google.com, pub-9591068673925608, DIRECT, f08c47fec0942fa0 All Posts - MEDIA MONITORING OIL AND GAS -->

MARKET

Thursday, January 16, 2020

BPH Migas Agrees to Export Gas to Singapore Stopped



The gas supply contract to Singapore from the Suban Corridor Block managed by ConocoPhillips will expire in 2023. Head of the Downstream Oil and Gas Regulatory Agency (BPH Migas) Fanshurullah Asa supports the government's plan to stop the export of Conoco-Phillips gas to Singapore after the contract expires.

BPH Migas

Previously, Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arifin Tasrif, revealed that gas supply from the Conocophillips Suban Field would be diverted to the domestic market to meet domestic gas needs.

Arifin Tasrif

"I support 100% of the gas for domestic interests rather than being exported. For added value and reducing deficits," he said.



To distribute gas from the Corridor Block to the local market, the Duri Dumai, Riau and Sumatra pipelines can be utilized. This gas distribution channel can also flow into Java so that it can be fully utilized to meet local needs. Responding to the plan, ConocoPhillips Vice President Commercial and Business Development Taufik Ahmad said that his party needed to discuss in advance to ensure the government's plan.

ConocoPhillips

"Yes, he said so. We will try to clarify so we understand the context," he said.

Taufik added, in accordance with the current gas purchase and sale agreement, the gas supply contract to Singapore will indeed expire in 2023. However, Taufik said he did not know for certain about the volume of gas currently being distributed. Nevertheless, Taufik stated that ConocoPhillips had not yet sought out potential buyers in the country.

IN INDONESIA

BPH Migas Setuju Ekspor Gas ke Singapura Disetop


Kontrak pasokan gas ke Singapura dari Lapangan Suban Blok Corridor yang dikelola Conocophillips akan berakhir tahun 2023. Kepala Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Fanshurullah Asa mendukung rencana pemerintah menghentikan ekspor gas Conoco-phillips ke Singapura setelah kontrak berakhir. 

Sebelumnya Menteri Energi dan Suinber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, mengungkapkan pasokan gas dari Lapangan Suban milik Conocophillips akan dialihkan ke pasar domestik untuk memenuhi kebutuhan gas dalam negeri. 

"Saya mendukung 100% gas untuk kepentingan dalam negeri bukan diekspor. Untuk nilai tambah dan mengurangi defisit," katanya.

Untuk menyalurkan gas dari Blok Corridor ke pasar lokal bisa memanfaatkan jalur pipa distribusi gas Duri Dumai, Riau, dan pipa Sumatera. Jalur distribusi gas ini juga bisa bisa mengalir menuju Jawa sehingga bisa dimanfaatkan sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Menanggapi rencana tersebut, Vice President Commercial and Business Development ConocoPhillips Taufik Ahmad menyatakan pihaknya perlu berdiskusi terlebih dahulu demi memastikan rencana pemerintah tersebut.

"Iya, katanya begitu. Kami akan mencoba mengklarifikasi agar kami memahami konteksnya," katanya.

Taufik menambahkan, sesuai dengan perjanjian jual beli gas yang berlaku selama ini, kontrak pemasokan gas ke Singapura memang akan berakhir pada tahun 2023. Namun, Taufik dia mengaku tidak mengetahui secara pasti mengenai volume gas yang disalurkan saat ini. Meski demikian Taufik menyatakan bahwa Conocophillips belum mencari potential buyer di dalam negeri.

Kontan, Page-14, Friday, 6 Dec 2019

Transfer of Rokan Block Urgently Performed



The Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) stated that an agreement to transfer the management of the Rokan Block between PT Pertamina (Persero) and PT Chevron Pacific Indonesia was urgent. If the transfer of management has stalled, Rokan Block's oil production could drop dramatically when the contract expires in 2021.

Dwi Soetjipto

Head of SKK Migas Dwi Soetjipto said negotiations over the management of the Rokan Block between Pertamina and Chevron had not yet found an agreement. In fact, Chevron's work plan and budget / WP & B for the Rokan Block in 2020 have not included Pertamina's plan to drill a well in the block next year. Although Pertamina has a commitment to do this drilling. Initially, the company targeted an agreement between Pertamina and Chevron last month.


the Rokan Block by Chevron

"Yes, it is indeed late. Therefore, SKK Migas has asked various parties to support, encourage, because this is B to B. This is very urgent because it concerns WP&B 2020. We strongly encourage this to be finished soon, "he said during a meeting with Commission VII DPR.

He revealed, previously there had been a legal problem related to the transfer of management, but it had been resolved. One of the things that is still difficult is the economy. Both have their respective counts related to liabilities and benefits that exist in the next two years until the end of 2021.

"If there are many ripple counts here, of course finally the liabilities are large. So now it is finalizing, "Dwi said.

According to him, this negotiation must immediately produce an agreement. This is because oil production from the Rokan Block in the next two years is very dependent on operational activities that will be carried out this year and next.

"The longer it will have an impact on oil production in 2020 and 2021. If there is no activity, production will be lost again," he said.

Pertamina already has a plan related to what activities will be carried out in the Rokan Block next year. Not only that, this state-owned oil and gas company has also set up funds. Pertamina Upstream Director Dharmawan H Samsu said that his office was ready to fund the drilling of wells in the Rokan Block next year. However, the realization of this activity depends on the agreement with Chevron. Regarding the number of wells to be drilled, he wants as much as possible, but this is influenced by the availability of the wellhead and valve they have.

"In our scenario, we will see how many warehouses they are in, what we are similar in, how much we can borrow, this is being worked on. Then we have to activate the crew first. So it is needed at least the second quarter, "he said.

During the heyday of Rokan Block in 1973, oil production was almost 1 million BPD. However, oil and gas block production continues to fall over time. In 2011, the Rokan Block still produced around 356.98 thousand BPD of oil or contributed 39.56% of the total national oil production at that time 902.35 BPD.



However, according to SKK Migas data, at the end of September, the block's oil lifting was only 192,193 BPD or 25.8% of the total national oil lifting of 744,700 BPD. The government has appointed Pertamina as the operator of the Rokan Block after its existing contract expires in 2021 in July 2018. However, the Rokan Block PSC contract for the period after 2021, had just been signed by Pertamina in May 2019. The transition process for the management of the Rokan Block had only begun operation after the new contract was signed.

Referring to this new contract, Pertamina has a definite work commitment (KKP) for the first five years in the Rokan Block worth the US $ 500 million or around Rp 7.2 trillion. Some of the activities to be funded by the CTF include an EOR study of US $ 4 million, drilling of 11 exploration wells of US $ 69.8 million, drilling of five Telisa wells of US $ 18.1 million, stage-1 CEOR 7 pattern of US $ 247 million, and stage-1 steam flood Kulin or Rantau Bais US $ 88.6 million.

IN INDONESIA

Alih Kelola Blok Rokan Mendesak Dilakukan


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyatakan adanya kesepakatan alih kelola Blok Rokan antara PT Pertamina (Persero) dan PT Chevron Pacific Indonesia sudah mendesak. Jika alih kelola tersendat, produksi minyak Blok Rokan bisa turun drastis ketika kontrak berakhir di 2021. 

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menuturkan, negosiasi alih kelola Blok Rokan antara Pertamina dan Chevron belum juga menemukan kata sepakat. Bahkan, dalam rencana kerja dan anggaran /WP&B Chevron untuk Blok Rokan di 2020 belum memasukkan rencana Pertamina mengebor sumur di blok tersebut pada tahun depan. Walaupun Pertamina memiliki komitmen melakukan pengeboran ini. Awalnya, pihaknya menargetkan adanya kesepakatan antara Pertamina dan Chevron pada bulan lalu. 

“Iya, memang terlambat. Oleh karena itu, SKK Migas sudah minta ke berbagai pihak untuk ikut mendukung, mendorong, karena ini kan B to B. Ini mendesak sekali karena menyangkut WP&B 2020. Kami mendorong betul untuk ini bisa segera selesai,” kata dia di sela rapat dengan Komisi VII DPR.

Dia mengungkapkan, sebelumnya sempat ada masalah legal terkait alih kelola ini, namun sudah diselesaikan. Salah satu hal yang masih sulit yakni ke ekonomian. Keduanya memiliki hitungan masing-masing terkait liabilitas dan manfaat yang ada dalam dua tahun ke depan hingga akhir 2021.

“Kalau disini hitung riaknya banyak, tentu akhirnya liabilitasnya besar. Jadi sekarang sedang memfinalkan lah,” ujar Dwi.

Menurutnya, negosiasi ini harus segera menghasilkan kesepakatan. Pasalnya, produksi minyak dari Blok Rokan pada dua tahun mendatang sangat bergantung pada kegiatan operasi yang akan dilaksanakan di tahun ini dan tahun depan. 

“Jika semakin lama akan berdampak pada produksi minyak 2020 dan 2021. Kalau tidak ada aktivitas, ya hilang lagi produksinya,” tegas dia. 

Pertamina telah memiliki perencanaan terkait kegiatan apa saja yang akan dijalankan di Blok Rokan pada tahun depan. Tidak hanya itu, perusahaan migas milik pemerintah ini juga telah menyiapkan dana. Direktur Hulu Pertamina Dharmawan H Samsu sempat mengungkapkan, pihaknya siap mendanai pengeboran sumur di Blok Rokan pada tahun depan. Namun, realisasi kegiatan ini tergantung pada kesepakatan dengan Chevron. Terkait jumlah sumur yang akan dibor, pihaknya ingin sebanyak-banyaknya, namun hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan well head dan valve yang dimiliki.

“Skenario kami, akan lihat di gudang mereka berapa, yang serupa di tempat kami berapa, yang bisa kami pinjam berapa, ini sedang dikerjakan. Kemudian kami harus mengaktifkan kru dulu. Jadi diperlukan paling tidak at least second quartal,” ujarnya.

Blok Rokan pada masa kejayaannya di 1973, produksi minyaknya hampir mencapai 1 juta bph. Namun, produksi blok migas ini terus turun seiring berjalannya waktu. Di 2011, Blok Rokan masih menghasilkan minyak sekitar 356,98 ribu bph atau berkontribusi 39,56% dari total produksi minyak nasional saat itu 902,35 bph. 

Namun mengacu data SKK Migas, di akhir September lalu, lifting minyak blok ini hanya 192.193 bph atau 25,8% dari total lifting minyak nasional 744.700 bph. Pemerintah telah menetapkan Pertamina sebagai operator Blok Rokan pasca kontrak eksistingnya berakhir pada 2021 nanti pada Juli tahun 2018 lalu. Namun, kontrak PSC Blok Rokan untuk periode setelah 2021, baru saja ditandatangani oleh Pertamina pada Mei tahun 2019. Proses transisi pengelolaan Blok Rokan baru saja  beroperasi pasca kontrak baru ditandatangani.

Mengacu kontrak baru ini, Pertamina memiliki komitmen kerja pasti (KKP) untuk lima tahun pertama di Blok Rokan senilai US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,2 triliun. Beberapa kegiatan yang akan didanai dengan KKP ini yakni studi EOR senilai US$ 4 juta, pengeboran 11 sumur eksplorasi US$ 69,8 juta, pengeboran lima sumur Telisa US$ 18,1 juta, stage-1 CEOR 7 pattern US$ 247 juta, dan stage-1 steam flood Kulin atau Rantau Bais US$ 88,6 juta.

Investor Daily, Page-9, Friday, 6 Dec, 2019

The Government Guarantees Fertilizer and Petrochemical Industrial Gas Supply



The government is committed to meeting gas needs for the fertilizer and petrochemical industry, in accordance with the applicable regulations and production sharing contracts (PSCs). In fact, seven large gas projects operating in the next few years have the potential to be a source of gas for the industry.

Acting Director-General of Oil and Gas at the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) Djoko Siswanto said that in the Oil and Gas Law, the government has prioritized gas supply for the country, particularly the fertilizer and petrochemical industries. In fact, in some PSCs with oil and gas companies, there is an obligation to set aside a portion of their gas production for the domestic market (DMO).

"This DMO problem is only a matter of price. There are DMOs whose prices are set, there are market prices. Then, the DMO contract is five years old, [there is] the same as the contract. It depends on the economy when preparing the POD (the plan of development), "he said after a meeting with the House of Representatives Commission VII.

PUPUK ISKANDAR MUDA (PIM)

He admitted some fertilizer factories are still difficult to get gas, one of them is PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). The reason is that the gas sources in this region are starting to run out. In return, the government covered the gas needs of this fertilizer plant using liquefied natural gas / LNG with the risk of very high gas prices.

Pupuk Kalimantan Timur (PKT)

However, fertilizer factories in some regions can obtain gas at competitive prices such as PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), and PT Petrokimia Gresik. In fact, the CCP can obtain gas at prices below the US $ 5 per million British thermal units (MMBTU). Going forward, the fertilizer plant can get gas from supplies currently exported through pipes to Singapore and Malaysia.

"In 2022, fertilizer factories are needed, while the export of gas through pipes from the working area in Natuna and Grissik Field will be completed. So, Kujang and Sriwidjaja Fertilizers can use this, "said Djoko.

The Head of the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Dwi Soetjipto added that the gas supply for PIM had to wait for the development of several oil and gas blocks in the region. The supply of gas directly from the pipeline is expected to cut gas prices to PIM.

"In the future, we will discuss so that the price can be reduced by using other sources. Potential is in the Andaman Blocks I, II, and III. From the available data, the potential is good, "he said.

PT Pupuk Indonesia (Persero)

The Managing Director of PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat revealed that his gas supply shortage problem had already been faced. In addition, some gas supply contracts owned by fertilizer companies are short-term for around 2-3 years. He hopes to be able to obtain long-term supply certainty.

"Moreover, the majority of gas contracts expire in 2021-2022 and many have no certainty about the gas, including the allocation we have not received," he explained.
The absence of long-term supply, he claimed, would have an impact on the continued operation of the plant. Aas gave an example, the PIM-owned factory would stop operating altogether if there was no certainty of gas in 2020. Then, some of the Pupuk Kujang and Pusri factories would also immediately stop operating in 2023 and 2024 respectively due to supply shortages.

PUPUK SRIWIJAYA (PUSRI)

While the urea Petrochemical Gresik plant has the potential to operate in 2021. But he admitted, the absence of long-term gas supply is related to gas prices. At present, the gas price paid by his party exceeds the factory economy, which is an average of US $ 5.8 per MMBtu. 


    This figure is even higher than the price of gas for fertilizer plants in several other countries, where an average of US $ 3.95 per MMBtu. On the other hand, the price of this gas reaches 70% of the total production cost.

"Iskandar Muda has a contract, but this is not yet effective because the price is set at the US $ 7.8 per MMBtu. Some Sriwidjaja ended in 2023-2027 at a price of US $ 5.2-6 plus a toll fee. The Kujang Fertilizer Factory ends in 2022 at a price of US $ 5.73-6 per MMBtu. Petrokimia Gresik has a relatively large price of around US $ 6.36-7.85 per MMBtu, "said Aas.

Seven Projects

Meanwhile, Djoko continued there have been a number of gas projects that could secure gas supplies for fertilizer and petrochemical plants in the future. He hoped that a fertilizer and petrochemical plant would be built near this gas project.

"For example, building [a factory] in Bintuni, or [near] Sakakemang," he said.

Dwi added, there were seven gas projects that could be a source of gas for the fertilizer and petrochemical industries. The total potential supply of this gas reaches 1,167 million cubic feet per day / MMSCFD. The seven gas projects will start producing gas in the period 2023-2027.

"In South Sumatra there is a Sakakemang Project by Repsol SA starting production in 2021 of 300 mmscfd, this can be accelerated in part," he said.

The buyer of this gas is Pupuk Indonesia. Furthermore, the Nunukan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Project 90 mmscfd began in 2024 with the buyer of PT Karya Mineral Jaya. Gas projects in the Bontang Area and Indonesia Deepwater Development (IDD) 100 MMSCFD starting in 2023 with buyers of PT Kaltim Methanol Industri (KMI) and Kaltim Pharma Industri (KPI). 

PT Pertamina EP Cepu (PEPC)

     The Sandalwood and Alas Tua Project by PT Pertamina EP Cepu (PEPC) 150 mmscfd starting in 2023. Then, the Tangguh Train III Refinery Project for the petrochemical industry each amounted to 90 mmscfd for phase I in 2022 and phase II in 2026.

Genting Oil

The Kasuri Project by Genting Oil with petrochemical industry buyers amounted to 197 mmscfd starting in 2023. Finally, the Abadi LNG Project amounted to 150 mmscfd in 2027 and will be accelerated.

Dwi admitted it is not impossible that all national gas production is used domestically. However, this depends on the readiness and ability of the domestic industry to buy the gas supply. Not only that, but the readiness of the gas distribution infrastructure is also important. 

     Referring to SKK Migas data, the distribution of gas into the country until last September was recorded at 4,013.67 mmscfd from the total lifting gas of 6,103.26 mmscfd. While the total gas supply for the fertilizer industry is 749.44 mmscfd.

IN INDONESIA

Pemerintah Jamin Pasokan Gas Industri Pupuk dan Petrokimia


Pemerintah berkomitmen memenuhi kebutuhan gas untuk industri pupuk dan petrokimia, sesuai dalam regulasi dan kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC) yang berlaku. Bahkan, tujuh proyek gas besar yang beroperasi dalam beberapa tahun ke depan berpotensi menjadi sumber gas bagi industri tersebut. 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan, dalam Undang-Undang Migas, pemerintah telah memprioritaskan pasokan gas untuk dalam negeri, khususnya industri pupuk dan petrokimia. Bahkan di beberapa PSC dengan perusahaan migas, terdapat kewajiban menyisihkan sebagian produksi gasnya untuk pasar domestik (domestic market obligation/DMO).

“Soal DMO ini kan soal harga saja. Ada DMO yang hargasnya ditentukan, ada yang harga pasar. Kemudian, kontrak DMO ini ada yang lima tahun, [ada yang] sama dengan kontraknya. Itu tergantung keekonomian saat menyusun POD (plan of development),” kata dia usai rapat dengan Komisi VII DPR.

Diakuinya, beberapa pabrik pupuk memang masih sulit mendapatkan gas, salah satunya PT Pupuk Iskandar Muda (PIM). Pasalnya, sumber gas yang ada di wilayah ini memang mulai habis. Sebagai gantinya, pemerintah menutup kebutuhan gas pabrik pupuk ini menggunakan gas alam cair/LNG dengan risiko harga gas yang sangat tinggi. 

Namun pabrik pupuk di beberapa wilayah bisa memperoleh gas dengan harga kompetitif seperti PT Pupuk Kalimantan Timur (PKT), PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC), PT Pupuk Sriwidjaja (Pusri), dan PT Petrokimia Gresik. Bahkan, PKT bisa memperoleh gas dengan harga di bawah US$ 5 per juta british thermal unit (mmbtu). Ke depannya, pabrik pupuk bisa memperoleh gas dari pasokan yang saat ini diekspor melalui pipa ke Singapura dan Malaysia. 

“Di 2022, pabrik pupuk sudah butuh, sementara ekspor gas melalui pipa dari wilayah kerja di Natuna dan Lapangan Grissik akan selesai. Jadi, Pupuk Kujang dan Sriwidjaja bisa pakai ini,” tutur Djoko. 

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Dwi Soetjipto menambahkan, pasokan gas untuk PIM memang harus menunggu pengembangan beberapa blok migas di wilayah tersebut. Adanya pasokan gas langsung dari pipa diharapkan bisa memangkas harga gas ke PIM.

“Ke depan, kami diskusi agar harganya bisa ditekan dengan memanfaatkan sumber lain. Potensi ada di Blok Andaman I, II, dan III. Dari data yang ada, potensinya bagus,” ujarnya.

Direktur Utama PT Pupuk Indonesia (Persero) Aas Asikin Idat mengungkapkan, masalah kekurangan pasokan gas sudah dihadapi pihaknya. Ditambah lagi, sebagian kontrak pasokan gas yang dimiliki perusahaan pupuk bersifat jangka pendek sekitar 2-3 tahun saja. Pihaknya berharap bisa memperoleh kepastian pasokan untuk jangka panjang.

“Apalagi, mayoritas kontrak gas berakhir di 2021-2022 dan banyak yang belum ada kepastian gasnya, termasuk alokasinya belum kami terima,” jelasnya.

Tidak adanya pasokan jangka panjang, diklaimnya akan berdampak pada kelanjutan operasi pabrik. Aas mencontohkan, pabrik milik PIM akan berhenti operasi seluruhnya jika tidak ada kepastian gas di 2020. Kemudian, sebagian pabrik Pupuk Kujang dan Pusri juga akan menyusul berhenti beroperasi masing-masing di 2023 dan 2024 karena ada kekurangan pasokan. 

Sementara pabrik urea Petrokimia Gresik berpotensi beroperasi pada 2021. Namun diakuinya, tidak adanya pasokan gas jangka panjang ini berkaitan dengan harga gas. Saat ini, harga gas yang dibayarkan pihaknya melebihi keekonomian pabrik, yakni rata-rata US$ 5,8 per mmbtu. 

     Angka ini bahkan lebih tinggi dari harga gas bagi pabrik pupuk di beberapa negara lain, di mana rata-rata US$ 3,95 per mmbtu. Di sisi lain, harga gas ini mencapai 70% dari total biaya produksi.

“Iskandar Muda ada kontrak, tetapi ini belum juga efektif karena harga yang ditetapkan US$ 7,8 per mmbtu. Sriwidjaja ada yang berakhir di 2023-2027 dengan harga US$ 5,2-6 ditambah toll fee. Pabrik Pupuk Kujang berakhir di 2022 dengan harga US$ 5,73-6 per mmbtu. Petrokimia Gresik harga relative besar sekitar US$ 6,36-7,85 per mmbtu,” kata Aas.

Tujuh Proyek

Sementara itu, Djoko melanjutkan telah ada sejumlah proyek gas yang bisa mengamankan pasokan gas untuk pabrik pupuk dan petrokimia di masa mendatang. Dia berharap, pabrik pupuk dan petrokimia dibangun di dekat proyek gas ini. 

“Misalnya bangun [pabrik] di Bintuni, atau [dekat] Sakakemang,” ujarnya.

Dwi menambahkan, terdapat tujuh proyek gas yang bisa menjadi sumber gas bagi industri pupuk dan petrokimia. Total potensi pasokan gas ini mencapai 1.167 juta kaki kubik per hari/MMSCFD. Ketujuh proyek gas ini akan mulai memproduksi gas pada periode 2023-2027.

“Di Sumatera Selatan ada Proyek Sakakemang oleh Repsol SA mulai berproduksi di 2021 sebesar 300 mmscfd, ini bisa dipercepat sebagian,” ujarnya. 

Pembeli gas ini adalah Pupuk Indonesia. Selanjutnya, Proyek PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Nunukan 90 mmscfd mulai 2024 dengan pembeli PT Karya Mineral Jaya. Proyek gas di Area Bontang dan Indonesia Deepwater Development (IDD) 100 mmscfd mulai 2023 dengan pembeli PT Kaltim Methanol Industri (KMI) dan Kaltim Pharma Industri (KPI). 

     Proyek Cendana dan Alas Tua oleh PT Pertamina EP Cepu (PEPC) 150 mmscfd mulai 2023. Kemudian, Proyek Kilang Tangguh Train III untuk industri petrokimia masing-masing sebesar 90 mmscfd untuk tahap I di 2022 dan tahap II di 2026. 

Proyek Kasuri oleh Genting Oil dengan pembeli industri petrokimia sebesar 197 mmscfd mulai 2023. Terakhir, Proyek LNG Abadi sebesar 150 mmscfd di 2027 dan akan dipercepat. 

Dwi mengakui, bukan tidak mungkin seluruh produksi gas nasional digunakan di dalam negeri. Namun, hal ini tergantung kesiapan dan kemampuan industri domestik membeli pasokan gas tersebut. Tidak hanya itu, kesiapan infrastruktur distribusi gas juga penting. 

      Mengacu data SKK Migas, penyaluran gas ke dalam negeri hingga September lalu tercatat mencapai 4.013,67 mmscfd dari total lifting gas 6.103,26 mmscfd. Sementara total pasokan gas untuk industri pupuk yakni sebesar 749,44 mmscfd.

Investor Daily, Page-9, Friday, 6 Dec 2019

Wednesday, January 15, 2020

Rokan Production Concerned to Drop



The delay in the transition process over the management of the Rokan Block in Riau from PT Chevron Pacific Indonesia to PT Pertamina Hulu Rokan is feared to cause production levels from the working area to fall.

Dwi Soetjipto

The Head of the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) Dwi Soetjipto said that discussion of the transition between Pertamina and Chevron was still ongoing. According to him, the target of completing the transition agreement has been several times reversed from the beginning of last October to November, which did not immediately find a solution.

He added, what made the discussion last a long time was the calculation of the benefits obtained by the parties within 2 years until the end of the contract in 2021.

"And also the liabilities, each of them has an assumption, so now we are finalizing, yesterday there were some legal issues, but this has been completed," he said.

the Rokan block 

Dwi explained the Work Program and Budget (WP&B) in the Rokan block was still unfinished because they still had to wait for an agreement between Pertamina and Chevron. According to him, if it is not immediately agreed that production in 2021 will also be disrupted. Because the activities delivered in WP&B 2020 determine the production and activities of 2021.

On the other hand, Acting Director-General of Oil and Gas Djoko Siswanto said the Ministry of Energy and Mineral Resources (ESDM) itself said it would send a letter to Chevron and Pertamina in the near future.

Djoko claimed to encourage the transition process between Chevron and Pertamina to be realized optimally. Senior Vice President Policy and The Government and Public Affairs of PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Wahyu Budiarto continued to coordinate with Pertamina and SKK Migas to smooth the Rokan Block transition.

"It hasn't changed much, we continue to coordinate," he said.

IN INDONESIA

Produksi Rokan Dikhawatirkan Turun


Tersendatnya proses transisi alih kelola Blok Rokan di Riau dari PT Chevron Pacific Indonesia kepada PT Pertamina Hulu Rokan dikhawatirkan membuat level produksi dari Wilayah kerja tersebut jatuh. 

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelakasan Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) Dwi Soetjipto mengatakan mengatakan pembahasan transisi antara Pertamina dan Chevron masih berlangsung. Menurutnya, target penyelesaian kesepakatan transisi beberapa kali mundur dari semula Oktober lalu hingga November yang tidak segera menemui penyelesaian.

Dia menambahkan, yang membuat pembahasan berlangsung dalam waktu lama adalah perhitungan manfaat yang didapatkan oleh para pihak dalam 2 tahun sampai dengan akhir kontrak pada 2021.

“Dan juga liabilitasnva, itu kan masing-masing punya asumsi, jadi sekarang kita sedang memfinalkanlah, kemarin ada beberapa masalah legal, tapi ini sudah selesai,” katanya.

Dwi menjelaskan Work Progran and Budget (WP&B) di blok Rokan masih belum selesai karena masih harus menunggu kesepakatan antara Pertamina dan Chevron. Menurutrrya, jika tidak segera disepakati produksi pada 2021 akan ikut terganggu. Pasalnya, aktivitas yang disampaikan dalam WP&B 2020 menentukan produksi dan aktivitas 2021.

Di sisi lain, Pelaksana Tugas Dirjen Migas Djoko Siswanto mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sendiri menyatakan akan mengirim surat ke pihak Chevron dan Pertamina dalam waktu dekat ini.

Djoko mengaku mendorong agar proses transisi antara Chevron ke pihak Pertamina segera terealisasi secara optimal. Senior Vice President Policy and Government and Public Affairs PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) Wahyu Budiarto pun tetap berkoordinasi dengan Pertamina dan SKK Migas untuk memuluskan transisi Blok Rokan. 

“Belum banyak berubah, kami terus berkoordinasi," katanya.

Bisnis Indonesia, Page-20, Friday, Dec 6,  2019

Easing of Profit-Sharing is Positively Welcomed



The Indonesian Petroleum Association welcomed the government's plan to loosen the establishment of oil and gas revenue-sharing schemes. Easing it is expected to increase investor interest in investing in Indonesia's upstream oil and gas sector. Until the third quarter of 2019, the realization of upstream oil and gas investment amounted to 8.1 billion US dollars.

This year, the upstream oil and gas investment target are 13.4 billion US dollars. Currently, there are two oil and gas revenue sharing schemes in Indonesia, namely gross split and cost recovery. 

     Gross split is a profit-sharing scheme based on gross production, while cost recovery is the replacement of exploration, field development, and production costs incurred by cooperation contract contractors (KKKS).

A gross split is imposed for new contracts in a work area. As for contract extension, KKKS are given two options for profit-sharing schemes, namely gross split or cost recovery.

Louise McKenzie

"The plan for the flexibility of the revenue sharing scheme will certainly be a positive signal for us. Need further discussion to discuss this. But, in essence, we will follow whatever the government decides, "said Indonesian Oil Association (IPA) President Louise McKenzie.

Arifin Tasrif

The Minister of Energy and Mineral Resources, Arifin Tasrif, in the easing of profit-sharing schemes was eased in a working meeting with Commission VII of the DPR last week in Jakarta. IPA Vice President Ronald Gunawan added, the stability of the contract was believed to increase the attractiveness of Indonesia's upstream oil and gas investment in the eyes of investors.

IN INDONESIA

Pelonggaran Bagi Hasil Disambut Positif


Asosiasi Perminyakan Indonesia menyambut positif rencana pemerintah melonggarkan penetapan skema bagi hasil minyak dan gas bumi. Pelonggaran itu diharapkan meningkatkan minat investor untuk berinvestasi di sektor hulu minyak dan gas Indonesia. Sampai dengan triwulan III-2019, realisasi investasi hulu minyak dan gas sebesar 8,1 miliar dollar AS. 

Tahun ini, target investasi hulu minyak dan gas 13,4 miliar dollar AS. Saat ini ada dua skema bagi hasil migas di Indonesia, yaitu gross split dan cost recovery. Gross split adalah skema bagi hasil berdasarkan produksi bruto, sedangkan cost recovery adalah penggantian biaya eksplorasi, pengembangan lapangan, dan produksi yang dikeluarkan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). 

Gross split dikenakan untuk kontrak baru pada sebuah wilayah kerja. Adapun untuk perpanjangan kontrak, KKKS diberi dua pilihan skema bagi hasil, yakni gross split atau cost recovery.

”Rencana fleksibilitas skema bagi hasil tentu menjadi sinyal positif bagi kami. Perlu diskusi lebih jauh untuk membahas hal tersebut. Namun, pada intinya, kami akan mengikuti apa pun yang menjadi keputusan pemerintah,” kata Presiden Asosiasi Perminyakan Indonesia (IPA) Louise McKenzie.

Wacana pelonggaran skema bagi hasil dilontarkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR pekan lalu di Jakarta. Wakil Presiden IPA Ronald Gunawan menambahkan, kestabilan kontrak diyakini dapat meningkatkan daya tarik investasi hulu migas Indonesia di mata investor.

Kompas, Page-14, Thursday, Dec 5,  2019

Need Large Investment Reaches 1 Million BPH Oil Production



The Indonesian Petroleum Association (IPA) states that it requires a very large investment to pursue the national oil production target of 1 million barrels per day (BPD) by 2030. The government's plan to provide flexibility in oil and gas contract schemes is a positive step to increase national upstream oil and gas investment.

IPA President Louise McKenzie said the oil production target of 1 million BPD would be quite severe if it only relied on existing oil and gas blocks. To pursue this target, new oil and gas projects are needed, even new oil and gas reserve findings. The reason is that additional oil production is needed that can also cover the decline in production from oil and gas blocks that are already operating.

"That will require quite a large investment," he said.

He admitted, the government had made various efforts to pursue these targets. Some projects have been decided on by the government. In addition, the government and the Special Task Force for Upstream Oil and Gas Business Activities (SKK Migas) have offered several potential basins to be explored.

"Many basic steps have been taken to create an investment climate, with the right contract scheme," McKenzie said.

The existence of the government's plan provides flexibility for oil and gas companies to choose a production sharing contract (PSC) scheme, according to McKenzie as a positive step. This is because each oil and gas project has different risks and results.

"This is something we have suggested, this flexibility is a step in the right direction. But we need to understand further what this [flexibility] means, "he said.

According to McKenzie, further discussion with the government regarding the flexibility of the contract is needed. An attractive investment climate is not automatically formed, a PSC is needed to realize this which also takes time to form. This is related to building a good foundation for investors.

"IPA is waiting for an opportunity to learn more about the plans of the Minister [Minister of Energy and Mineral Resources] on this matter. But this decision on contract flexibility has the potential to be a positive foundation for the oil and gas industry, "he explained.

Previously, Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arifin Tasrif said, his party had held a dialogue with investors in the oil and gas sector. He asked PSC which scheme was more attractive to oil and gas companies than the two schemes implemented in Indonesia, namely gross split and cost recovery. From this dialogue, he continued, the government opened options where oil and gas companies could negotiate the PSC scheme to be signed.

"The flexibility option is there. I say, if a gross split, people are happy for sure. If they are high risk, they prefer PSC cost recovery, "he said.

Based on data from the Ministry of Energy and Mineral Resources, the realization of upstream oil and gas investment has continued to decline since 2014, which once reached the US $ 20.38 billion. After that, the realization of upstream oil and gas investment was cut to the US $ 15.24 billion in 2015, US $ 11.56 billion in 2016, and reached a low of US $ 10.26 billion in 2017. In 2018, the realization of oil and gas investment rose slightly to the US $ 11.99 billion. While this year's investment projections are around the US $ 12 billion. In accordance with the national oil, lifting had reached 861 thousand BPD in 2012.

However, the realization of this oil lifting continued to fall to 779 thousand BPD in 2015. Oil lifting increased slightly in 2016 to 829 thousand BPD. After that, the realization of oil lifting continues to fall to 804 thousand BPD in 2017 and 778 thousand BPD in 2018. Until the end of this year, oil production is projected to be 746.2 thousand BPD.

Production Optimization

On the other hand, McKenzie added that the national oil and gas industry faces the challenge of how to optimize and increase national oil and gas production. This has become the focus of joint cooperation contract contractors (KKKS) with SKK Migas. From a technical aspect, even KKKS has an exploration community that discusses the identification of new basins and how to encourage new exploration.

"We also discussed aspects of education, such as simplifying the rules and also related to funding and taxation. In most of these aspects, IPA is working with SKK Migas to support each other, "he said.

IPA Vice President Ronald Gunawan added that the simplification of licensing and regulations made by the previous government was a positive step. He hopes that this step will be continued by the new government.

"Hopefully it will get better," he said.

Because continued McKenzie, Indonesia's energy needs continue to increase along with economic growth. On the other hand, Indonesia's oil and gas production has decreased by about half in the last 15 years. IPA supports the government to produce more energy for Indonesia.

"IPA sees our role as a partner of the Government of Indonesia, to help find ways to make Indonesia's investment climate competitive globally and attract the investment needed," he stressed.

IPA has held the 48th Annual General Meeting which changes the Supervisory Board and Board of Directors which will be on duty in 2020. At present, the Supervisory Board is led by Kuntoro Mangkusubroto, who was a former Minister of Mines and Energy in the period 1998 to 1999 and served as Head of UKP4 (Presidential Work Unit for Development Supervision and Control) from 2009 to 2014.

Louise McKenzie 

While ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) President Director Louise McKenzie was elected as IPA President and was accompanied by 12 other oil and gas company leaders in Indonesia who are members of the IPA Board of Directors.

IN INDONESIA

Butuh Investasi Besar Capai Produksi Minyak 1 Juta BPH


Indonesian Petroleum Association (IPA) menyatakan membutuhkan investasi yang sangat besar untuk mengejar target produksi minyak nasional 1 juta barel per hari (bph) pada 2030. Adanya rencana pemerintah untuk memberikan fleksibilitas skema kontrak migas merupakan langkah positif untuk meningkatkan investasi hulu migas nasional.

Presiden IPA Louise McKenzie mengatakan, target produksi minyak 1 juta bph cukup berat diwujudkan jika hanya mengandalkan blok migas yang saat ini sudah ada. Untuk mengejar target tersebut, perlu adanya proyek migas baru, bahkan temuan cadangan migas baru. Pasalnya, diperlukan tambahan produksi minyak yang juga dapat menutup penurunan produksi dari blok migas yang sudah beroperasi.

“Itu akan membutuhkan investasi cukup besar,” kata dia.

Diakuinya, pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mengejar target tersebut. Beberapa proyek telah diputuskan pengerjaannya oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) telah menawarkan beberapa basin yang potensial untuk dieksplorasi.

“Banyak langkah-langkah mendasar yang mulai dijalankan sehingga menciptakan iklim investasi, dengan skema kontrak yang tepat,” ujar McKenzie.

Adanya rencana pemerintah memberikan fleksibilitas bagi perusahaan migas untuk memilih skema kontrak kerja sama (production sharing contract/PSC), dinilai McKenzie sebagai langkah positif. Hal ini lantaran setiap proyek migas memiliki resiko dan hasil yang berbeda-beda.

“Ini sesuatu yang telah kami sarankan, adanya fleksibilitas ini merupakan langkah menuju arah yang tepat. Tetapi kami perlu memahami lebih lanjut apa maksudnya [fleksibilitas] ini,” tuturnya.

Menurut McKenzie, butuh diskusi lebih lanjut dengan pemerintah terkait penjelasan fleksibilitas kontrak ini. Iklim investasi yang menarik tidak otomatis terbentuk, diperlukan adanya PSC untuk mewujudkan hal tersebut yang juga membutuhkan waktu dalam pembentukannya. Hal ini terkait dengan membangun pondasi yang baik bagi investor.

“IPA menunggu kesempatan untuk mempelajari lebih lanjut rencana Menteri [Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral] tentang hal ini. Tetapi keputusan ini fleksibilitas kontrak memiliki potensi menjadi pondasi positif bagi industri migas,” jelasnya.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menuturkan, pihaknya sudah melakukan dialog dengan para investor di sektor migas. Pihaknya menanyakan PSC skema mana yang lebih menarik bagi perusahaan migas dari dua skema yang diterapkan di Indonesia, yaitu gross split dan cost recovery. Dari dialog ini, lanjut dia, pemerintah membuka opsi di mana perusahaan migas bisa menegosiasikan skema PSC yang akan diteken. 

“Opsi fleksibilitas itu ada. Saya bilang, kalau gross split, orang senang yang sudah pasti. Kalau yang high risk, mereka lebih ke PSC cost recovery,” kata dia. 

Berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi investasi hulu migas terus turun sejak 2014 yang pernah mencapai US$ 20,38 miliar. Setelah itu, realisasi investasi hulu migas terpangkas menjadi US$ 15,24 miliar pada 2015, US$ 11,56 miliar pada 2016, dan mencapai titik terendah US$ 10,26 miliar pada 2017. Di 2018, realisasi investasi migas naik sedikit menjadi US$ 11,99 miliar. Sementara proyeksi investasi tahun ini sekitar US$ 12 miliar. Sesuai dengan lifting minyak nasional sempat mencapai 861 ribu bph pada 2012. 

Namun, realisasi lifting minyak ini terus turun menjadi 779 ribu bph pada 2015. Lifting minyak kembali naik sedikit pada 2016 menjadi 829 ribu bph. Setelah itu, realisasi lifting minyak terus turun menjadi 804 ribu bph pada 2017 dan 778 ribu bph pada 2018. Hingga akhir tahun ini, produksi minyak diproyeksikan sebesar 746,2 ribu bph. 
Optimasi Produksi 

Di sisi lain, McKenzie menambahkan industri migas nasional menghadapi tantangan bagaimana mengoptimasikan dan meningkatkan produksi migas nasional. Hal ini menjadi fokus bersama kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dengan SKK migas. Dari aspek teknis, bahkan KKKS memiliki komunitas eksplorasi yang membahas identifikasi basin baru dan bagaimana mendorong eksplorasi baru.

“Kami juga membahas aspek regukasi, seperti penyedehanaan aturan dan juga terkait pendanaan dan perpajakan. Di sebagian besar aspek ini, IPA bekerja sama dengan SKK Migas untuk saling mendukung,” kata dia.

Wakil Presiden IPA Ronald Gunawan menambahkan, penyederhanaan perizinan dan peraturan yang telah dilakukan pemerintah sebelumnya merupakan langkah positif. Pihaknya berharap langkah ini akan dilanjutkan oleh pemerintahan yang baru ini.

“Dengan harapkan akan semakin baik lagi,” ujarnya.

Pasalnya, lanjut McKenzie, kebutuhan energi Indonesia terus meningkat seiring pertumbuhan ekonominya. Di sisi lain, produksi migas Indonesia telah berkurang hingga sekitar setengahnya dalam 15 tahun terakhir. IPA mendukung pemerintah untuk memproduksi energi yang lebih banyak bagi Indonesia.

“IPA melihat peran kami sebagai mitra Pemerintah Indonesia, untuk membantu mencari cara untuk membuat iklim investasi Indonesia kompetitif secara global dan menarik investasi yang dibutuhkan,” tegas dia. 

IPA telah menggelar Rapat Umum Tahunan (Annual General Meeting) yang ke-48 yang mengubah Dewan Pengawas dan Dewan Direksi yang akan bertugas pada 2020. Saat ini, Dewan Pengawas dipimpin oleh Kuntoro Mangkusubroto, yang merupakan mantan Menteri Pertambangan dan Energi pada periode 1998 hingga 1999 dan pernah menjabat sebagai Kepala UKP4 (Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan) periode 2009 hingga 2014. 

Sedangkan Presiden Direktur ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) Louise McKenzie dipilih menjadi Presiden IPA dan didampingi 12 pemimpin perusahaan migas lainnya di Indonesia yang tergabung dalam Dewan Direksi IPA.

Investor Daily, Page-9, Thursday, Dec 5,  2019