in West Java) the price is 11.25% plus US $ 0.7 per mmbtu.

After the LNG contract is signed, PLN will immediately process power purchase agreement (PPA) with Consortium of PT Pertamina, Marubeni Corporation and Sojitz Corporation as the winner of the tender. After that, the PPA PLTGU Java-1 will be effective. Just wait two weeks after PJ BG then PPA is effective. Furthermore, Pertamina Consortium has one year to finish funding of PLTGU Java-1 Project.

PLTGU Java-1 is the first gas-based power plant in Asia that integrates the floating storage and regasification facility (floating storage and regasification unit / FSRU) with PLTGU (Combined Cycle Gas Turbine). The investment value of this 1,760 MW project is US $ 1.8 billion.

This PLTGU will be built in Cilamaya, West Java. The IPP project of PLTGU Java-1 is an international collaboration involving 18 international and domestic partners namely Indonesia, Japan, Korea, America and Europe. The power plant project is targeted to be completed by 2020.

Additional Electricity The PLTGU Java-1 project will strengthen the Java-Bali electricity system. The 1,760 MW power plant will supply approximately 8,409 giga watt hour (GWh) of electricity per year. The electricity generated by PLTGU Java-1 goes to the Java-Bali system through a 500 kilo volt (kV) transmission line from the plant site to the 500 kV New Cibatu substation in Cibatu, Bekasi District, West Java.

PLTGU Java-1 serves as a load follower with an annual projected avaibility factor (AFP) of 60 percent. Load follower means this plant has a very important role to sustain load fluctuations and maintain the quality of power supply in Java-Bali system.

IN INDONESIAN

PLN-BP Segera Teken Kontrak Gas untuk PLTG Jawa 1  


PT PLN (Persero) dan BP Indonesia segera menandatangani perjanjian jual beli gas (PJBG) untuk pasokan gas alam Cair/LNG Proyek PLTGU Jawa-1 berkapasitas 1.760 megawatt (MW). Harga gas disepakati 11,2% harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP).

Direktur Pengadaan PLN Supangkat Iwan Santosa mengatakan, pihaknya dan BP Indonesia telah menyepakati harga gas untuk pasokan gas ke PLTGU Jawa-1. Penerapan harga gas mengikuti beleid baru yang diterbitkan pemerintah, yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) No 11 Tahun 2017 tentang pemanfaatan gas bumi untuk pembangkit listrik. Peraturan Menteri ini menetapkan harga LNG untuk kelistrikan tidak boleh melebihi 11,5% ICP. Sudah disepakati harga gas 11,2% ICP plus US$ 0,4 per million metric british thermal unit.

Saat ini, pihaknya hanya menunggu waktu agar PJBG pasokan LNG ini bisa diteken. Pasokan gas untuk PLTGU Jawa-1 ini disepakati sebanyak 16 kargo per tahun yang dapat ditingkat lebih dari jumlah tersebut jika diperlukan. Kontrak pasokan LNG yakni untuk jangka waktu 20 tahun. Iwan mengakui, harga LNG untuk PLTGU Jawa 1 ini merupakan yang termurah yang diperoleh PLN.  Lebih rendah dari lainnya, untuk Nusantara Regas (operator fasilitas regasifikasi LNG di Jawa Barat) harganya kan 11,25% plus US$ 0,7 per mmbtu.

Setelah kontrak LNG diteken, PLN akan segera memproses perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA) dengan Konsorsium PT Pertamina, Marubeni Corporation dan Sojitz Corporation sebagai pemenang tender. Setelah itu, maka PPA PLTGU Jawa-1 ini akan efektif. Hanya tunggu dua minggu setelah PJ BG maka PPA efektif. Selanjutnya, Konsorsium Pertamina mempunyai waktu satu tahun untuk merampungkan pendanaan Proyek PLTGU Jawa-1.

PLTGU Jawa-1 merupakan pembangkit listrik berbasis gas pertama di Asia yang mengintegrasikan fasilitas penampungan dan regasifikasi LNG terapung (floating storage and regasficatioh unit/FSRU) dengan PLTGU (Combined Cycle Gas Turbine). Adapun nilai investasi proyek berkapasitas 1.760 MW ini mencapai US$ 1,8 miliar.

PLTGU ini akan dibangun di Cilamaya, Jawa Barat. Proyek IPP PLTGU Jawa-1 merupakan kolaborasi internasional yang melibatkan 18 mitra Internasional maupun domestik yakni Indonesia, Jepang, Korea, Amerika, dan Eropa. Proyek pembangkit listrik ini ditargetkan rampung pada 2020.

Tambahan Listrik  Proyek PLTGU Jawa-1 ini akan memperkuat sistem kelistrikan Jawa-Bali. Pembangkit berkapasitas 1.760 MW ini akan menyuplai energi listrik sekitar 8.409 giga watt hour (GWh) per tahun. Listrik yang dihasilkan PLTGU Jawa-1 masuk ke sistem Jawa-Bali melalui jaringan transmisi 500 kilo volt (kV) dari lokasi pembangkit ke gardu induk 500 kV Cibatu Baru di Cibatu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.

PLTGU Jawa-1 berfungsi sebagai load follower dengan avaibility factor tahunan yang diproyeksikan (AFP) sebesar 60 persen. Load follower berarti pembangkit ini memiliki peran sangat penting untuk menopang fluktuasi beban serta menjaga kualitas suplai tenaga listrik di sistem Jawa-Bali.

Investor Daily, Page-10, Wednesday, May, 3, 2017

PT BBS Cooperation With Pertamina



PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS), one of the regional-owned enterprises (BUMD) belonging to the Bojonegoro regency, re-exposed the business plan of the old wells management in Kedewan Sub-district to Commission B of the Bojonegoro Regional House of Representatives. The plan, PT BBS will work with PT Pertamina EP Asset 4 Field Cepu with fee management system.

PT BBS will do the job starting from active well logging, miners management, monitoring of mining equipment, to provide health insurance, such as BPJS and others to the miners.

PT BBS will be the old well managing party in cooperation with local miners, where PT BBS will benefit from the fee management obtained from Pertamina EP. We ask for a minimum of three years' agreement, if only one year we count is not enough to deal with permits and others, says PT BBS Operational Director, ToniAde Irawan.

If a day of production from an old well reaches 400 barrels per day (BPH), PT BBS is calculated to earn around Rp 4 billion per year. If production can continue to increase, then the income of PT BBS will also increase as well.

Nevertheless, there is still a question for the BBS that the operational costs incurred during the course of work will be charged to Pertamina EP or BBS parties. "If charged to us, frankly we can not, the money can run out for permission fees and others.

Currently PT BBS is also still awaiting regent regulation as the legal basis to manage the old wells. It is expected that this Regent's Regulation is described in detail about the management of old wells. The target next week can be out, said Toni Ade Irawan.

Meanwhile, Chairman of Commission B DPRD Bojonegoro Sigit Kushariyanto said, basically Commission B strongly supports the management of old wells by the BUMD. Management fee system offered is good enough according to him. If it is free from other costs, no problem, for example CSR who will join? If the production reaches 1,000 BPH, we can get Rp 9 billion.

Commission B fully supports and will put pressure on related parties so that the management of these old wells can be utilized by the region for the welfare of local communities.

IN INDONESIAN

PT BBS Kerjasama Dengan Pertamina


PT Bojonegoro Bangun Sarana (BBS), salah satu badan usaha milik daerah (BUMD) milik Pemkab Bojonegoro, kembali melakukan pemaparan rencana bisnis  pengelolaan sumur tua di Kecamatan Kedewan kepada Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro. Rencananya, PT BBS akan bekerja sama dengan PT Pertamina EP Aset 4 Field Cepu dengan sistem manajemen fee.

PT BBS akan melakukan pekerjaan mulai dari pendataan sumur yang aktif, pengelolaan para penambang, pengawasan peralatan tambang, hingga memberi jaminan kesehatan, seperti BPJS dan lain sebagainya kepada para penambang.

PT BBS akan menjadi pihak pengelola sumur tua bekerja sama dengan para penambang lokal, di mana nantinya PT BBS akan mendapatkan keuntungan dari manajemen fee yang didapat dari Pertamina EP. Kita minta perjanjian minimal tiga tahun, kalau hanya satu tahun kita hitung tidak cukup untuk mengurusi izin dan lain-lain, kata Direktur Operasional PT BBS, ToniAde Irawan.

Jika dalam sehari produksi dari sumur tua mencapai 400 barel per hari (BPH), PT BBS dikalkulasikan akan mendapatkan penghasilan sekitar Rp 4 miliar dalam setahun. Jika produksi bisa terus meningkat, maka penghasilan PT BBS juga akan meningkat pula.

Meski begitu, masih ada pertanyaan bagi BBS bahwa biaya operasional yang dikeluarkan selama melakukan pekeraan akan dibebankan kepada pihak Pertamina EP atau pihak BBS. “Kalau dibebankan kepada kita, terus terang kita tidak sanggup, uang tersebut bisa habis untuk biaya-biaya izin dan lain-lain.

Saat ini PT BBS juga masih menunggu peraturan bupati sebagai landasan hukum untuk mengelola sumur tua. Diharapkan dalam Peraturan Bupati ini dijelaskan secara rinci mengenai pengelolaan sumur tua. Targetnya minggu depan perbup tersebut bisa keluar, kata Toni Ade Irawan.

Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Kabupaten Bojonegoro Sigit Kushariyanto mengatakan, pada dasarnya Komisi B sangat mendukung pengelolaan sumur tua oleh BUMD tersebut. Sistem manajemen fee yang ditawarkan cukup bagus menurutnya. Kalau itu sudah bebas dari biaya lain, tidak masalah, misalnya CSR nanti ikut siapa? Kalau produksi mencapai 1.000 BPH, kita bisa dapat Rp 9 miliar.

Komisi B mendukung penuh dan akan memberikan tekanan kepada pihak terkait agar pengelolaan sumur tua ini bisa dimanfaatkan oleh daerah untuk kesejahteraan masyarakat lokal.

Koran Sindo, Page-19, Wednesday, May, 3, 2017

Tuban Support Project

Refinery Project

Pertamina and the Government of Tuban Regency hope that the Tuban refinery project can run immediately, though The land that will be used as the project is not 100% free from home residents. There are people who still make the land As a corn plantation. Currently Pertamina continues to complete the project.

The construction of an oil refinery in Tuban is a great hope for the surrounding community. This new Grass Root Refinery (NGRR) Tuban project will start running and can be a revenue supporter of the area. In the project, PT Pertamina took Rosneft from Russia. 

     Both will invest about US $ 13 billion. In the joint venture, Pertamina controls 51% stake in Tuban Refinery and the rest belongs to Rosneft, upstream oil and gas company from Russia.

The Tuban refinery is designed with a capacity of 300,000 barrels per day (bpd). While the quality of fuel oil (BBM) equivalent Euro-5. Pertamina promised to speed up the pre-construction process, so that the project could start on time.

Amir Siagian, Project Manager Coordinator of Tuban Refinery, said the development progress of the refinery project
Tuban has reached the engineering stage. This engineering consists of three stages, namely basic, front end, and detail. Now just basic, basic work up to eight months ahead. After that, enter the front end stage for 14 months ahead again.

People certainly hope, this project can start smoothly. In addition to contributing to meet the needs of community fuel, the Tuban refinery project is also expected to improve the welfare of the people of Tuban. Tuban Regent Fathul Huda stated that the district government and Tuban people have high hopes from the new refinery project in Tuban.

One of them is increasing local revenue (PAD). With some sectors to grow, we expect to increase the multiplier effect and earnings directly, gross regional domestic product (GRDP) from several sectors, such as taxes and others. If GDP rises, of course the effect will be many.

While working on the basic engineering stages, Pertamina is also preparing the project, the land needs of the plant location reaches 500 hectares. Currently the land is still used by the community to grow corn. Even residents' houses are still standing strong on the land that will be used for the construction of the Tuban refinery.

But Amir is still optimistic, Pertamina's target of doing groundbreaking in June 2017 can be achieved. Groundbreaking depends on it, engineering finished, clearance completed, and ready land.

Nevertheless, Fathul did not know the estimated GDP increase with the construction of the Tuban refinery. Fathul only hopes Tuban PDRB can reach Rp 80 trillion in the next five years. If now our GRDP has gone up 100% from Rp 19 trillion to Rp 48 trillion for five years. We expect another five years after the project is operational, reaching Rp 70 trillion to Rp 80 trillion, our expectation.

IN INDONESIAN

Proyek Kilang Menopang Tuban


Pertamina dan Pemerintah Kabupaten Tuban berharap, proyek Kilang Tuban bisa segera berjalan, meskipun lahan yang akan dijadikan proyek tersebut belum 100% bebas dari rumah warga. Ada warga yang masih menjadikan lahan itu Sebagai perkebunan jagung. Saat ini Pertamina terus menyelesaikan proyek itu.

Pembangunan Kilang minyak di Tuban menjadi harapan besar bagi masyarakat sekitar. Proyek yang benama New Grass Root Refinery (NGRR) Tuban ini akan mulai berjalan dan bisa menjadi penyokong pendapatan daerah tersebut. 

     Dalam proyek itu, PT Pertamina menggandeng Rosneft dari Rusia. Keduanya akan menginvestasikan sekitar US$ 13 miliar. Dalam kongsi itu, Pertamina menguasai saham 51% Kilang Tuban dan sisanya milik Rosneft, perusahaan hulu migas asal Rusia.

Kilang Tuban didesain dengan kapasitas sebesar 300.000 barel per hari (bph). Sedangkan kualitas bahan bakar minyak (BBM) setara Euro-5. Pertamina berjanji akan mengebut proses pra-konstruksi, agar proyek ini bisa dimulai tepat waktu. 

Amir Siagian, Project Manager Coordinator Kilang Tuban, menyebutkan, kemajuan pembangunan proyek kilang Tuban sudah sampai tahapan engineering. Engineering ini terdiri dari tiga tahapan, yaitu basic, front end, dan detail. Sekarang baru saja basic, pengerjaan basic hingga delapan bulan ke depan. Setelah itu, masuk tahap front end selama 14 bulan ke depan lagi.

Masyarakat tentu berharap, proyek ini bisa dimulai dengan mulus. Selain memberikan andil dalam memenuhi kebutuhan BBM masyarakat, proyek kilang Tuban juga diharapkan meningkatkan kesejahteraan warga Tuban. Bupati Tuban Fathul Huda menyatakan, pemerintah kabupaten dan masyarakat Tuban memiliki harapan tinggi dari proyek kilang baru di Tuban. 

Salah satunya meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Dengan beberapa sektor yang akan tumbuh, kami berharap bisa meningkatkan multiplier effect dan pendapatan secara secara langsung, produk domestik regional bruto (PDRB) dari beberapa sektor, seperti pajak dan lain-lain. Kalau PDRB naik, sudah tentu efeknya akan banyak sekali.

Sambil mengerjakan tahapan basic engineering, Pertamina juga sedang menyiapkan Iahan proyek tersebut, Kebutuhan lahan lokasi kilang mencapai seluas 500 hektare. Saat ini lahan itu masih digunakan masyarakat untuk menanam jagung. Bahkan runah-rumah warga juga masih berdiri kuat di lahan yang akan digunakan untuk pembangunan kilang Tuban tersebut. 

Namun Amir masih optimistis, target Pertamina melakukan groundbreaking pada Juni 2017 ini bisa tercapai. Groundbreaking tergantung tadi, engineering selesai, izin selesai, dan lahan siap.

Kendati demikian, Fathul belum mengetahui estimasi kenaikan PDRB dengan adanya pembangunan kilang Tuban. Fathul hanya berharap PDRB Tuban bisa mencapai angka Rp 80 triliun dalam lima tahun mendatang. Kalau sekarang ini PDRB kami sudah naik 100% dari Rp 19 triliun menjadi Rp 48 triliun selama lima tahun. Kami mengharapkan lima tahun lagi setelah proyek beroperasi ,bisa sampai Rp 70 triliun sampai Rp 80 triliun, harapan kami.

Kontan, Page-14, Wednesday, May, 3, 2017

PGN Absorbs Gas Pipe


Masela Blok Development

PT Perusahaan Gas Negara Tbk. Will become one of the buyers of gas pipeline from Abadi Square, Masela Block. Director of Upstream Chemical Industry Ministry of Industry Muhammad Khayam said the new industry needs 150 million cubic feet of gas per day (MMscfd) from the total allocation of 474 MMscfd from the Masela Block.

In addition to PT Pertamina interested in absorbing 200 MMscfd of Masela gas pipeline, PGN is also interested in becoming a buyer of gas, however, he does not know the volume that is likely to be absorbed issuers coded PGAS stock. However, of the total allocation of 474 MMscfd, there is still a remaining allocation of Masela 124 MMscfd gas that has not been absorbed.

Even I heard again PGN also want to go to be a gas buyer Masela. According to him, it is still consolidating with the prospective gas buyer Masela. The reason is, gas purchases in the region must be adjusted to the needs of the industry and the development plan of the industrial area of gas users. "It's okay if PGN wants to enter too, will be partnered with other private.

Previously, several companies have been willing to buy Masela gas, namely PT Pupuk Indonesia, PT Kaltim Methanol Industries, PT Elsoro Multi Pratama, and PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. 

     When confirmed, PGN Trade Director Danny Praditya said, in principle, the company will optimize the utilization of domestic gas production in order to meet the industry, power plants and commercial needs. PGN will seek to optimize the utilization of domestic gas production to meet national needs.

IN INDONESIAN

PGN Serap Gas Pipa


PT Perusahaan Gas Negara Tbk. akan menjadi salah satu pembeli gas pipa dari Lapangan Abadi, Blok Masela. Direktur Industri Kimia Hulu Kementerian Perindustrian Muhammad Khayam mengatakan, industri memang baru membutuhkan gas pipa 150 juta kaki kubik per hari (MMscfd) dari alokasi total 474 MMscfd dari Blok Masela. 

Selain PT Pertamina yang berminat menyerap 200 MMscfd gas pipa Masela, PGN juga berminat menjadi pembeli gas tersebut, Namun, dia belum mengetahui volume yang kemungkinan akan diserap emiten berkode saham PGAS tersebut. Namun, dari total alokasi 474 MMscfd, masih ada sisa alokasi gas pipa Masela 124 MMscfd yang belum terserap.

Bahkan saya dengar lagi PGN juga mau ikut menjadi pembeli gas Masela. Menurutnya, saat ini pihaknya masih berkonsolidasi dengan calon pembeli gas Masela. Pasalnya, pembelian gas di kawasan tersebut harus disesuaikan dengan kebutuhan industri dan rencana pembangunan kawasan industri pengguna gas. “Tidak apa-apa kalau PGN mau masuk juga, nanti akan bermitra dengan swasta lain.

Sebelumnya, beberapa perusahaan telah bersedia membeli gas Masela, yakni PT Pupuk Indonesia, PT Kaltim Methanol Industri, PT Elsoro Multi Pratama, dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. 

     Saat dikonfirmasi, Direktur Perdagangan PGN Danny Praditya mengatakan, secara prinsip perseroan akan mengoptimalkan pemanfaatan produksi gas dalam negeri demi memenuhi industri, pembangkit listrik dan kebutuhan komersial.  PGN akan berupaya untuk mengoptimalkan pemanfaatan produksi gas dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional.

Bisnis Indonesia , Page-30, Wednesday, May, 3, 2017

Gas Price Agreed



The gas sale and purchase agreement for the Java I Gas Power Plant project was immediately signed as PT Pertamina and gas producers had agreed on gas prices.

Director of Procurement State Electricity Company (PLN) Supangkat Iwan Santoso said the gas price agreement has been reached between developers and gas producers. Pertamina consortium, Marubeni Corporation and Sojitz Corporation won the tender for the Java Gas I Gas Power Plant (PLTGU) I at the end of January 2017. 

    In fact, the power purchase agreement of 1,760 megawatt (MW) power plant has been signed in late January 2017. It has been deal [Agreed gas price], just wait time just signature.

According to him, the selected gas price is the lowest. The price of gas follows the movement of crude oil price Indonesia / ICP. Iwan explained that compared to the price of liquefied natural gas / LNG, the price of gas to be supplied to PLTGU Java I is lower, ie 11.2% of ICP with an additional US $ 0.4 per MMBtu.

Based on Minister of Energy and Mineral Resources Regulation no. 11/2017 on Gas Utilization for Power Plant, LNG Price For power plant set at 11.5% of ICP.

The gas price to be supplied to PLTGU Java I was lower compared to LNG from Nusantara Regas at 11.25% from ICP plus US $ 0.7 per MMBtu. The gas allocation for PLGTU Java I has received approval from the Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Ignasius Jonan. 

     The LNG will be imported from the Tangguh Train III Refinery operated by BP with a volume of 16 cargoes. The gas supply can be increased to 22 cargoes with a 20-year contract that starts flowing in 2020. The cheapest is indeed this [LNG and Tangguh].

IN INDONESIAN

Harga Gas Disepakati


Perjanjian jual beli gas dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap Jawa I segera diteken karena PT Pertamina dan produsen gas telah menyepakati harga gas.

Direktur Pengadaan Perusahaan Listrik Negara (PLN) Supangkat Iwan Santoso mengatakan, kesepakatan harga gas telah tercapai antara pengembang dengan produsen gas. Konsorsium Pertamina, Marubeni Corporation, dan Sojitz Corporation menjadi pemenang tender Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa I pada akhir Januari 2017. 

     Bahkan, perjanjian jual beli listrik pembangkit berkapasitas 1.760 megawatt (MW) itu telah diteken pada akhir Januari 2017. Sudah deal [sepakat harga gas], hanya nunggu waktunya saja tanda tangan.

Menurutnya, harga gas yang dipilih memang yang paling rendah. Harga gas tersebut mengikuti pergerakan harga minyak mentah Indonesia/ICP. Iwan menjelaskan, jika dibandingkan dengan harga gas alam cair /LNG, harga gas yang akan dipasok ke PLTGU Jawa I lebih rendah, yaitu 11,2% dari ICP dengan tambahan US$0,4 per MMBtu. 

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 11/2017 tentang Pemanfaatan Gas untuk Pembangkit Listrik, harga LNG untuk pembangkit listrik ditetapkan 11,5% dari ICP.

Harga gas yang akan dipasok ke PLTGU Jawa I itu pun lebih rendah bila dibandingkan dengan LNG dari Nusantara Regas sebesar 11,25 % dari ICP ditambah US$0,7 per MMBtu. Alokasi gas untuk PLGTU Jawa I telah mendapatkan persetujuan dari Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. 

      LNG itu akan didatangkan dari Kilang Tangguh Train III yang dioperatori oleh BP dengan volume 16 kargo. Pasokan gas itu bisa ditambah menjadi 22 kargo dengan kontrak selama 20 tahun yang mulai mengalir pada 2020. Yang paling murah memang yang ini [LNG dan Tangguh].

Bisnis Indonesia , Page-30, Wednesday, May, 3, 2017