google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Friday, January 19, 2018

Field Project Jambaran Tiung Biru Need 3,800 Labor



The unitization project of the Jambaran-Tiung Biru gas field development (JTB) in Bojonegoro Regency, East Java in the early stages requires 3,800 workers whose recruitment process will be implemented in March-April.

Head of Development and Employment Division of Disperinaker Bojonegoro Joko Santoso explained the recruitment process of 3,800 workers needs based on the report submitted by subcontractors PT Rekaya Industri (Rekind).

The number of subcontractors reporting requires tens of workers because PT Rekind in handling the JTB gas field unitization development project has a substantial number of subcontractors, "he said, accompanied by the Head of Information and Employment Information Section of the Office of Perindustrian and Sugi Hartono.

According to him, the recruitment process schedule for the JTB gas field unitization project with Pertamina EP Cepu (PEPC) operator, which will start in March - April is not only skilled labor but also another workforce.

"The possibility of labor needs will still increase. Yes, the need for manpower of various kinds ranging from skilled manpower to ordinary labor, "he explained.

He also said that in this area there are quite a lot of skilled laborers, having previously worked in the Cepu Block oil project with ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) operator.

"The number of recorded there is 1,500 skilled manpower, starting labor experts in the field of welding, electrical, mechanical, as well as others all of which are certified, "he said.

Therefore, according to him, the labor recruitment process in the JTB gas field unitization development project should prioritize local workforce.

"If the required power in the local area does not exist, then it can take the worker from outside the region according to the recommendation of the Office of Perindustrian and labor," said Head of Perindustrian and Agus Supriyanto.

Joko added in the Office of the Perindustrian and the labor has just received a report that one of PT Rekind sub-contractors has just reportedly needed eight security workers.

"The security workforce is available, but the subcontractor has not come to our office yet," he said.

According to the project data of JTB gas field development unitization with an investment of about 1.5 billion US dollars Bonds will produce 330 MMSCFD of gas with sales of 172 MMSCFD for 16 years.

Of the 172 MMSCFD utilization of the gas, of which 100 MMSCFD will be distributed to PLN Gresik Region at a price of 7.6 US dollars per MMBTU flat during the contract period, and 72 MMSCFD for industries in Central Java and East Java.

IN INDONESIA

Proyek Lapangan Jambaran Tiung Biru Membutuh 3.800 Tenaga Kerja


Proyek unitisasi pengembangan lapangan gas Jambaran-Tiung Biru (JTB) di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur pada tahap awal membutuhkan 3.800 tenaga kerja yang proses rekrutmen akan dilaksanakan pada Maret-April.

Kepala Bidang Pengembangan dan Penempatan Tenaga kerja Disperinaker Bojonegoro Joko Santoso menjelaskan proses rekrutmen kebutuhan 3.800 tenaga kerja itu berdasarkan laporan yang disampaikan subkontraktor PT Rekaya Industri (Rekind).

Jumlah subkontraktor yang melaporkan membutuhkan tenaga kerja puluhan, sebab PT Rekind dalam menangani proyek unitisasi pengembangan lapangan gas JTB memiliki subkontraktor yang jumlahnya cukup banyak,” kata dia didampingi Kepala Bagian Informasi Pasar Kerja dan Penempatan Tenaga Kerja Dinas Perindusterian dan tenaga kerja Sugi Hartono.

Menurut dia, jadwal proses rekrutmen tenaga kerja proyek unitisasi lapangan gas JTB dengan operator Pertamina EP Cepu (PEPC) , yang akan dimulai Maret - April tidak hanya tenaga kerja terampil, tetapi juga tenaga kerja yang lainnya.

“Kemungkinan kebutuhan tenaga kerja masih akan bertambah. Ya, kebutuhan tenaga kerjanya macam-macam mulai tenaga kerja terampil sampai tenaga kerja biasa,” ucapnya menjelaskan.

Ia juga mengatakan di daerahnya tenaga kerja terampil jumlahnya cukup banyak, karena sebelumnya pernah bekerja di proyek minyak Blok Cepu dengan operator ExxonMobil Cepu Limited (EMCL).

“Jumlah yang terdata ada 1.500 tenaga kerja terampil, mulai tenaga kerja ahli di bidang las, listrik, mekanik, juga lainnya yang semuanya bersertifikasi,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurut dia, proses rekrutmen tenaga kerja di proyek unitisasi pengembangan lapangan gas JTB harus mengutamakan tenaga kerja lokal. 

“Kalau tenaga yang dibutuhkan di lokal tidak ada, maka bisa mengambil tenaga kerja dari luar daerah menurut rekomendasi Dinas Perindusterian dan tenaga kerja,” kata Kepala Dinas Perindusterian dan tenaga kerja Agus Supriyanto.

Joko menambahkan di Dinas Perindusterian dan tenaga kerja baru saja menerima laporan bahwa salah satu sub-kontraktor PT Rekind baru saja melaporkan membutuhkan delapan tenaga kerja keamanan.

“Tenaga kerja keamanannya sudah tersedia, tapi subkontraktornya belum datang lagi ke kantor kami,” ucapnya.

Sesuai data proyek unitisasi pengembangan lapangan gas JTB dengan investasi sekitar 1,5 miliar dolar Amerika Setikat akan memproduksikan gas sebesar 330 MMSCFD dengan penjualan sebesar 172 MMSCFD selama 16 tahun.

Dari 172 MMSCFD pemanfaatan gas tersebut, di antaranya sebesar 100 MMSCFD akan disalurkan ke PLN Wilayah Gresik dengan harga 7,6 dolar Amerika Serikat per MMBTU flat selama masa kontrak, dan 72 MMSCFD untuk industri di Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Investor Daily, Page-9, Wednesday, Jan 17, 2018

PTTEP Will Focus Finding Termination Block



   Exploration and Production PCL (PTTEP) is still interested in developing business in Indonesia. The Thai oil and gas company is even preparing a new strategy to invest in Indonesia. Once it got down the price of oil is now starting to rise.

"We are now setting up our portfolio and new strategies to grow our business in Indonesia," said Titi Thongjen, General Manager, PTTEP South Mandar Limited and PTTEP Malunda Limited Indonesia.

    After exiting the East Natuna Block consortium last year, PTTEP currently prefers to look for opportunities in blocks already in production. Titi said PTTEP currently has a portfolio in five exploration blocks and one block of production in Indonesia, namely Block A West Natuna.

block A West Natuna

    But in block A West Natuna, PTTEP is only a partner, while the operator of the block is held by Premier Oil. So in the future PTTEP sees the opportunity to become a block operator in Indonesia, especially in termination blocks.

"We are looking at investment opportunities to become operators in future termination blocks, five years ahead or before 2024,"Titi said.

Titi Thongjen said there will be about 30 oil and gas blocks that will be terminated until 2024. The block will be returned to the government or auctioned for operators.

Titi Thongjen mentioned the reason for choosing the termination block because currently PTTEP already has many exploration blocks and blocks that are under development. That is why PTTEP is looking for blocks that are already in production.

"We are now looking to a production portfolio, it's PTTEP's focus," he explained.

   The corporation is optimistic to do business in Indonesia. One of them is due to some regulatory changes. As the contract changes from production sharing contract to gross split.

"So first after the gross split policy we see opportunities to do more activities in Indonesia," said Titi.

   Moreover, PTTEP is quite comfortable investing in Indonesia. As an Asian company, PTTEP already understands the way and context in doing business in Asia, especially in Indonesia.

"We started our first business in Indonesia more than 15 years ago. We have experience in Indonesia, "Titi said.

    According to Titi Thongjen, oil and gas companies consider Indonesia less attractive to invest because they do not understand the way the Asian people do business. For PTTEP, Indonesia is no different from other Asian countries.

"I would say this is our choice, PTTEP region to invest compared to other areas,"Titi said

IN INDONESIA

PTTEP Bakal Fokus Mencari Blok Terminasi


Exploration and Production PCL (PTTEP) masih berminat mengembangkan bisnis di Indonesia. Perusahan minyak dan gas yang berasal dari Thailand ini bahkan sedang menyiapkan strategi baru untuk berinvestasi di Indonesia. Setelah sempat turun harga minyak kini mulai naik.

"Kami sekarang sedang menata portofolio kami dan strategi baru untuk mengembangkan bisnis di Indonesia," kata Titi Thongjen, General Manager, PTTEP South Mandar Limited and PTTEP Malunda Limited Indonesia. 

Pasca keluar dari konsorsium Blok East Natuna tahun lalu, PTTEP saat ini lebih memilih mencari peluang di blok-blok yang sudah berproduksi. Titi bilang PTTEP saat ini memiliki portofolio di lima blok eksplorasi dan satu blok produksi di Indonesia yaitu Blok A West Natuna.

Namun di blok A West Natuna, PTTEP hanya menjadi mitra, sementara operator blok tersebut dipegang oleh Premier Oil. Makanya ke depannya PTTEP melihat peluang menjadi operator blok di Indonesia terutama di blok-blok terminasi. 

“Kami sedang melihat peluang investasi menjadi operator di blok terminasi ke depan, lima tahun ke depan atau sebelum 2024," kata Titi.

Titi Thongjen bilang, akan ada sekitar 30 blok migas yang akan terminasi sampai 2024. Blok tersebut akan dikembalikan ke pemerintah atau dilelang untuk operator.

Titi Thongjen menyebut alasan memilih blok terminasi, karena saat ini PTTEP telah memiliki banyak blok eksplorasi dan blok yang dalam pengembangan. Makanya PTTEP sedang mencari blok-blok yang sudah berproduksi. 

"Kami sekarang melihat untuk portofolio produksi, itu fokus PTTEP," kata Titi.

Korporasi ini optimistis berbisnis di Indonesia. Salah satunya karena beberapa perubahan regulasi. Seperti perubahan kontrak dari production sharing contract menjadi gross split. 

"Jadi pertama setelah kebijakan gross split kami melihat peluang melakukan lebih banyak kegiatan di Indonesia," kata Titi.

Apalagi, PTTEP sudah cukup nyaman berinvestasi di Indonesia. Sebagai perusahaan Asia, PTTEP sudah memahami cara dan konteks dalam berbisnis di Asia, terutama di Indonesia. 

“Kami memulai bisnis pertama kali di Indonesia sudah lebih dari 15 tahun lalu. Kami memiliki pengalaman di Indonesia," ujarnya.

Menurut Titi Thongjen, perusahaan migas yang menganggap Indonesia kurang menarik untuk berinvestasi karena tidak memahami cara orang Asia daIam menjalankan bisnis. Bagi PTTEP, Indonesia tidak berbeda dengan negara-negara Asia lain. 

"Saya mau bilang ini pilihan kami, kawasan PTTEP untuk berinvestasi dibandingkan kawasan lain," kata Titi.

Kontan, Page-14, Wednesday, Jan 17, 2018

Pertagas Acquisition Can Help PGN Performance



Ministry of SOE: Saka Energi Indonesia is not merged with PT Pertamina Hulu Energi

The government has decided PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) will acquire a subsidiary of PT Pertamina, Pertamina Gas (Pertagas). This corporate action in the framework of the formation of holding BUMN Migas. This step is considered to make the business of this government-owned company is better.

As an illustration, the third quarter of 2017, issuers coded PGAS shares in the Indonesia Stock Exchange (IDX) is still relying on revenue from the gas pipeline business. In Q3 / 2017, PGN posted revenues of US $ 2.16 billion or the same relative compared to the same period in the previous year, which reached US $ 2.15 billion. The consolidated net operating profit in the first nine months of the year was US $ 267.7 million.

PGN also posted net profit of US $ 97.9 million or equivalent around Rp 1.30 trillion (average, average exchange rate of US $ 1 = Rp 13,3229). The gas company's EBITDA amounts to US $ G32 million. The value is down by US $ 10 million compared to the same period the previous year which is worth about US $ 642 million.

Deputy Minister of Mining Business, Strategic Industries and Media Ministry of SOEs Fajar Harry Sampurno rate, this acquisition will improve the financial performance of PGN.

"That's one of the goals," said Dawn

Although, this acquisition could also hinder the construction of gas pipeline being built by PGN and Pertagas. After all, Dawn believes, the acquisition will not disrupt the development of gas projects being built by both companies.

"One of the objectives is to integrate projects and infrastructure more efficiently and effectively, so it is now working together," said Fajar.

According to an observer of Gadjah Mada University's energy economy (UGM) Fahmy Radhi, Pertagas acquisition by PGN will not cause the downstream business sector of gas to be better, because of the potential for monopoly.

"Minusnya, leading to unhealthy competition in the gas industry," said Fahmy.

On the positive side, Fahmy said the acquisition of Pertagas will increase PGN's assets. In addition, the development of gas pipeline infrastructure for gas distribution will be more integrated.

"Even PGN and Pertagas integration can push domestic gas prices cheaper," Fahmy said.

Komaidi Notonegoro, Executive Director of ReforMiner Institute, said that Pertagas' acquisition plan by PGN is indeed common. For PGN assets based on the financial statements is greater than Pertagas. Nevertheless, Komaidi reminded, Pertagas does not need resistance to the plan.

"In this case I think Pertagas colleagues need to see the big house, which is still Pertamina," he said.

With the acquisition of Pertagas, PGN's financial performance could improve. Finally will bring benefits to the company.

"The bottom line should improve, given the synergy of infrastructure (assets)," he added.

In the upstream oil and gas sector, there will be no change with PGN's subsidiary, PT Saka Energi Indonesia. Understandably, Pertamina has many subsidiaries in the upstream sector, for example, PT Pertamina Hulu Energi, Pertamina Hulu Indonesia, Pertamina EP.

Dawn mentions PGN's subsidiary, Saka Energi Indonesia, to remain under PGN.

"All is still," said Dawn. Previously emerged the discourse, with the formation of oil and gas holding, Saka Energi which is engaged in upstream oil and gas sector will go to Pertamina Hulu Energi.

IN INDONESIA


Akuisisi Pertagas Bisa Membantu Kinerja PGN


Kementerian BUMN: Saka Energi Indonesia tidak digabung dengan PT Pertamina Hulu Energi

Pemerintah telah memutuskan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) akan mengakuisisi anak usaha PT Pertamina, Pertamina Gas (Pertagas). Aksi korporasi ini dalam rangka pembentukan holding BUMN Migas. Langkah ini dianggap bisa membuat bisnis perusahaan milik pemerintah ini tersebut Iebih bagus. 

Sebagai gambaran, triwulan III 2017, emiten berkode saham PGAS di Bursa Efek Indonesia (BEI) itu masih mengandalkan pendapatan dari bisnis pipa gas. Pada triwulan III 2017, PGN membukukan pendapatan sebesar US$ 2,16 miliar atau relatif sama dibandingkan dengan periode yang sama tahun Ialu, yang mencapai sebesar US$ 2,15 miliar. Laba operasi intern konsolidasi dalam sembilan bulan pertama tahun Ialu sebesar US$ 267,7 juta. 

PGN juga mencatatkan laba bersih sebesar US$ 97,9 juta atau setara sekitar Rp 1,30 triliun (rata,-rata kurs US$ 1=Rp 13.3229). Adapun EBITDA perusahaan gas tersebut sebesar US$ G32 juta. Nilai itu turun sebesar US$ 10 juta dibanding dengan periode sama tahun sebelumnya yang senilai sekitar US$ 642 juta.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menilai, akuisisi ini akan memperbaiki kinerja keuangan PGN. 

"Kan itu salah satu tujuannya," kata Fajar 

Meskipun, akuisisi ini juga bisa menghalangi pembangunan pipa gas yang sedang dibangun PGN dan Pertagas. Toh, Fajar yakin, langkah akuisisi tidak akan mengganggu pembangunan proyek-proyek gas yang sedang dibangun kedua perusahaan tersebut. 

"Salah satu tujuannya mengintegrasikan proyek dan infrastruktur supaya lebih efisien dan efektif. Jadi tentu sekarang dikerjakan bersama," kata Fajar.

Menurut pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi, langkah akuisisi Pertagas oleh PGN justru tidak akan menyebabkan sektor bisnis hilir gas menjadi lebih baik, karena berpotensi terjadi monopoli.

"Minusnya, mengarah pada persaingan tidak sehat pada industri gas," jelas Fahmy.

Sisi positifnya, Fahmy bilang akuisisi Pertagas akan memperbesar aset PGN. Selain itu, pembangunan infrastruktur pipa gas untuk distribusi gas akan semakin terintegrasi. 

"Bahkan integrasi PGN dan Pertagas bisa mendorong harga gas dalam negeri menjadi lebih murah," ujar Fahmy.

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, menilai, rencana akuisisi Pertagas oleh PGN memang umum dilakukan. Sebab aset PGN berdasarkan laporan keuangan lebih besar dibandingkan Pertagas. Kendati begitu, Komaidi mengingatkan, Pertagas tidak perlu resistensi terhadap rencana itu. 

"Dalam hal ini saya kira rekan-rekan Pertagas perlu melihat rumah besarnya, yaitu tetap Pertamina," ujarnya.

Dengan akuisisi Pertagas, kinerja keuangan PGN bisa membaik. Akhirnya akan membawa keuntungan bagi perseroan. 

"Seharusnya (bottom line) akan membaik. Mengingat ada sinergi infrastruktur (aset)," imbuhnya.

Sementara di hulu migas tidak akan ada perubahan dengan anak usaha PGN, yakni PT Saka Energi Indonesia. Maklum, Pertamina memiliki banyak anak usaha di bidang hulu, misalnya, PT Pertamina Hulu Energi, Pertamina Hulu Indonesia, Pertamina EP.

Fajar menyebut anak usaha PGN, Saka Energi Indonesia, tetap dibawah PGN. 

"Semua masih tetap," kata Fajar. Sebelumnya muncul wacana, dengan pembentukan holding migas, Saka Energi yang bergerak di sektor hulu migas akan masuk ke Pertamina Hulu Energi.

Kontan, Page-14, Wednesday, Jan 17, 2018

One more step, Pertamina exports LNG US $ 12 Billion



PT Pertamina will once again sign the sale of liquefied natural gas (LNG) exports to Bangladesh and Pakistan. The LNG exports will be for 10 years with a total trade value of US $ 12 billion.

Deputy Minister of Energy and Mineral Resources (EMR), Arcandra Tahar said, LNG will be supplied to two companies, each of which is owned by Bangladesh, namely Petrobangla. While Pakistan LNG Limited becomes a company that will establish cooperation with Pertamina.

Arcandra Tahar 

"LNG is channeled from Pertamina to Pakistan and to Bangladesh, each with a capacity of 1 million tonnes per annum (MTPA) of up to 1.5 MTPA," said Arcandra at the ESDM Ministry office.

He explained that the cooperation agreement between the two countries is a continuation of the exploration of cooperation that has been done by the government. With Bangladesh, for example, the assessment has been conducted since last year when the signing of Memorandum of Understanding (MOU) was signed in September 2017.

While the assessment with Pakistan has been done previously by Pertamina.

 "Trading is about US $ 6 billion each," he said.

IN INDONESIA

Selangkah Lagi, Pertamina Ekspor LNG US$ 12 Miliar


PT Pertamina selangkah lagi akan menandatangani penjualan ekspor liquefied natural gas (LNG) ke Bangladesh dan Pakistan. Ekspor LNG tersebut akan dilakukan selama 10 tahun dengan total nilai perdagangan mencapai US$ 12 miliar.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar menyatakan, LNG akan dipasok ke dua perusahaan yang masing-masing merupakan badan usaha milik Bangladesh, yakni Petrobangla. Sementara Pakistan LNG Limited menjadi perusahaan yang akan menjalin kerjasama dengan Pertamina. 

"LNG disalurkan dari Pertamina ke Pakistan dan ke Bangladesh. Pasokannya masing-masing berkapasitas 1 million ton per annum (MTPA) sampai 1,5 MTPA," kata Arcandra di Kantor Kementerian ESDM.

Dia menjelaskan, kesepakatan kerjasama dengan kedua negara merupakan kelanjutan dari penjajakan kerjasama yang telah dilakukan oleh pemerintah. Dengan Bangladesh misalnya, penjajakan telah dilakukan sejak tahun lalu saat adanya penandatanganan memorandum of ulnderstandinng (MOU) kerjasama pada September 2017.

Sementara penjajakan dengan Pakistan sudah dilakukan sebelumnya oleh Pertamina.

 "Trading sekitar US$ 6 miliar masing-masing," ujarnya.

Kontan, Page-14, Wednesday, Jan 17, 2018

Pertamina Supply LNG to Bangladesh & Pakistan



PT Pertamina (Persero) will export liquefied natural gas to Bangladesh and Pakistan with a sales volume commitment of about 2 million-3 million tons per year for a total value of US $ 12 billion over 10 years.

Deputy Minister of Energy and Mineral Resources Arcandra Tahar said the liquefied natural gas (LNG) extraction plan is still in the intensive exploration phase. Pertamina has been committed to export LNG of 1 million to 1.5 million tons per year for one country.

"The value of trade transactions is estimated at US $ 6 billion per country," he said.

Arcandra Tahar

Arcandra said it hoped that the agreement could get a permit when the President of Indonesia visited the two countries in the near future.

"However, it seems not yet until the signature phase of the contract. It may be possible to discuss the continued MoU [memorandum ofunderstandung] or if it could have been an SPA [Sale Purchase Agreement]. Pertamina is negotiating with Pakistan LNG Limited (PLL) in Pakistan, and Petrobangla in Bangladesh.

The LNG export plan is a continuation of cooperation in Indonesia's energy sector with both countries. In fact, previously Pertamina has planned to export liquefied natural gas to Pakistan and Bangladesh at the end of quarter lll / 2017.

Cooperation between Indonesia and Bangladesh has become very important because the South Asian country is in need of the supply of LNG from abroad.

Bangladesh will utilize LNG from Indonesia as a fuel power plant in the country. The reason, Bangladesh is building a power plant with a target capacity of 24,000 megawatts (MW) to 2021 and 40,000 MW to 2031.

It caused Bangladesh to suffer a gas deficit of 1 million tons per year by 2018. The deficit rate could potentially increase to 11 million tons per year by 2030. Bangladesh also opted to use LNG into electricity under the pretext that prices could compete with coal-fired steam power plants.

In addition, gas power plants are considered more environmentally friendly. LNG export commitment to Bangladesh 1 million tons-1.5 million tons per year is in accordance with the expectations of Petrobangla.

IN INDONESIA

Pertamina Pasok LNG ke Bangladesh & Pakistan


PT Pertamina (Persero) akan mengekspor gas alam cair ke Bangladesh dan Pakistan dengan komitmen volume penjualan sekitar 2 juta-3 juta ton per tahun dengan total nilai US$12 miliar selama 10 tahun.

Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arcandra Tahar mengatakan, rencana ekspor gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) itu masih dalam tahap penjajakan secara intensif. Pertamina telah mendapatkan komitmen untuk mengekspor LNG sebanyak 1 juta-1,5 juta ton per tahun untuk satu negara.

“Nilai transaksi perdagangan itu diperkirakan senilai US$6 miliar per negara,” ujarnya.

Arcandra menyebutkan, pihaknya berharap agar kesepakatan sudah bisa mendapatkan ijin ketika Presiden Indonesia berkunjung ke kedua negara itu dalam waktu dekat.

“Namun, tampaknya belum sampai tahapan tanda tangan kontrak. Mungkin bisa membahas lanjutan MoU [memorandum ofunderstandung] atau kalau bisa malah sudah SPA [kesepakatan pembelian gas]. Pertamina sedang bernegosiasi dengan Pakistan LNG Limited (PLL) di Pakistan, dan Petrobangla di Bangladesh.

Rencana ekspor LNG itu sebagai lanjutan dari kerja sama di bidang energi Indonesia dengan kedua negara itu. Bahkan, sebelumnya Pertamina sudah berencana mengekspor gas alam cair ke Pakistan dan Bangladesh pada akhir kuartal lll/2017.

Kerja sama antara Indonesia dengan Bangladesh itu menjadi sangat penting karena negara Asia Selatan itu sedang membutuhkan pasokan LNG dari luar negeri.

Bangladesh akan memanfaatkan LNG dari Indonesia sebagai bahan bakar pembangkit listrik di negara itu. Pasalnya, Bangladesh sedang membangun pembangkit listrik dengan target kapasitas 24.000 megawatt (MW) hingga 2021 dan 40.000 MW hingga 2031.

Hal itu menyebabkan Bangladesh mengalami defisit gas sebanyak 1 juta ton per tahun pada 2018. Tingkat defisit berpotensi meningkat menjadi 11 juta ton per tahun pada 2030. Bangladesh pun memilih menggunakan LNG menjadi listrik dengan dalih harga bisa bersaing dengan pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara. 

Selain itu, pembangkit listrik tenaga gas dinilai lebih ramah lingkungan. Komitmen ekspor LNG ke Bangladesh 1 juta ton-1,5 juta ton per tahun sudah sesuai dengan harapan Petrobangla. 

Bisnis Indonesia, Page-30, Wednesday, Jan 17, 2018

Positive Signals Exploration



Investment for oil and gas exploration activities in Indonesia this year is predicted to increase with the support of several indicators that began to improve. However, oil and gas companies are still cautious in order to maintain potential business risks that still occur in times of crude oil price fluctuations.

Executive Director of ReforMiner Komaidi Notonegoro said that when looking at some indicators, the investment climate for oil and gas exploration in Indonesia has the potential to move towards improvement. Some indicators are like, oil and gas prices are slowly starting to improve.

"Improved oil and gas price movements are in line with the global economy that is also beginning to show signs of improvement," he said.

The price of West Texas Intermediate crude oil is currently up US $ 64 per barrel, while the average price in 2017 is around US $ 60 per barrel. However, according to him, oil and gas companies operating in Indonesia are still looking for low-risk exploration areas. Because the business risks are still the main focus and the oil and gas companies.

"They [oil and gas companies] are still focused on business risks because the recovery of oil and gas prices is still moderate so far," he said.

In addition, he said, the regulation and licensing process is still a major challenge in oil and gas exploration investment in Indonesia.

"Period of regulation and licensing process is still a barrier to exploration investment expansion. Although the government has responded to the constraints positively. "

Previously, PetroChina International Companies had complained that the investment problem of upstream oil and gas sector in Indonesia is a licensing process that can take up to 1 year. This can create uncertainty in planning investment from the exploration and exploitation of oil and gas.

On the other hand, SKK Migas noted that upstream oil and gas investment value for exploration crosses in 2017 is still low. The investment of oil and gas exploration in Indonesia last year was only worth US $ 180,000 from the total investment of US $ 9.33 billion. In fact, over the past year, upstream oil and gas exploration is targeted to reach US $ 870,000.

"Therefore, in encouraging exploration investment in upstream oil and gas this needs support from various parties," said Head of SKK Migas Amien Sunaryadi.

MORE ACTIVE

In line with Indonesia, global oil and gas companies are predicted to be slightly more active in exploration investments by 2018. This is to boost production as oil and gas prices slowly improve. However, the expansion in the exploration is still limited because oil and gas companies are still prudent in considering the level of risk.

Global oil and gas companies are predicted to still drill fewer wells in 2017 and focus on encouraging more attractive commercial outcomes. In its official website, Wood Mackenzie estimates that global conventional exploration investment this year will be around US $ 37 billion or 7% lower compared to 2017, and 60% lower compared to 2014.

The share of oil and gas investment for exploration has shrunk to below 10% since 2016. The condition is also considered not to be recovered but formed a new normal situation.

Although the investment value for oil and gas exploration continues to trend lower compared to 2017, competition in this industry is considered to be more stringent. One of them is competition between national oil and gas company (BUMN) with the private company in getting quality production potential.

Ie, a global oil, and gas company called more hunting a simple well this year. In fact, almost half of oil and gas reserves are in deepwater areas, while oil and gas companies still avoid work areas with high costs, difficult logistics, and slow drill wells.

Overall, this year global oil and gas companies can already record double-digit profit increase. This is in line with such efficiency levels, reduced exploration costs by half since 2014 and avoiding expansion in fairly complex fields.

Hilmi Panigoro 

President Director of PT Medco Energi Internasional Tbk. Hilmi Panigoro said the trend of oil and gas exploration investment since 2014 has decreased due to the weakening world oil prices.

"If oil prices fall again, usually oil and gas companies tend to choose acquisitions that already produce rather than exploration. Later, if prices have risen, new investments start back more active, "he said.

Hilmi said the position of oil prices have started to improve this year so that there is a chance the company began to re-explore.

"If oil prices stay in a good position, hopefully, the exploration climate will go up as well.

IN INDONESIA

Sinyal Positif Eksplorasi


Investasi untuk kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi di Indonesia pada tahun ini diprediksi dapat meningkat dengan dukungan beberapa indikator yang mulai membaik. Namun, perusahaan migas masih tetap berhati-hati demi menjaga risiko bisnis yang berpotensi masih terjadi di saat fluktuasi harga minyak mentah.

Direktur Eksekutif ReforMiner Komaidi Notonegoro mengatakan bahwa bila melihat beberapa indikator, iklim investasi untuk eksplorasi migas di Indonesia memiliki potensi untuk menuju perbaikan. Beberapa indikator itu seperti, harga minyak dan gas yang perlahan mulai membaik.

“Pergerakan harga minyak dan gas yang membaik itu sejalan dengan ekonomi global yang juga mulai menunjukkan sinyal perbaikan," ujarnya.

Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate saat ini terus menguat US$64 per barel, sedangkan rerata harga pada 2017 sekitar US$60 per barel, Namun, menurutnya, perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia masih mencari wilayah kerja eksplorasi yang memiliki risiko rendah.  Pasalnya, risiko bisnis masih menjadi fokus utama dan para perusahaan migas tersebut. 

“Mereka [perusahaan migas] masih fokus pada risiko bisnis karena pemulihan harga minyak dan gas sejauh ini masih moderat,” tuturnya.

Selain itu, dia menyebutkan, regulasi dan proses perizinan masih menjadi tantangan utama dalam investasi eksplorasi migas di Indonesia.

“MasaIah regulasi dan proses perizinan memang masih menjadi hambatan dalam ekspansi investasi eksplorasi. Walaupun pemerintah sudah merespons kendala itu dengan positif.”

Sebelumnya, PetroChina Internasional Companies sempat mengeluh kalau masalah investasi sektor hulu migas di Indonesia adalah proses perizinan yang bisa memerlukan waktu hingga 1 tahun. Hal itu dapat membuat ketidakpastian dalam merencanakan investasi dari sisi eksplorasi dan eksploitasi migas.

Di sisi lain, SKK Migas mencatat nilai investasi hulu migas untuk kegialan eksplorasi pada 2017 memang masih rendah. lnvestasi eksplorasi migas di Indonesia sepanjang tahun lalu hanya senilai US$ 180.000 dari total investasi US$ 9,33 miliar.  Padahal, sepanjang tahun lalu, investasi eksplorasi hulu migas ditargetkan bisa mencapai US$ 870.000.

“Untuk itu, dalam mendorong investasi eksplorasi pada hulu migas ini perlu dukungan dari berbagai pihak,” ujar Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

LEBIH GIAT

Selaras dengan Indonesia, perusahaan migas global pun diprediksi sedikit lebih giat dalam investasi eksplorasi pada 2018. Hal itu untuk mendorong produksi di saat tren harga minyak dan gas yang perlahan membaik. Namun, ekspansi pada eksplorasi itu masih terbatas karena perusahaan migas masih cenderung berhati-hati dalam mempertimbangkan tingkat risiko. 

Perusahaan migas global diprediksi masih lebih sedikit mengebor sumur pada 2017 dan fokus dalam mendorong hasil komersial yang lebih atraktif. Dalam situs resminya, Woodmackenzie memperkirakan investasi eksplorasi konvensional global pada tahun ini sekitar US$ 37 miliar atau 7% lebih rendah dibandingkan dengan 2017, serta 60% lebih rendah dibandingkan dengan 2014.

Porsi investasi migas untuk eksplorasi itu telah menyusut hingga berada di bawah 10% sejak 2016. Kondisi itu pun dinilai tidak akan pulih, tetapi membentuk situasi normal baru.

Kendati nilai investasi untuk eksplorasi migas tetap melanjutkan tren lebih rendah dibandingkan dengan 2017, persaingan pada industri ini dinilai semakin ketat. Salah satunya persaingan antara perusahaan migas nasional (BUMN) dengan perusahaan swasta dalam mendapatkan potensi produksi yang berkualitas.

Ialu, perusahaan migas global disebut lebih memburu sumur yang sederhana pada tahun ini. Padahal, hampir setengah cadangan migas berada di kawasan perairan dalam, sedangkan perusahaan migas masih menghindari wilayah kerja dengan biaya tinggi, logistik sulit, dan bor sumur yang lambat.

Secara keseluruhan, pada tahun ini perusahaan migas global sudah bisa mencatatkan kenaikan profit dua digit. Hal itu seiring dengan tingkat efisiensi seperti, biaya eksplorasi yang sudah berkurang separuhnya sejak 2014 dan menghindari ekspansi pada lapangan yang cukup kompleks.

Presiden Direktur PT Medco Energi Internasional Tbk. Hilmi Panigoro mengatakan, tren investasi eksplorasi migas sejak 2014 mengalami penurunan karena disebabkan pelemahan harga minyak dunia.

“Kalau harga minyak lagi turun, biasanya perusahaan migas cenderung memilih akuisisi yang sudah berproduksi ketimbang eksplorasi. Nanti, kalau harga sudah naik, baru investasi mulai kembali lebih giat,” ujarnya.

Hilmi menyebutkan, posisi harga minyak sudah mulai membaik pada tahun ini sehingga ada peluang perusahaan mulai kembali melakukan eksplorasi. 

“Kalau harga minyak terjaga pada posisi yang baik, mudah-mudahan iklim eksplorasi kembali naik juga.

Bisnis Indonesia, Page-30, Tuesday, Jan 16, 2018

Ensure Termination Block Fate, Government Wait Pertamina Bid



The Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) stated that they are still waiting for PT Pertamina (Persero) offer to determine the fate of four termination blocks that are still in demand by the existing contractors. The reason is that Pertamina must offer a better development plan to gain ownership in these four blocks.

Of the eight oil and gas termination blocks assigned to Pertamina, the government decided to evaluate the assignment for four blocks, namely Tuban Block, Ogan Komering, South East Sumatra and Sanga-Sanga. To that end, the existing Contract Cooperation Contractor (KKKS) of the four blocks is required to submit a proposal for a development plan to the government.

Currently, Ogan Komering Block is managed by Pertamina with Talisman, while Tuban Block is done by Pertamina with PetroChina East Java. Then, the South East Sumatera Block was done by CNOOC and Sanga-Sanga Block by Vico Indonesia.

Ego Syahrial

Secretary-General and Executor of Duty Director General of Oil and Gas ESDM Ministry Ego Syahrial said the four contractors have submitted their respective development plan proposal. From the evaluation result of his side, the proposed development of existing contractor is considered better than Pertamina.

"So we are waiting for Pertamina. We see that this existing slightly better offer from Pertamina. Pertamina is thinking what Pertamina wants to right to match, "he said in Jakarta.

He explained that the government is not in favor of foreign oil and gas companies to work on oil and gas blocks. However, the government wants new contractors from terminating oil and gas blocks to have the ability to ensure that oil and gas production and state revenue from the block does not go down. Therefore, the government gave the share of the right to match to Pertamina.

"So we ask them (Pertamina) to be right to match as soon as possible. As soon as possible, "said Ego.

Earlier, Ego said the government wanted the new termination block contract to be signed soon. Because the two blocks of them will be completed in February next contract, namely Tuban Block and Ogan Komering. The government target, at the beginning of this year also this termination block contract can be signed.

Meanwhile, Ego ensures Pertamina will manage two of the eight termination blocks, namely the North Sumatera Offshore Block and the Central Block. Because of its close proximity, it is agreed that the North Sumatera Offshore Block is operated with Block North Sumatera Block B (NSB) which is done by Pertamina.

IN INDONESIA

Pastikan Nasib Blok Terminasi, Pemerintah Tunggu Tawaran Pertamina


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan masih menunggu tawaran PT Pertamina (Persero) untuk menentukan nasib empat blok terminasi yang juga masih diminati kontraktor eksisting. Pasalnya, Pertamina harus menawarkan rencana pengembangan yang lebih baik untuk memperoleh bagian kepemilikan pada empat blok ini.

Dari delapan blok migas terminasi yang ditugaskan ke Pertamina, pemerintah memutuskan untuk mengevaluasi penugasan untuk empat blok diantaranya, yakni Blok Tuban, Ogan Komering, South East Sumatera, dan Sanga-Sanga. Untuk itu, Kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) eksisting keempat blok ini diminta menyerahkan proposal rencana pengembangan kepada pemerintah.

Saat ini, Blok Ogan Komering dikelola oleh Pertamina bersama Talisman, sementara Blok Tuban dikerjakan Pertamina bersama Petrochina East Java. Kemudian, Blok South East Sumatera dikerjakan oleh CNOOC dan Blok Sanga-Sanga oleh Vico Indonesia.

Sekretaris Jenderal sekaligus Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Ego Syahrial mengatakan, keempat kontraktor telah menyerahkan proposal rencana pengembangan masing-masing. Dari hasil evaluasi pihaknya, penawaran rencana pengembangan kontraktor eksisting ini dinilai lebih bagus dari Pertamina.

“Jadi kami sedang menunggu Pertamina. Kami lihat yang eksisting ini sedikit lebih bagus penawarannya dari Pertamina. Pertamina sedang bergikir apa Pertamina mau right to match,” kata dia di Jakarta.

Dijelaskannya, pemerintah bukannya memihak perusahaan migas asing untuk menggarap blok migas. Namun, pemerintah menginginkan kontraktor baru dari blok migas terminasi ini memiliki kemampuan untuk memastikan bahwa produksi migas dan penerimaan negara dari blok tersebut tidak turun. Karena itu pula pemerintah memberikan bagian kepemilikan right to match kepada Pertamina.

“Jadi kami minta mereka (Pertamina) supaya right to match secepatnya. Sesegera mungkinlah,” tegas Ego. 

Sebelumnya, Ego mengungkapkan pemerintah menginginkan agar kontrak baru blok terminasi ini dapat segera ditandatangani. Pasalnya, dua blok diantaranya akan selesai kontraknya pada Februari depan, yakni Blok Tuban dan Ogan Komering. Target pemerintah, awal tahun ini juga kontrak blok terminasi ini dapat ditandatangani.

Sementara itu, Ego memastikan Pertamina akan mengelola dua dari delapan blok terminasi tersebut, yaitu Blok North Sumatera Offshore dan Blok Tengah. Karena lokasinya berdekatan, pihaknya sepakat jika Blok North Sumatera Offshore dioperasikan bersama Blok North Sumatera Blok B (NSB) yang memang dikerjakan Pertamina.

Investor Daily, Page-9, Monday, Jan 15, 2018

Oil and Gas Holding Is Soon Late This Month



After becoming a subsidiary of Pertamina, PGN will be merged with Pertagas

The government is increasingly aggressive in holding state-owned holding companies. The soon to be formed in the near future is holding state-owned oil and gas company. The Government has invited PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) to hold an Extraordinary General Shareholders Meeting (RUPSLB) on January 25, 2018. The agenda is to change the company's articles of association as a way to become a subsidiary of PT Pertamina.

Although there has been an agenda to change the articles of association PGN does not want to talk much about the agenda and also the plan of oil and gas holding.

"The agenda is already in the invitation may be more fitting to ask the shareholder (Ministry of SOEs)," said Director of Commercial PGN, Danny Praditya

Deputy for Mining Business, Strategic Enterprise and Media Ministry of State Enterprises Fajar Harry Sampurno explained that the formation of oil and gas holding continues to progress. Since a month ago, the Ministry of SOE has formed a team of oil and gas holding implementation consisting of several sub-sub-projects such as sub-operation to human resource sub-sector (HR).

"The oil and gas holding implementation team with some of the most important sub-targets is mission and transaction operations in addition to the HR subproject," clear Dawn

According to him, so far there is no conflict between PGN and Pertamina. Because the Ministry of SOEs has conducted socialization to the employees of both SOEs through Trade Union (SP).

"SP PGN supports this process as well as Pertamina SP," he explained.

Regarding the scheme of the formation of holding BUMN Migas, Fajar said, the scheme remains the same as ever expressed by the Ministry of SOEs. The government will be joint with PGN shares to Pertamina. Nevertheless, in accordance with Government Regulation Number the 7 2 Year 2016, the Government still has one double Colour share.

"And in accordance with Government Regulation 72/2016, there is one Dwiwarna share owned by the Government at PGN," explained Fajar.

He explained that, after the amendment of the articles of association, PGN's control will remain in government, in this case, the Minister of SOEs. It is included in Government Regulation 72/2016 Article 2A paragraph 2 is mentioned in the case of state assets in the form of state-owned shares in SOEs as referred to in Article 2 paragraph (2) letter d into state equity participation in other State-Owned Enterprises.

So if most of the shares are owned by other SOEs, then the SOEs become a subsidiary of SOEs. With the provisions of the Compulsory state to have shares with the privileges set forth in the articles of association. 

      Meanwhile, the privileges set forth in the articles of association include the right to approve the appointment of members of the board of directors and members of the commissioners and amendments to the articles of association. Then change the structure of share ownership, merger, consolidation, separation, and dissolution, and takeover of company by other company.

In the government scheme, PGN will also acquire or merge with Pertamina's subsidiary in the downstream gas field, Pertamina Gas (Pertagas). That way, PGN will be subholding Pertamina gas business.

The Pertagas acquisition process will follow the rules of the Financial Services Authority (OJK). However, since PGN is an open company, all related to Pertagas transaction must follow good corporate governance (GCG) and OJK rules and capital market.

"So there is a sub-transaction that handles it," said Fajar.

Meanwhile, Pertamina is still reluctant to comment on the formation of holding BUMN oil and gas. Vice President of Comamate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito did not answer the short message related to holding state-owned oil and gas.

IN INDONESIA

Holding Migas Segera Terbentuk Akhir Bulan Ini

Setelah menjadi anak usaha Pertamina, PGN akan dimerger dengan Pertagas

Pemerintah semakin agresif membentuk holding BUMN. Yang segera terbentuk dalam waktu dekat adalah holding BUMN Migas. Pemerintah sudah mengundang PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) agar menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 25 Januari 2018. Agendanya mengubah anggaran dasar perseroan ini sebagai jalan untuk menjadi anak usaha PT Pertamina.

Meski sudah ada agenda mengubah anggaran dasar pihak PGN belum mau banyak bicara terkait agenda tersebut dan juga rencana pembentukan holding migas. 

"Agenda itu sudah ada di undangan mungkin lebih pas tanyanya ke share holder (Kementerian BUMN),"ujar Direktur Komersial PGN, Danny Praditya 

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, lndustri Strategis dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno menjelaskan, pembentukan holding migas terus mengalami kemajuan. Sejak sebulan lalu, Kementerian BUMN telah membentuk tim implementasi holding migas yang terdiri dari beberapa, subtim seperti subtim operasi hingga subtim sumber daya manusia (SDM). 

"Tim implementasi holding migas dengan beberapa subtim yang terpenting adalah operasi misi dan transaksi selain ada subtim SDM,"
jelas Fajar 

Menurut dia, sejauh ini tidak ada pertentangan dari PGN maupun Pertamina. Sebab Kementerian BUMN telah melakukan sosialisasi kepada karyawan kedua BUMN tersebut melalui Serikat Pekerja (SP). 

"SP PGN mendukung proses ini demikian juga SP Pertamina," terangnya.

Terkait skema pembentukan holding BUMN Migas, Fajar bilang, skema tetap sama seperti yang pernah diutarakan oleh Kementerian BUMN. Pemerintah akan melakukan inbreng saham PGN ke Pertamina. Meskipun begitu, sesuai di Peraturan Pemerintah Nomor 7 2 Tahun 2016, Pemerintah tetap memiliki satu saham dwiwarna. 

"Dan sesuai dengan Peraturan Pemerintah 72/2016, ada satu saham dwiwarna milik Pemerintah di PGN," jelas Fajar.

Dia menerangkan, pasca perubahan anggaran dasar, kendali PGN akan tetap berada dipemerintah, dalam hal ini Menteri BUMN. Hal ini dimasukkan dalam Peraturan Pemerintah 72/2016 Pasal 2A ayat 2 disebutkan dalam hal kekayaan negara berupa saham milik negara pada BUMN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf d menjadi penyertaan modal negara pada BUMN Iain.

Sehingga jika sebagian besar saham dimiliki oleh BUMN lain, maka BUMN tersebut menjadi anak perusahaan BUMN. Dengan ketentuan negara Wajib memiliki saham dengan hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar. 

      Sementara, hak istimewa yang diatur dalam anggaran dasar antara lain hak untuk menyetujui pengangkatan anggota direksi dan anggota komisaris dan perubahan anggaran dasar. Lalu perubahan struktur kepemilikan saham, penggabungan, peleburan, pemisahan, dan pembubaran, serta pengambilalihan perusahaan oleh perusahaan lain.

Dalam skema pemerintah, PGN juga akan mengakusisi atau digabung dengan anak usaha Pertamina di bidang hilir gas, Pertamina Gas (Pertagas). Dengan begitu, PGN akan menjadi subholding Pertamina urusan gas.

Untuk proses akuisisi Pertagas ini akan mengikuti aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun karena PGN adalah perusahaan terbuka, maka semua yang berhubungan dengan transaksi Pertagas harus mengikuti good corporate governance (GCG) dan aturan OJK dan pasar modal.

"Makanya ada subtim transaksi yang menangani hal tersebut," kata Fajar.

Sementara itu, pihak Pertamina masih enggan memberikan komentar terkait pembentukan holding BUMN migas. Vice President Comorate Communication Pertamina, Adiatma Sardjito tidak menjawab pesan singkat terkait holding BUMN migas.

Kontan, Page-14, Monday, Jan 15, 2018