google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Wednesday, January 15, 2020

Strengthening Shipping Business, Pertamina Teams Up with Japanese Companies



PT Pertamina (Persero) is working with the oldest and largest shipping company in the world from Japan, namely Nippon Yusen Kaisha (NYK), to strengthen its international oil shipping business. 

Nippon Yusen Kaisha (NYK)

    PT Pertamina International Shipping (PIS), a subsidiary of Pertamina, and NYK have signed a memorandum of understanding (memonradum of understanding / MoU). The cooperation agreement covers the ownership and management of the ship.


PT Pertamina International Shipping (PIS)

Pertamina Logistics, Supply Chain and Infrastructure Director Gandhi Sriwidodo said the collaboration with NYK was related to ship management. Because the shipping business in question is for oil transportation abroad. This is because NYK has large size vessels, around 17,500-120 thousand metric tons.

"If we have a need, and they have it too, can work together. This is just as needed, "he said in Jakarta. This international oil trading can be from Saudi Arabia to the Philippines or Singapore, and other destinations.

Gandhi added that this collaboration was the beginning of the independence of PT PIS as a subsidiary of Pertamina engaged in the energy transportation business. According to him in the future PT PIS must have good ship management and its own shipping fleet to support Pertamina's overall business activities.

"This collaboration can also be a place to share knowledge and experience on how to have professional ship management," he said.

In his official statement, President Director of PT PIS Tafkir explained, this collaboration was carried out with the main consideration to increase added value creation for the company so as to increase the capabilities and capabilities of PT PIS in ship management.

"We consider NYK to be a suitable partner and meet the requirements for our needs. This is a shortcut for us. "The partnership strategy will make us a world-class company as expected by Pertamina's stakeholders and top management," said Tafkir.

Not only in terms of ship management, PT PIS and NYK will also collaborate in the field of liquefied natural gas / LNG projects, such as the Floating Storage and Regasification Unit / FSRU facility and other projects. Meanwhile, Chief Executive of Energy of the Japanese NYK Division Akira Kono said the signing of the MoU would strengthen the fabric of cooperation and become a trigger for other cooperation in the future, particularly in the field of energy transportation.

"We believe, we can provide a reliable shipping service for Pertamina's growth," he said.

At present, explained Gandhi, vessels owned by Pertamina are still around 30% of the total fleet. The ownership of this ship is in accordance with developments to meet the needs of fuel oil (BBM) and domestic crude oil. With the company began to buy crude oil owned by oil and gas companies operating in Indonesia, the needs of the company's vessels are also increasing.

"If crude (crude oil) must be transported, ship needs will automatically increase. Previously, domestic crude was exported, now it is bought, "said Gandhi.

It targets, in 2026, ownership of this ship will rise to 50% and adjusted to budget requirements. According to him, the vessels used for transportation of fuel and crude oil do not have to be entirely owned by the company.

"The 50% target is Pertamina's control, whether equity or cooperation with the concept of BOT (Built, Operate, Transfer)," he added.

IN INDONESIA

Perkuat Bisnis Pengapalan, Pertamina Gandeng Perusahaan Jepang


PT Pertamina (Persero) bekerja sama dengan perusahaan pengapalan tertua dan terbesar di dunia asal Jepang, yakni Nippon Yusen Kaisha (NYK), untuk memperkuat bisnis pengapalan minyak internasionalnya. PT Pertamina International Shipping (PIS), anak usaha Pertamina, dan NYK telah menandatangani nota kesepahaman (memonradum of understanding/MoU). Penjanjian kerja sama meliputi kepemilikan sekaligus pengelolaan kapal. 
Direktur Logistik, Supply Chain dan Infrastruktur Pertamina Gandhi Sriwidodo mengatakan, kerja sama dengan NYK ini terkait manajemen kapal. Pasalnya, bisnis pengapalan yang dimaksud yakni untuk pengangkutan minyak di luar negeri. Hal ini mengingat NYK memiliki kapal ukuran besar, sekitar 17.500-120 ribu metrik ton.

“Kalau kami ada kebutuhan, dan mereka punya juga, bisa kerja sama. Ini sesuai kebutuhan saja,” kata dia di Jakarta. Trading minyak internasional ini bisa dari Arab saudi ke Filipina atau Singapura, dan tujuan lain.

Gandhi menambahkan kerja sama ini merupakan awal dari kemandirian PT PIS sebagai anak perusahaan Pertamina yang bergerak dalam bisnis transportasi energi. Menurutnya ke depannya PT PIS harus memiliki manajemen kapal yang baik serta armada perkapalan sendiri untuk mendukung aktivitas bisnis Pertamina secara keseluruhan.

“Kolaborasi ini juga bisa menjadi tempat untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang bagaimana memiliki ship management yang profesional,” ujarnya. 

Dalam keterangan resminya, Presiden Direktur PT PIS Tafkir menjelaskan, kolaborasi ini dilakukan dengan pertimbangan utama untuk meningkatkan added value creation bagi perusahaan sehingga dapat meningkatkan kapabilitas serta kemampuan PT PIS dalam pengelolaan kapal. 

“Kami menilai NYK merupakan calon partner yang cocok dan memenuhi persyaratan untuk kebutuhan kami. Ini adalah shortcut bagi kami. Strategi partnership akan menjadikan kami sebagai salah satu world class company seperti yang diharapkan stakeholders dan top management Pertamina,” jelas Tafkir.

Tidak hanya dalam hal pengelolaan kapal, PT PIS dan NYK juga akan melakukan kerja sama di bidang proyek gas alam cair/LNG, seperti fasilitas Floating Storage and Regasification Unit/FSRU maupun proyek lainnya. Sementara itu, Chief Executive of Energy Divisi NYK Jepang Akira Kono mengatakan, penandatanganan MoU tersebut akan memperkuat jalinan kerja sama serta menjadi pemacu untuk kerja sama lainnya di masa mendatang, khususnya di bidang transportasi energi. 

“Kami percaya, kami dapat memberikan shipping service yang reliable untuk pertumbuhan Pertamina,” ujarnya. 

Saat ini, jelas Gandhi, kapal yang dimiliki Pertamina masih sekitar 30% dari total armada. Kepemilikan kapal ini sesuai dengan perkembangan untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) dan minyak mentah dalam negeri. Dengan perseroan mulai membeli  minyak mentah milik perusahaan migas yang beroperasi di Indonesia, kebutuhan kapal perseroan juga meningkat.

“Kalau crude (minyak mentah) kan harus diangkut, otomatis kebutuhan kapalnya naik. Kalau dulu crude domestik diekspor, sekarang kan dibeli,” kata Gandhi. 

Pihaknya menargetkan, pada 2026, kepemilikan kapal ini akan naik menjadi 50% dan disesuaikan dengan kebutuhan anggaran. Menurutnya, kapal yang digunakan untuk transpor tasi BBM dan minyak mentah tidak harus seluruhnya dimiliki perusahaan. 

“Target 50% itu itu penguasaan Pertamina, apakah equity atau kerja sama dengan konsep BOT (Built, Operate, Transfer),” tambahnya.

Investor Daily, Page-9, Monday, Dec 2,  2019

PGN Increases Penetration of the LNG Market in China



PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk plans to increase the market share of liquefied natural gas / LNG in China. This is because China's gas demand is recorded to be very large.

PT Perusahaan Gas Negara (PGN)

PGN's Director of Strategy and Business Development Syahrial Muktar said China's LNG needs are very large because of the country's government policy that encourages the use of gas to replace coal. Thus, China's gas demand is projected to continue to increase. This gas need will be met by imports.

"If China needs a lot. They import up to 50 metric tons, that can be up to 1,000 cargoes a year in total, "he said in Jakarta.



PGN starts selling its LNG to China next year. This follows PGN and Sinopec Corp having signed a gas sale and purchase agreement (PJBG). Under this agreement, PGN will supply six LNG cargoes to Sinopec starting in early January 2020. According to Syahrial, LNG sales to China have the potential to be extended. However, it will still negotiate with Sinopec first. However, China does need large amounts of gas, especially during winter.

"It still has the potential to add [sales], because, until the midterm of five years, they are very interested. They expressed their desire to [extend the contract], "he said.

In the meantime, PGN will export six cargoes of LNG to China. The LNG shipment will be carried out in January, February and March 2020. In the future, the company targets to sell LNG to other companies in China besides Sinopec. Thus, LNG sales to China can be significant.

"There are [besides Sinopec], I will convey later. It could be [up to dozens of cargo], "said Syahrial.

On the other hand, by starting to manage the LNG business from Oil and Gas Holding, PGN was also tasked with jointly finding LNG buyers from domestic production that were not purchased on the domestic market. One of them is gas production from the Bontang LNG Plant following the end of the LNG sales contract to a buyer in Japan (Western Buyer). According to Syahrial, the LNG sales negotiation is still ongoing. Unfortunately, he was reluctant to say who the prospective buyers.

"Later, the Western Buyer, we are with Pertamina, while the supply approach will be extended if needed," he said.

He also must discuss the sale of LNG with the government and SKK Migas. The same thing was expressed by Pertamina's Corporate Marketing Director Basuki Trikora Putra. Bontang LNG marketing after the expiration of the Western Buyer contract will be conducted with PGN. This is because Pertamina is still in a transition period to shift the LNG business to PGN. The Chinese market is considered very attractive to market its LNG portfolio.

"It's open for us to explore it [China's LNG market]," he said.

However, he emphasized that the sale of Bontang LNG was still being explored, including to other countries in East Asia. It also did not rule out the possibility of contract extension if agreed upon together.

Transition period

Basuki revealed Pertamina's LNG business would later be transferred to PGN. This includes the entire LNG supply portfolio owned by the company to be submitted to PGN, both domestically and abroad. Unfortunately, he did not specify when the transfer of the LNG business would be completely completed.

"In this transition period, we are still coordinating internally with PGN, to later be handed over [the LNG business]. So the language of transition is not yet cut off, "he said.

Previously, regarding the supply of LNG sold to China, Syahrial revealed that it was not always from domestic sources. PGN can also send LNG supplies from overseas sources. Therefore, business expansion abroad will not disrupt the domestic gas supply.

"PGN can help sell LNG portfolio owned by Pertamina and carry out PGN's role as a gas sub-holding," he said.

Based on Investor Daily's notes, Pertamina had previously signed three LNG import contracts. Pertamina has signed a PJBG with its subsidiary Cheniere Energy Inc., Corpus Christi Liquefaction Liability Company, to supply 0.76 million tons of LNG per year starting in 2019 for 20 years. Pertamina has also contracted with Cheniere Energy with the same volume but started in 2018 with a duration of 20 years.

Then, Pertamina has contracted with Woodside with a volume of around 0.6 million tons per year which can be increased to 1.1 million tons per year. Supply of 0.6 million tons per year began to be delivered in 2022-2034 and could be increased to 1.1 million tons per year in 2024-2038. The company also has a head of agreement (HoA) with ExxonMobil to supply 1 million tons per year for 20 years starting in 2025. Pertamina has also signed a PJBG with Mozambique LNG 1 Company Pte Ltd for 1 million tons per year.

In addition to China, PGN has previously submitted a Letter of Intent to Philippine entities to explore LNG commercialization cooperation in the Philippines. PGN has sent a Letter of Intent (LoI) and is now at the discussion stage to be finalized.

IN INDONESIA

PGN Tingkatkan Penetrasi Pasar LNG di Tiongkok


PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk berencana meningkatkan pangsa pasar gas alam cair/LNG di Tiongkok. Hal ini lantaran kebutuhan gas Tiongkok tercatat sangat besar.

Direktur Strategi dan Pengembangan Bisnis PGN Syahrial Muktar menuturkan, kebutuhan LNG Tiongkok sangat besar karena kebijakan pemerintah negara tersebut yang mendorong pemakaian gas menggantikan batu bara. Sehingga, kebutuhan gas Tiongkok diproyeksikan akan terus meningkat. Kebutuhan gas ini akan dipenuhi dengan impor.

“Kalau Tiongkok butuh banyak sekali. Mereka impor sampai 50 metrik ton, itu bisa sampai 1.000 kargo setahun totalnya,” kata dia di Jakarta.

PGN mulai menjual LNG miliknya ke Tiongkok pada tahun depan. Hal ini menyusul PGN dan Sinopec Corp telah menandatangani perjanjian jual beli gas (PJBG). Berdasarkan perjanjian ini, PGN akan memasok enam kargo LNG ke Sinopec mulai awal Januari 2020. Menurut Syahrial, penjualan LNG ke Tiongkok ini berpotensi diperpanjang. Namun, pihaknya masih akan negosiasi dengan Sinopec terlebih dahulu. Akan tetapi, Tiongkok memang membutuhkan gas dalam jumlah besar, apalagi ketika musim dingin.

“Masih berpotensi tambah [penjualan], karena sampai midterm lima tahun, mereka sangat berminat. Mereka menyatakan berkeinginan untuk itu [memperpanjang kontrak],” ujarnya.

Untuk sementara ini PGN akan mengekspor LNG sebanyak enam kargo ke Tiongkok. Pengapalan LNG ini akan dilakukan pada Januari, Februari, dan Maret 2020. Ke depannya, pihaknya menargetkan juga akan menjual LNG ke perusahaan lain di Tiongkok selain Sinopec. Sehingga, penjualan LNG ke Tiongkok bisa signifikan.

“Ada [selain Sinopec], nanti saya sampaikan. Bisa sekali [sampai puluhan kargo],” tutur Syahrial. 

Di sisi lain, dengan mulai mengelola bisnis LNG dari Holding Migas, PGN juga ditugaskan untuk bersama-sama mencari pembeli LNG dari produksi dalam negeri yang tidak dibeli di pasar domestik. Salah satunya produksi gas dari Kilang LNG Bontang menyusul akan berakhirnya kontrak penjualan LNG ke pembeli di Jepang (Western Buyer). Menurut Syahrial, negosiasi penjualan LNG ini masih berlangsung. Sayangnya, dia enggan menyebut siapa calon pembelinya. 

“Nanti yang Western Buyer, kami bersama dengan Pertamina, sedang approach suplai kalau memang butuh diperpanjang lagi,” ujarnya. 

Pihaknya juga harus membahas penjualan LNG ini dengan pemerintah dan SKK Migas. Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Pemasaran Korporat Pertamina Basuki Trikora Putra. Pemasaran LNG Bontang pasca berakhirnya kontrak Western Buyer akan dilakukan bersama PGN. Hal ini lantaran Pertamina masih dalam masa transisi mengalihkan bisnis LNG ke PGN. Pasar Tiongkok dinilainya sangat menarik untuk memasarkan portofolio LNG yang dimiliki. 

“Terbuka-lah untuk kami jajaki itu [pasar LNG Tiongkok],” tuturnya. 

Namun, penjualan LNG Bontang ini ditegaskannya masih dalam penjajakan, termasuk ke negara lain di Asia Timur. Pihaknya juga tidak menutup kemungkinan adanya perpanjangan kontrak jika disepakati bersama.

Masa Transisi

Basuki mengungkapkan, nantinya bisnis LNG milik Pertamina akan dialihkan ke PGN. Hal ini termasuk seluruh portofolio pasokan LNG yang dimiliki perseroan akan diserahkan ke PGN, baik yang ada di dalam negeri maupun luar negeri. Sayangnya, dia tidak merinci kapan pengalihan bisnis LNG rampung seluruhnya.

“Dalam masa transisi ini, kami masih berkoordinasi internal dengan PGN, untuk nanti diserah [bisnis LNG]. Jadi bahasanya masa transisi, belum cut off,” kata dia.

Sebelumnya, terkait pasokan LNG yang dijual ke Tiongkok, Syahrial mengungkapkan bahwa tidak selalu dari sumber dalam negeri. PGN juga dapat mengirimkan pasokan LNG ini dari sumber di luar negeri. Sehingga, ekspansi bisnis ke luar negeri ini tidak akan mengganggu pasokan gas di dalam negeri.

“PGN dapat membantu penjualan protofolio LNG yang dimiliki Pertamina dan menjalankan peran PGN sebagai sub holding gas,” ujarnya.

Berdasarkan catatan Investor Daily, Pertamina sebelumnya telah menandatangani tiga kontrak impor LNG. Pertamina telah menandatangani PJBG dengan anak usaha Cheniere Energy Inc yakni Corpus Christi Liquefaction Liability Company untuk memasok 0,76 juta ton per tahun LNG mulai 2019 selama 20 tahun. Pertamina juga sudah berkontrak dengan Cheniere Energy dengan volume yang sama namun dimulai pada 2018 dengan durasi 20 tahun. 

Kemudian, Pertamina telah berkontrak dengan Woodside dengan volume sekitar 0,6 juta ton per tahun yang bisa ditingkatkan menjadi 1,1 juta ton per tahun. Pasokan 0,6 juta ton per tahun mulai dikirim 2022-2034 dan bisa ditingkatkan menjadi 1,1 juta ton per tahun pada 2024-2038. 

    Perseroan juga memiliki kesepakatan (head of agreement/HoA) dengan ExxonMobil untuk pasokan sebanyak 1 juta ton per tahun selama 20 tahun mulai 2025. Pertamina juga telah menandatangani PJBG dengan Mozambique LNG 1 Company Pte Ltd sebesar 1 juta ton per tahun.

Selain Tiongkok, PGN sebelumnya telah menyampaikan Letter of Intent kepada entitas Filipina untuk menjajaki kerja sama komersialisasi LNG di Filipina. PGN telah mengirimkan Letter of Intent (LoI) dan kini pada tahap diskusi untuk dapat difinalisasi.

Investor Daily, Page-9, Monday, Dec 2,  2019

Medco committed to Increase Oil and Gas Production



PT Medco E&P Indonesia continues to increase production, through various oil and gas exploration and exploitation activities in all work areas. This effort is a company's commitment in supporting the government to maintain national energy security. 

    


    Medco noted that oil and gas production in the first semester reached 86 thousand barrels of oil equivalent per day (BOEPD). The realization increased compared to the same period last year which was around 82,400 boepd.

Medco E&P Vice President of Relations and Security Drajat Panjawi said the realization of oil and gas production in the first half of this year came from 14 work areas spread across Indonesia. He emphasized that the production results were Medco's commitment in maintaining national energy security.

"The company is able to maintain, even increase total production in line with the integration of Ophir operations," Drajad said at a media gathering in Jakarta.

Ophir Energy plc

The integration of Ophir's operations is in line with the completion of the acquisition of Ophir Energy plc in May. Ophir's assets greatly complement MedcoEnergi's existing portfolio and this business combination makes the company a leading regional oil and gas business operator in Southeast Asia. 

     Ophir's acquisition will increase the company's production performance this year by 29% or 110 thousand BOEPD. Not only that, the combined magnitude of 2P reserves and 2C resources rose by 86% to 1.44 billion barrels of oil equivalent.

"This integration can confirm Medco E&P's position as a leading energy company in Southeast Asia," said Drajad.

In the same place, Head of the Program and Communication Division of the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher said, national oil production is currently around 750 thousand barrels of oil per day (BPD). However, SKK Migas targets to increase production to 1 million BPD by 2030. 

     He revealed, there are four strategies to achieve this target. In particular, it will maintain existing production, convert resources into production, intensify advanced oil recovery (EOR) drilling techniques, and continue to explore.

"Exploration is important because when we increase production it is through exploration," he said.

Wisnu revealed that around the US $ 1.7 billion in exploration funds came from the Certain Work Commitments (KKP) in the Cooperation Contract. Exploration activities are carried out not only within the oil and gas Working Area (WK) but also in open areas to encourage more new oil and gas fields to be discovered.

"When we talk about the exploration of how to fund investment, we have a KKP," said Wisnu.

IN INDONESIA

Medco Berkomitme Tingkatkan Produksi Migas


PT Medco E&P Indonesia terus berupaya meningkatkan produksi, melalui berbagai aktivitas eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi di semua wilayah kerja. Upaya ini merupakan komitmen perusahaan dalam mendukung pemerintah menjaga ketahanan energi nasional. 

      Medco mencatat produksi migasnya pada semester pertama lalu mencapai rata-rata 86 ribu barel setara minyak per hari (barrel oil equivalent per day/BOEPD). Realisasi tersebut meningkat dibandingkan periode yang sama tahun lalu sekitar 82.400 boepd.

Vice President Relations and Security Medco E&P Drajat Panjawi mengatakan, realisasi produksi migas di semester pertama tahun ini tersebut berasal dari 14 wilayah kerja yang tersebar di seluruh Indonesia. Dia menegaskan hasil produksi itu merupakan komitmen Medco dalam menjaga ketahanan energi nasional.

“Perusahaan mampu mempertahankan, bahkan meningkatkan total produksi seiring dengan terintegrasinya operasi Ophir,” kata Drajad dalam acara media gathering di Jakarta.

Integrasi operasi Ophir seiring dengan rampungnya akuisisi Ophir Energy plc pada Mei kemarin. Aset Ophir sangat melengkapi portofolio MedcoEnergi yang ada dan gabungan bisnis ini menjadikan perusahaan sebagai pelaku usaha minyak dan gas regional yang terkemuka di Asia Tenggara. 

     Akuisisi Ophir ini akan meningkatkan kinerja produksi perusahaan tahun ini sebesar 29% atau menjadi 110 ribu boepd. Tidak hanya itu, besaran gabungan cadangan 2P dan sumber daya 2C naik sebesar 86% menjadi 1,44 miliar barel setara minyak.

“Integrasi ini dapat menegaskan posisi Medco E&P sebagai perusahaan energi terkemuka di Asia Tenggara,” tutur Drajad.

Di tempat yang sama, Kepala Divisi Program dan Komunikasi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Wisnu Prabawa Taher menuturkan, produksi minyak nasional saat ini sekitar 750 ribu barel minyak per hari (bph). Namun, SKK Migas menargetkan peningkatan produksi menjadi 1 juta bph pada 2030. 

     Dia mengungkap, ada empat strategi untuk mencapai target tersebut. Rincinya, pihaknya akan mempertahankan eksisting produksi, mengubah sumber daya menjadi produksi, menggencarkan teknik lanjutan pengeboran (enhanced oil recovery/EOR), serta terus melakukan eksplorasi.

“Eksplorasi penting, karena ketika kita menaikan produksi itu adalah melalui eksplorasi,” ujarnya.

Wisnu mengungkapkan, dana eksplorasi tersedia sekitar US$ 1,7 miliar yang berasal dari Komitmen Kerja Pasti (KKP) dalam Kontrak Kerja Sama. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan bukan hanya di dalam area Wilayah Kerja (WK) migas, tetapi juga di area terbuka untuk mendorong ditemukan lebih banyak lapangan migas baru. 

“Kalau kita bicara eksplorasi bagaimana mendanai investasi, kita punya KKP,” kata Wisnu.

Investor Daily, Page-9, Monday, Dec 2,  2019

End of 2019, Kedung Keris Produces



ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) will complete the Kedung Keris field project by the end of 2019. Later the project will increase EMCL's crude oil production capacity to around 10,000 barrels per day (BOPD). Its oil reserves are estimated at 20 million BOPD. EMCL Spokesperson and Public Relations Rexy Mawardijaya said, currently the project progress is more than 90 percent.

"Initial oil is expected to flow by the end of 2019," he said when to meet at the EMCL headquarters in Bojonegoro.

offloading vessel (Gagak Rimang)

He explained, the construction of the Kedung Keris field project had been operating since 2017. One of the stages was the construction of a 16-kilometer pipeline from the Kedung Keris field to the Banyu Urip field. Because crude oil processing takes place in the Banyu Urip field. After that, the processing results are channeled from the Banyu Urip field to the floating storage and offloading vessel (Gagak Rimang) off the Tuban coast.

ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) Field

EMCL has so far relied on crude oil production from wells in the Banyu Urip field whose total capacity reaches 220 thousand BOPD. So far the Banyu Urip field contributes around 25 percent to the total national oil production.

"This achievement is the highest among all Indonesia's oil fields," said Rexy.

The government has assigned EMCL to collaborate with Pertamina EP Cepu and the Cepu Block Participating Cooperation (PI) to manage the two Bojonegoro oil field. Namely, the Banyu Urip field in the Gayam Bojonegoro District and the Kedung Keris field in the Kalitidu Bojonegoro District.

IN INDONESIA

Akhir Tahun 2019, Kedung Keris Berproduksi


ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) akan merampungkan proyek lapangan Kedung Keris pada akhir tahun 2019. Nanti proyek itu meningkatkan kapasitas produksi minyak mentah EMCL menjadi sekitar 10 ribu barel per hari (barrel oil per day atau BOPD). 

     Cadangan minyaknya diperkirakan mencapai 20 juta BOPD. Juru Bicara dan Humas EMCL Rexy Mawardijaya menyebutkan, saat ini progres pengerjaan proyek lebih dari 90 persen. 

”Minyak perdana diharapkan mengalir pada akhir 2019," katanya saat dijumpai di kantor pusat EMCL di Bojonegoro.

Dia menjelaskan, pembangunan proyek lapangan Kedung Keris beroperasi sejak 2017. Salah satu tahapnya adalah pembangunan pipa sepanjang 16 kilometer dari lapangan Kedung Keris ke lapangan Banyu Urip. Sebab, pengolahan minyak mentah berlangsung di lapangan Banyu Urip. Setelah itu, hasil pengolahannya disalurkan dari lapangan Banyu Urip ke floating storage and offloading vessel (kapal air muat terapung) Gagak Rimang di lepas pantai Tuban. 

Selama ini EMCL mengandalkan produksi minyak mentah dari sumur-sumur di lapangan Banyu Urip yang kapasitas totalnya mencapai 220 ribu BOPD. Sejauh ini lapangan Banyu Urip berkontribusi sekitar 25 persen terhadap total produksi minyak nasional. 

"Capaian ini merupakan yang tertinggi di antara seluruh lapangan minyak Indonesia,” papar Rexy.

Pemerintah menugasi EMCL bekerja Sama dengan Pertamina EP Cepu dan Badan Kerja Sama Participating Interest (PI) Blok Cepu untuk mengelola dua
lapangan minyak Bojonegoro. Yakni, lapangan Banyu Urip di Kecamatan Gayam Bojonegoro dan lapangan Kedung Keris di Kecamatan Kalitidu Bojonegoro.

Jawa Pos, Page-5, Saturday, Nov 30,  2019

Pertamina and Aramco Discuss Refinery Schemes



Forward-backward, until now the Cilacap Refinery development project has not been clear either. Even so, Pertamina is still optimistic that Saudi Aramco will invest in the refinery development project. Pertamina has offered two investment options to Aramco. Both also are still discussing the investment agenda in the joint project.



"Valuations are being discussed. If they don't agree, they will use (like) the Balikpapan Refinery scheme," said Nicke Widyawati, Director of Pertamina, Tuesday (11/26).

Nicke Widyawati

The Balikpapan Refinery Scheme referred to is that spinoffs are not carried out at existing refineries. This means that Pertamina and Aramco's joint venture will build a new refinery. If using this new scheme, the two parties will form a joint venture to build a new refinery facility in Cilacap. 

    This scheme also does not include the calculation of existing assets owned by Pertamina. Nicke hopes that Pertamina Aramco's investment partnership discussion can be completed by the end of this year.

Nicke hopes that Pertamina will remain the majority owner of the Cilacap RDMP project. In the Cilacap Refinery project, Pertamina has a 55% majority stake and Saudi Aramco controls 45%. 

     Acting Director-General of Oil and Gas at the ESDM Ministry, Djoko Siswanto, revealed that the government is preparing an alternative offer to Aramco to build a new refinery facility. Djoko said the government also invited Aramco to choose a new location for the project, as well as find partners or build refineries independently.

"The point is there are alternative offerings to Aramco. See the results of asset valuation first. If it's a deal, it can operate. If not, there are offers in other regions. Aramco can be alone, can be together," said Djoko.

Even so, the Ministry of Energy and Mineral Resources emphasized that the option would only apply if Pertamina and Aramco did not reach an agreement on the Cilacap Refinery project. The investment valuation of the Cilacap Refinery is still calculated by the audit agency. 

     There is an estimated value of the valuation between Pertamina and Aramco. The initial investment value is estimated at the US $ 5.6 billion or equivalent to Rp. 78.4 trillion, assuming an exchange rate of Rp. 14,000 per US dollar. While Aramco submitted a bid worth US $ 2.8 billion.

IN INDONESIA

Pertamina dan Aramco Bahas Skema Kilang


Maju mundur, hingga kini proyek pengembangan Kilang Cilacap belum ada kejelasan juga. Meski begitu, Pertamina masih optimistis Saudi Aramco berinvestasi di proyek pengembangan kilang itu. Pertamina sudah menawarkan dua opsi investasi kepada Aramco. Keduanya juga masih masih membahas agenda investasi di proyek bersama itu.

"Valuasi sedang dibahas. Jika tidak sepakat, maka akan pakai (seperti) skema Kilang Balikpapan" kata Nicke Widyawati, Direktur Utama Pertamina, Selasa (26/11).

Skema Kilang Balikpapan yang dimaksud adalah tidak dilakukan spin-off pada kilang eksisting. Artinya, kongsi Pertamina dan Aramco akan membangun kilang baru. Jika menggunakan skema baru ini, kedua belah pihak akan membentuk perusahaan patungan untuk membangun fasilitas kilang baru di Cilacap. Skema ini juga tidak memasukkan perhitungan aset eksisting yang dimiliki Pertamina. Nicke berharap, pembahasan kongsi investasi Pertamina Aramco bisa rampung pada akhir tahun ini.

Nicke berharap, Pertamina tetap menjadi pemilik mayoritas proyek RDMP Cilacap. Pada proyek Kilang Cilacap, Pertamina memiliki saham mayoritas 55% dan Saudi Aramco menguasai 45%. 

     Pelaksana tugas (plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengungkapkan, pemerintah menyiapkan penawaran alternatif kepada Aramco untuk membangun fasilitas kilang baru. 

     Djoko menyatakan, pemerintah juga mempersilahkan Aramco memilih lokasi baru untuk proyek tersebut, serta mencari mitra atau membangun kilang secara mandiri.

"Intinya ada beberapa alternatif penawaran kepada Aramco. Melihat hasil valuasi aset dulu. Kalau itu deal, bisa beroperasi. Kalau tidak, ada penawaran di wilayah lain. Aramco bisa sendiri, bisa bersama-sama," tukas Djoko.

Meski begitu Kementerain ESDM menegaskan, opsi tersebut baru berlaku apabila Pertamina dan Aramco tidak mencapai kesepakatan di proyek Kilang Cilacap. Valuasi investasi Kilang Cilacap masih dihitung oleh lembaga audit. 

     Ada perkiraan nilai Valuasi antara Pertamina dan Aramco. Nilai awal investasi diperkirakan US$ 5,6 miliar atau setara Rp 78,4 triliun dengan asumsi kurs Rp 14.000 per dollar AS. Sedangkan Aramco mengajukan penawaran senilai US$ 2,8 miliar.

Kontan, Page-14, Thursday, Nov 28,  2019

Next year, Pertamina EP will pursue production of 85,000 BPD



PT Pertamina EP targets 2020 oil production to reach 85,000 barrels per day (BPD). President Director of Pertamina EP Nanang Abdul Manaf said the 2020 oil production target was not much different from the 2019 target.

"Pertamina EP's oil production target is 85,000 BPD. Gas is relatively stable or the same as this year," he told KONTAN while attending the 2019 Pertamina Energy Forum.

The Pertamina EP gas production target this year is 965 million cubic feet per day (MMSCFD). To pursue the production target, Pertamina EP will drill 108 development wells and 10 exploration wells starting next year. 

    Nanang said that currently 85 development wells have been drilled and 12 wells are still in the drilling process until the end of 2019. The determination of the production target is influenced by several considerations. One of them is the decline in production in a number of oil and gas fields.

IN INDONESIA

Tahun Depan, Pertamina EP Kejar Produksi 85.000 Bph


PT Pertamina EP menargetkan produksi minyak tahun 2020 sebesar 85.000 barel per hari (bph). Presiden Direktur Pertamina EP Nanang Abdul Manaf mengatakan, target produksi minyak tahun 2020 tidak jauh berbeda dengan target tahun 2019.

"Target produksi minyak Pertamina EP sebesar 85.000 bph. Untuk gas relatif stabil atau sama seperti tahun ini,” ungkap dia kepada KONTAN saat menghadiri acara Pertamina Energy Forum 2019.

     Adapun target produksi gas Pertamina EP tahun ini sebesar 965 juta kaki kubik per hari (mmscfd). Untuk mengejar target produksi tersebut, Pertamina EP akan mengebor 108 sumur pengembangan dan 10 sumur eksplorasi mulai tahun depan. 

  Nanang menyatakan, saat ini telah dilakukan pengeboran sumur pengembangan sebanyak 85 sumur dan 12 sumur masih dalam proses pengeboran hingga akhir tahun 2019. Penetapan target produksi tersebut dipengaruhi beberapa pertimbangan. Salah satunya adalah penurunan produksi pada sejumlah lapangan minyak dan gas.

Kontan, Page-14, Thursday, Nov 28,  2019

Minister of Energy and Mineral Resources Encourages Pertamina to Accelerate Refinery Project



Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arifin Tasrif encouraged Pertamina to accelerate the completion of six refinery projects that are being worked on. The six refineries each have four upgrading and upgrading capacity projects and two new refinery projects.

"The refinery project is expected to increase oil processing capacity from 1 million barrels per day (BPD) to 2 million BPD," Arifin said when opening the 2019 Pertamina Energy Forum.


The upgrading project is carried out by Pertamina for four existing refineries, namely refineries in Balikpapan, East Kalimantan, Balongan, West Java, Dumai Riau, and Cilacap, Central Java. While the new refinery projects, namely Tuban Refinery in East Java and Bontang Refinery in East Kalimantan. The entire refinery project is rolling. In working on refineries, Pertamina also cooperates with partners.



Pertamina is working on the Tuban refinery with Rosneft Oil Company and Bontang Refinery with Overseas Oil and Gas LLC (OOG). In addition, Pertamina is also working with Saudi Aramco to work on the Cilacap Refinery Project. According to Nicke Widyawati, Pertamina and Saudi Aramco are continuing negotiations on the work on the Cilacap Refinery Project, mainly about valuation.

Overseas Oil and Gas LLC (OOG)

Pertamina prepared two options following the negotiations that were not immediately completed. First, Pertamina and Saudi Aramco will continue to work on the Cilacap Refinery if there is an agreement at the end of this year.

Nicke Widyawati

"If an agreement does not occur, there is a scheme similar to that in the Balikpapan Refinery. Existing refineries are not spun off, so build the refinery yourself. So hopefully there will be an agreement, "She said.

The Cilacap refinery is targeted to start operating in 2025. After upgrading, the crude oil processing capacity of the Cilacap Refinery will increase from 348 thousand barrels per day (BPH) to 400 thousand BPD. 

   Furthermore, there will be additional production of gasoline (gasoline) 80 thousand BPD, diesel 60 thousand BPD, and aviation fuel of 40 thousand BPD. Fuel production increased significantly because the ability of refineries to process crude oil into finished products (NCI) rose from 74% to 92-98%.

At present, Pertamina is ready to execute the land acquisition for the Cilacap Refinery Project. In addition, the company is also conducting auctions to look for contractors who work on Early Work or site development. The signing of this early work contract is targeted to be carried out in December 2019.

Luhut Binsar Pandjaitan

Previously, Coordinating Minister for Maritime Affairs and Investment Luhut Binsar Pandjaitan said the government would evaluate the Cilacap Refinery Project given there were still differences in the results of valuation conducted by each oil and gas company around the US $ 1.5 billion.

"If it remains that much [the difference in asset valuations], we see other options, there are already other choices," he said.

Balikpapan Refinery

Meanwhile, Pertamina also opened new options for cooperation with Saudi Aramco, an oil and gas company originating from Saudi Arabia, in addition to the Cilacap Refinery Project. Pertamina offers Saudi Aramco the same scheme as the Balikpapan Refinery if there is no detailed agreement on the Cilacap Refinery.

Nicke Widyawati

     Pertamina Managing Director Nicke Widyawati said Pertamina and Saudi Aramco were still in the middle of negotiating cooperation in the Cilacap Refinery Project, mainly about valuation. However, Pertamina is also preparing two options following the completion of these negotiations.

      First, Pertamina and Saudi Aramco will continue to work on the Cilacap Refinery if there is an agreement at the end of 2019. Second, Pertamina also offers the same scheme as the Balikpapan Refinery Project for the Cilacap Refinery.

"If an agreement does not occur, there is a scheme similar to that in the Balikpapan Refinery. Existing refineries are not spun off, so build the refinery yourself. So hopefully there will be an agreement, "he said.

Pertamina has cooperated with Saudi Aramco to work on this project since 2014. In 2016, both of them even signed an agreement to form a joint venture (Joint Venture Development Agreement / JVDA). However, until now, the two have not yet formed a joint venture, this is because there has not been any agreement on the valuation of assets.

      Regarding asset valuation, this is needed to fulfill one of the demands of the Saudi Arabian oil and gas company, namely the asset spin-off to be subsequently included in a joint venture.

However, the problem of asset valuation differences in the Cilacap Refinery has dragged on. The Cilacap refinery is targeted to start operating in 2025. After upgrading, the crude oil processing capacity of the Cilacap Refinery will increase from 348 thousand barrels per day (BPD) to 400 thousand BPD.

     Furthermore, there will be additional production of gasoline (gasoline) 80 thousand BPD, diesel 60 thousand BPD, and aviation fuel of 40 thousand BPD. Fuel production increased significantly because the ability of refineries to process crude oil into finished products (NCI) rose from 74% to 92-98%.

IN INDONESIA

Menteri ESDM Dorong Pertamina Percepat Proyek Kilang


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong Pertamina untuk mempercepat penyelesaian enam proyek kilang yang tengah digarap. Keenam kilang tersebut masing-masing empat proyek perbaikan dan peningkatan kapasitas kilang (upgrading) dan dua proyek kilang baru.

“Proyek kilang ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pengolahan minyak dari 1 juta barel per hari (bph) menjadi 2 juta bph,” kata Arifin ketika membuka Pertamina Energy Forum 2019.

Proyek upgrading dikerjakan Pertamina untuk empat kilang eksisting, yakni kilang di Balikpapan, Kalimantan Timur, Balongan Jawa Barat, Dumai Riau, serta Cilacap Jawa Tengah. Sementara proyek kilang baru, yakni Kilang Tuban di Jawa Timurdan Kilang Bontang di Kalimantan Timur. Seluruh proyek kilang ini sudah bergulir. Dalam menggarap kilang, Pertamina juga menggandeng mitra. 

Pertamina menggarap Kilang Tuban bersama Rosneft Oil Company dan Kilang Bontang dengan Overseas Oil and Gas LLC (OOG). Selain itu, Pertamina juga bekerja sama dengan Saudi Aramco untuk menggarap Proyek Kilang Cilacap. Menurut Nicke, Pertamina dan Saudi Aramco masih melanjutkan negosiasi kerja sama pengerjaan Proyek Kilang Cilacap, utamanya soal valuasi. 

Pertamina menyiapkan dua opsi menyusul tidak segera rampungnya negosiasi ini. Pertama, Pertamina dan Saudi Aramco akan melanjutkan pengerjaan Kilang Cilacap jika di akhir tahun ini ada kesepakatan.

“Kalau tidak terjadi kesepakatan, ada skema yang sama dengan di Kilang Balikpapan. Existing kilang tidak di-spin off, jadi bangun kilang sendiri saja. Jadi semoga kesepakatan akan ada,” kata Nicke.

Kilang Cilacap ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Pasca upgrading, kapasitas pengolahan minyak mentah Kilang Cilacap akan naik dari 348 ribu barel per hari Gaph) menjadi 400 ribu bph. Selanjutnya, bakal ada tambahan produksi bensin (gasoline) 80 ribu bph, solar 60 ribu bph, dan avtur 40 ribu bph. Produksi bahan bakar naik signifikan lantaran kemampuan kilang mengolah minyak mentah menjadi produk jadi (NCI) naik dari 74% menjadi 92-98%.

Saat ini, Pertamina siap mengeksekusi pengadaan lahan untuk Proyek Kilang Cilacap. Selain itu, perseroan juga sedang melaksanakan lelang untuk mencari kontraktor yang menggarap Early Work atau penyiapan lokasi (site development). Penandatanganan kontrak pekerjaan early work ini ditargetkan dilakukan pada Desember 2019.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, pemerintah akan mengevaluasi Proyek Kilang Cilacap mengingat masih ada perbedaan hasil valuasi yang dilakukan oleh masing-masing perusahaan migas sekitar US$ 1,5 miliar. 

“Kalau masih tetap segitu [selisih valuasi aset], kami melihat pilihan lain, sudah ada pilihan lain,” kata dia.

Kilang Balikpapan

Sementara itu, Pertamina juga membuka opsi baru kerja sama dengan Saudi Aramco, perusahaan migas yang berasal dari Arab Saudi, selain Proyek Kilang Cilacap. Pertamina menawarkan Saudi Aramco skema yang sama dengan Kilang Balikpapan jika tidak ada kesepakatan terkail Kilang Cilacap. 

     Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati menuturkan, Pertamina dan Saudi Aramco masih melanjulkan negosiasi kerja sama pengerjaan Proyek Kilang Cilacap, utamanya soal valuasi. Namun, Pertamina juga menyiapkan dua opsi menyusul tidak kunjung rampungnya negosiasi ini.

Pertama, Pertamina dan Saudi Aramco akan melanjutkan pengerjaan Kilang Cilacap jika di akhir 2019 ada kesepakatan. Kedua, Pertamina juga menawarkan skema yang sama dengan Proyek Kilang Balikpapan untuk Kilang Cilacap.

“Kalau tidak terjadi kesepakatan, ada skema yang sama dengan di Kilang Balikpapan. Existing kilang tidak di-spin off, jadi bangun kilang sendiri saja. Jadi semoga kesepakatan akan ada," kata dia.

Pertamina telah menggandeng Saudi Aramco untuk menggarap proyek ini sejak 2014 silam. Pada 2016, keduanya bahkan telah menandatangani perjanjian pembentukan perusahaan patungan (Joint Venture Development Agreement/ JVDA). Namun, hingga kini, keduanya belum juga membentuk perusahaan patungan, hal ini lantaran belum ada kesepakalan valusi aset. 

      Terkait valuasi aset, hal ini dibutuhkan untuk memenuhi salah satu permintaan perusahaan migas Arab Saudi itu, yakni spin-off aset untuk selanjutnya dimasukkan dalam perusahaan patungan (joint venture).

Namun, permasalahan perbedaan valuasi aset Kilang Cilacap ini sudah berlarut-larut. Kilang Cilacap ditargetkan mulai beroperasi pada 2025. Pasca upgrading, kapasitas pengolahan minyak mentah Kilang Cilacap akan naik dari 348 ribu barel per hari (bph) menjadi 400 ribu bph. 

     Selanjutnya, akan ada tambahan produksi bensin (gasoline) 80 ribu bph, solar 60 ribu bph, dan avtur 40 ribu bph. Produksi bahan bakar naik signifikan lantaran kemampuan kilang mengolah minyak mentah menjadi produk jadi (NCI) naik dari 74% menjadi 92-98%. 

Investor Daily, Page-14, Wednesday, Nov 27, 2019