PT Pertamina (Persero) did not continue to work with the oil and gas company from Oman, Overseas Oil and Gas (OOG) Llc, in working on a new refinery with a capacity of 300 thousand barrels per day (BPD) in Bontang, East Kalimantan. Pertamina is now looking for new partners to complete the project.
Overseas Oil and Gas (OOG)
This was known in a meeting between Pertamina and the House of Representatives Commission VI on Monday (3/2). In his presentation, Pertamina reported the development of the Bontang refinery development in which the proposed Regional Spatial Plan (RSP/RTRW) had been submitted to the local regional government.
However, the company also said that the framework agreement / FWA agreement with partners had ended. The intended partner is OOG. FWA is the basis for both companies to form a joint venture / JV. This FWA is valid for 12 months. Therefore, the company formation between Pertamina and OOG should have been completed at the end of 2019. One of the things discussed in the formation of the JV is the share ownership of each company.
Pertamina Megaprocess Processing and Petrochemical Director Ignatius Tallulembang confirmed that cooperation with OOG did not continue. Furthermore, he will look for new partners in building the refinery project.
"We are open [looking for new partners]. But with Oman, we have [not continued], "he said in Jakarta.
In fact, according to Pertamina's data, the Bontang Refinery Project is targeted to start operating in the next five years or in February 2025. So far, OOG has signed a memorandum of understanding with PT Meta Epsi and PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) to build the Bontang Refinery facility. The two companies will build supporting facilities (outside battery limit / OSBL), such as pipes, water treatment facilities, and fabrication.
In addition, OOG has also conducted open bidding in Singapore to engineering companies with a good reputation for conducting a financial feasibility study on 30 April 2019. This study will be used as a reference by lenders and banks to participate in funding the new refinery project.
The Bontang refinery requires a total investment of between the US $ 10-15 billion. In contrast to the cooperation between Pertamina and Rosneft Oil Company, for the Bontang Refinery Project, the funding needed to build the refinery is fully borne by OOG. While Pertamina obtained a 10% golden share as well as offtake of several products. The shareholding of this company can be increased.
Luhut Binsar Pandjaitan
Signals of continued cooperation with OOG have been voiced by the Coordinating Minister for Maritime Affairs and Investment Luhut Binsar Pandjaitan. The project partner at that time Luhut revealed that it could also be replaced if the performance was not good. The reason is, even though the project has been agreed since a few years ago this project has not yet been completed.
"What [Omani] company we want to find is a possible partner with Abu Dhabi, ADNOC or whatever," he said.
However, in fact, the oil and gas company from the United Arab Emirates actually did not enter the Bontang Refinery Project. The Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) agreed to explore further the potential of developing the Integrated Petrochemical Refinery Complex in Balongan, West Java. Pertamina and Adnoc signed a memorandum of understanding at the end of last year.
Mubadala Petroleum
While Mubadala Investment Company, a financial investment company from the United Arab Emirates (UAE), is interested in becoming an investor in the Balikpapan Refinery Project worth the US $ 5.5 billion. Pertamina has signed a principle agreement or Refinery Investment Principle Agreement to further evaluate investment cooperation opportunities in the processing sector.
Saudi Aramco
The agreement will provide a clear structure to ensure cooperation as a pathway to potential joint investment. Not only Bontang Refinery, but Pertamina also does not have an agreement with Saudi Aramco regarding the continued cooperation in capacity building and upgrading of the Cilacap Refinery.
After the asset valuation polemic that never ended, the two agreed to change the cooperation scheme into a lease. Under this scheme, Pertamina will pay the rental fees for the joint venture with Saudi Aramco which is building a new refinery unit at the Cilacap Refinery Complex. While the refinery unit which is currently in operation remains the property of Pertamina.
Nicke Widyawati
"The target is that we will agree to a leasing agreement within the next month. And if this happens, then the deal will happen, after that, we will carry out development, "said Pertamina President Director Nicke Widyawati.
The Bontang and Cilacap refineries are part of the six refinery projects developed by Pertamina. In addition to the Bontang refinery, another new refinery project developed by the company is Tuban Refinery in East Java. While the upgrading projects undertaken by other companies are in Balikapapan, East Kalimantan, in Balongan, West Java, and Dumai, Riau.
Arifin Tasrif
Previously, Minister of Energy and Mineral Resources (ESDM) Arifin Tasrif encouraged the speeding of the refinery project undertaken by Pertamina. The refinery upgrading project is expected to start operating in the second period of President Joko Widoro's government. While the new refinery project has at least begun the construction phase.
IN INDONESIA
Pertamina-OOG Tidak Lanjutkan Kerja Sama Membangun Kilang Bontang
PT Pertamina (Persero) tidak melanjutkan kerja sama dengan perusahaan minyak dan gas dari Oman, Overseas Oil and Gas (OOG) Llc, dalam mengerjakan kilang baru berkapasitas 300 ribu barel per hari (bph) di Bontang, Kalimantan Timur. Pertamina kini mencari mitra baru untuk merampungkan proyek tersebut.
Hal ini diketahui dalam rapat antara Pertamina dan Komisi VI DPR RI pada Senin (3/2) lalu. Dalam presentasinya, Pertamina melaporkan perkembangan pembangunan Kilang Bontang di mana usulan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) telah disampaikan kepada pemerintah daerah setempat.
Namun, perseroan juga menyampaikan bahwa kesepakatan frame work agreement/FWA dengan mitra telah berakhir. Mitra yang dimaksud adalah OOG. FWA merupakan dasar bagi kedua perusahaan untuk membentuk joint venture/JV. FWA ini berlaku selama 12 bulan. Sehingga, seharusnya pembentukan perusahaan antara Pertamina dan OOG ini rampung di akhir 2019 lalu. Salah satu hal yang dibahas dalam pembentukan JV adalah kepemilikan saham masing-masing perusahaan.
Direktur Megaproyek Pengolahan dan Petrokimia Pertamina Ignatius Tallulembang membenarkan bahwa kerja sama dengan OOG tidak berlanjut. Selanjutnya, pihaknya akan mencari mitra baru dalam membangun proyek kilang tersebut.
“Kami open [cari mitra baru]. Tetapi dengan Oman, kami sudah [tidak dilanjutkan],” kata dia di Jakarta.
Padahal, mengacu data Pertamina, Proyek Kilang Bontang ditargetkan mulai beroperasi dalam lima tahun ke depan atau pada Februari 2025. Sejauh ini, OOG telah menandatangani nota kesepahaman dengan PT Meta Epsi dan PT Sanurhasta Mitra Tbk (MINA) untuk membangun fasilitas Kilang Bontang. Kedua perusahaan ini akan membangun fasilitas pendukung (outside battery limit/OSBL), seperti pipa, fasilitas water treatment, dan fabrikasi.
Selain itu, OOG juga telah melakukan open bidding di Singapura kepada perusahaan engineering dengan reputasi bagus untuk melakukan kajian kelayakan finansial pada 30 April 2019. Kajian ini akan digunakan sebagai acuan oleh para pemberi pinjaman dan perbankan untuk turut serta mendanai proyek kilang baru tersebut.
Kilang Bontang membutuhkan total investasi antara US$ 10-15 miliar. Berbeda dengan kerja sama Pertamina dan Rosneft Oil Company, untuk Proyek Kilang Bontang, pendanaan yang dibutuhkan dalam membangun kilang ditanggung sepenuhnya oleh OOG. Sementara Pertamina memperoleh golden share 10% sekaligus sebagai offtaker beberapa produk. Bagian kepemilikan saham perseroan ini dapat ditingkatkan.
Sinyal tidak berlanjutnya kerja sama dengan OOG ini pernah disuarakan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Mitra proyek ini saat itu Luhut mengungkapkan juga dapat diganti jika kinerjanya tidak bagus. Pasalnya, meski proyek sudah disepakati sejak beberapa tahun lalu proyek ini belum juga rampung.
“Yang [perusahaan] Oman kami mau carikan mitra mungkin dengan Abu Dhabi, ADNOC atau mana,” kata dia.
Namun, nyatanya, perusahaan minyak dan gas asal Uni Emirat Arab itu justru tidak masuk ke Proyek Kilang Bontang. Abu Dhabi National Oil Company (ADNOC) sepakat mendalami lebih lanjut potensi pengembangan Kompleks Kilang Terintegrasi Petrokimia di Balongan, Jawa Barat. Pertamina dan Adnoc telah menandatangani nota kesepahaman pada akhir tahun lalu.
Sementara Mubadala Investment Company, perusahaan investasi keuangan dari Uni Emirat Arab (UEA), berminat menjadi investor dalam Proyek Kilang Balikpapan senilai US$ 5,5 miliar. Pertamina telah meneken perjanjian prinsip atau Refinery Investment Principle Agreement untuk mengevaluasi lebih lanjut peluang kerja sama investasi di sektor pengolahan.
Perjanjian tersebut akan memberikan struktur yang jelas untuk memastikan kerja sama sebagai jalur menuju investasi bersama yang potensial. Tidak hanya Kilang Bontang, Pertamina juga belum memiliki kesepakatan dengan Saudi Aramco terkait kelanjutan kerja sama peningkatan kapasitas dan perbaikan (upgrading) Kilang Cilacap.
Setelah polemik valuasi aset yang tidak kunjung usai, keduanya sepakat mengubah skema kerja sama menjadi sewa. Dalam skema ini, Pertamina akan membayar biaya sewa terhadap perusahaan patungan dengan Saudi Aramco yang membangun kilang unit baru di Komplek Kilang Cilacap. Sementara unit kilang yang saat ini sudah beroperasi tetap menjadi milik Pertamina.
“Targetnya, kami dalam maksimum satu bulan ke depan akan menyepakati leasing agreement. Dan kalau ini terjadi, maka deal itu akan terjadi, setelah itu kami akan melakukan pembangunan,” kata Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati.
Kilang Bontang dan Cilacap merupakan bagian dari enam proyek kilang yang dibangun Pertamina. Selain Kilang Bontang, proyek kilang baru lainnya yang dibangun perseroan yakni Kilang Tuban di Jawa Timur. Sementara proyek upgrading yang dikerjakan perseroan lainnya adalah di Balikapapan, Kalimantan Timur, di Balongan, Jawa Barat, dan Dumai, Riau.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mendorong percepat proyek kilang yang dikerjakan oleh Pertamina. Untuk proyek upgrading kilang, diharapkan sudah mulai beroperasi di periode kedua pemerintah Presiden Joko Widoro ini. Sementara proyek kilang baru setidaknya sudah mulai tahap konstruksi.
Investor Daily, Page-9, Wednesday, Feb 5, 2020